Jarum pendek pada jam sudah menunjukkan ke arah barat daya, lebih tepatnya pukul 7 pagi. Sepertinya sudah waktunya bagi lampu dunia untuk bangkit dari jam istirahatnya, begitu juga dengan perempuan berparas paripurna dan juga imut -Vanilla Vanval- ini untuk bangun dan pergi ke sekolah. Tidak terasa dia telah menginjakkan kakinya di SMA, dan tentu dia bersekolah di salah satu SMA favorit di negaranya, yaitu SMA L'amour yang bertepatan di kota Paris, Perancis. Kota indah dan penuh cinta. Sangat bertolak belakang dengan si pemilik kulit seputih porselen ini.
Selepas bangkit dari benda empuk yang bergravitasi tinggi itu, Vanilla lekas mandi lalu memakai seragam SMA-nya untuk yang pertama kali. Di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah, dia tampak seperti sedang bergumam. "Baik, ini hari pertamaku. Aku tidak akan mengacaukannya. Vanilla, kau harus membuat kesan pertama yang baik! Tunjukkan sisi yang membuat orang menyukaimu, mengagumimu, dan mencinta--imu?" Vanilla ragu dengan ucapan terakhirnya. Mencintaimu? Terdengar aneh baginya, karena dia tidak pernah mengatakan kata itu.
Memang tujuan lain Vanilla di SMA itu untuk mencari arti kata dari cinta, tapi demi apapun itu dia tidak pernah berniat untuk orang mencintainya. Katakan saja, spontanitas.
"Huft, lupakan. Aku tidak boleh terlambat," Vanilla mengambil tas dan berpamitan dengan orang tuanya, "Ayah ... Ibu ... aku berangkat dulu, ya!" orang tuanya mengizinkan. Kemudian Baekhyun mulai berangkat sekolah.
**
Tidak sampai setengah jam si pemilik rambut pirang itu berjalan sampai sekolah. Bisa dikatakan rumahnya memang dekat dengan sekolahnya, sehingga dia tidak terlalu memerlukan kendaraan untuk berangkat. Sesampainya di depan gerbang sekolah yang bertuliskan L'amour High dengan gaya huruf yang menarik dan terkesan estetik itu, Vanilla terdiam sejenak. Melihat ke dalam sekolah dari luar, lalu menunduk, menghembuskan nafas, lalu bergumam, "Van--".
"Selamat datang di SMA L'amour!" teriak beberapa pengurus OSIS yang tidak sengaja memotong gumaman Vanilla.
"Eh ... upacara pembukaannya sudah dimulaikah?" dia mulai berjalan masuk untuk memastikan. Ya, baru saja dimulai. Di sana terlihat banyak siswa seumurannya yang sudah mulai baris di lapangan. Vanilla mengikuti saja, dan dia berakhir di barisan belakang. Sayang, dia tidak bisa melihat ke depan dengan jelas ... kasarnya dia itu pendek.
"Mau pindah barisan tidak?" Vanilla menoleh ke belakang ketika seseorang berbicara padanya.
"Tidak, di sini saja tidak apa-apa," si imut ini melihat lagi ke arah depan dan berusaha agar dia bisa melihat dengan jelas apa yang ada di depannya.
"Hahaha ... Kau lucu. Ayo, aku antarkan kamu ke barisan lain," orang itu tertawa pelan ketika melihat si pemilik badan mungil itu menjinjitkan kakinya. Kemudian dia menarik tangannya dan membawanya ke barisan yang dapat dijangkau oleh pandangannya.
Vanilla kembali ke barisan awalnya setelah dipindahkan sambil bersumpah serapah. Lelaki itu, Frans, hanya bisa terkikik. "Ada-ada saja anak kayak gini di SMA," gumamnya dalam hati.
Tak lama kemudian, upacara pembukaan selesai dengan diakhiri pelepasan balon-balon. Setelahnya, Ketua OSIS SMA L'amour memberi pengumuman untuk murid-murid baru di sekolahnya. Frans yang sedang serius memperhatikan, tiba-tiba ada yang memegang pundak lebarnya dari belakang.
"Kau, yang tadi bercanda bersama anak ini, kan?" orang itu menunjuk seseorang yang tepat berada di sebelahnya.
"Tidak, Aku bahkan tidak mengenalnya," jawab Frans singkat.
"Jangan bohong, dia sendiri yang mengatakannya kepadaku setelah Saya bertanya kepadanya," selidik salah satu pengurus OSIS.
"Sudah kukatakan tidak, Kak!" Frans mengelak. Daripada mendengar pengurus OSIS itu, si pemilik bahu lebar itu lebih baik memperhatikan pengumumannya. Akhir kata, sang Ketua OSIS menutup pengumumannya.
