Aku kembali masuk ke dalam rumah dan memberikan sinyal kepada Daan bahwa semuanya aman. Tanpa basa-basi, Daan membuka pintu kamar dan segara  membungkam mulut prajurit yang berada di dalam dengan kain. Aku menarik Diah dan berlari keluar dari ruangan itu. Kegaduhan mulai tercipta dan prajurit di depan pun mulai terbangun.
"Daan, cepat lepaskan prajurit itu dan keluar dari rumah ini! Dia mabuk berat pasti semakin sulit untuk mengejar kami!", ujarku dengan sedikit berteriak.
"Baiklah, kamu keluar duluan!", ujar Daan sambil memukul kepala prajurit tersebut dengan senapan.
"Cepat, Daan! Prajurit di depan sudah terbangun!", ujarku memperingatkan.
Aku, Daan, Diah, dan perempuan-perempuan lainnya berhasil keluar dari rumah tersebut. Kami terus berlari tanpa tujuan yang pasti. Aku yang mulai khawatir pun memastikan tujuan kami kepada Daan.
"Daan! Kemana tujuan kita?!", tanyaku sambil berlari cepat.
"Beberapa blok lagi akan terlihat rumah berwarna coklat yang besar! Di belakang rumah itu terdapat rumah kecil berwarna putih. Rumah persinggahan PETA, itu tujuan kita! Astaga, terlalu banyak prajurit!", ujar Daan sambil menembakan senapannya kepada beberapa prajurit.Â
"Daan, lebih baik kamu tuntun perempuan-perempuan ini kesana dan aku akan mengecoh para prajurit!", ujarku sambil mencoba membuat angin di sekitar prajurit terhembus keras.
"Baiklah, aku percaya kepadamu, Kaia!", ucap Daan sambil berlari menjauh.
"Nē, ianfu wa dasshutsu shite iru! (Hei, para jugun ianfu kabur!)", ujar salah seorang prajurit yang berlari mengejar kami.
"Sorera o kyatchi! (Tangkap mereka!)", tambah prajurit tersebut.