Di dalam isi pengumumannya dikatakan bahwa, murid-murid baru dipersilahkan mengelilingi sekolah dan tentu boleh bertanya-tanya dengan pengurus-pengurus OSIS. Telah diberikan waktu 1 jam untuk berkeliling SMA favorit ini, setelah itu murid-murid baru dipersilahkan untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
Terlihat banyak murid-murid lain yang berkeliling bersama teman-temannya di SMP dulu, terkecuali Vanilla. Dia baru saja pindah dari kota Colmar ke ibukota negara penghasil anggur ini, yaitu Paris. Tentu saja, Dia tidak memiliki teman untuk diajak berkeliling, setidaknya ada note yang selalu menemaninya.
"Hei, kau tampak seperti tersesat .... " Vanilla menoleh ke sumber suara. Vanilla tercengang.
"Halo, namaku Travis Roui dari kelas 3," tampak seorang lelaki berparas menawan dengan rambut coklat dan ocean eyes miliknya, "Aku kasihan kepadamu, kau sepertinya tidak ada teman disini," Travis menepuk pundak Vanilla.
"Me-memang, aku baru saja pindah ke kota ini, dan ... sayangnya teman-temanku tidak ada yang bersekolah di sini .... " Vanilla tiba-tiba gugup dan mulai mengepalkan tangannya.
"What a pity ... untungnya ada Aku yang dengan senang hati menemanimu kali ini sampai kau mendapatkan teman. Hmm Aku cukup yakin, sih kalau orang sepertimu ini akan mendapatkan banyak teman," jelas Travis.
"Kakak peramal ya?" tanya Baekhyun bergurau yang kemudian diselingi tawa sang idola SMA favorit ini. Tak jauh dari mereka, tampak seseorang yang memerhatikan mereka berdua. Orang itu menampakkan sengirannya.
Mereka -Vanilla dan Travis- berbincang-bincang selama perjalanannya mengelilingi SMA. Travis juga sempat bercerita tentang siswi-siswi seangkatannya yang menurutnya berparas cantik dan salah satu dari mereka, ada yang dia sukai. Mereka sudah tampak seperti sahabat saja. Sahabat? Jika demikian, mengapa ketika Travis bercerita tentang hal itu, Vanilla tampak muram? Apakah ada sesuatu yang mengganggunya atau ada kata-kata yang tidak berkenan di hatinya? Apakah Vanilla ada perasaan terhadap Travis? Tapi perasaan apakah itu? Disitulah Vanilla mulai mengepalkan tangannya lagi.
**
Satu jam selesai untuk berkeliling dan murid-murid baru yang telah resmi menjadi siswa SMA L'amour dipersilahkan pulang. Vanilla tak lupa untuk berpamitan dengan kenalan barunya itu, Travis Roui. Dengan muka yang masih muram dan lesu, Vanilla akhirnya pulang. Bukan ke rumahnya, melainkan pulang ke tempat peristirahatannya, di Cafe Eiffel Tower.
Di perjalanan, dia melihat-lihat orang disekitarnya. Ada keluarga bahagia yang sedang bermain bersama, ada sepasang kekasih yang sedang berduaan di kursi taman, dan ada juga yang sedang foto bersama teman-temannya. Tidak ada yang sendirian. Vanilla merasa orang yang terkucilkan. Tentu, si imut ini baru saja pindah ke ibukota sebulan yang lalu.
Sesampainya di Cafe, dia langsung menempati meja kosong di dekat jendela ... sendirian. Tak lupa untuk memesan makanan dan minuman yang tidak terlalu berat juga. Sambil menunggu, Vanilla menghembuskan nafasnya seperti melepaskan stress lalu menulis puisi dalam note kesayangannya itu.
Kuinjakkan kakiku di SMA
Di tempat seharusnya Aku berada
Angin terus berhembus kepadaku
Seperti akan terjadi sesuatu
Iya .... telah terjadi badai, akan perasaan
Ketika melihat surai hitam kecoklatan
....
"Eum .... Nak, ini pesanannya sudah siap," omongan pelayan menyadarkan Vanilla dari lamunannya.
"Oh iya, merci!" Vanilla membalas dan langsung meneguk secangkir moccachino itu. Tanpa disadari di depannya ada seseorang dengan tubuh yang lebih tinggi daripadanya dan bahu yang lebar.
"Ini belum selesai, ya? Tapi baru segini saja sudah menarik .... " Orang itu -Frans- membaca puisi Vanilla tanpa seizinnya sambil meneguk secangkir teh hangat.
Dengan cepat, Vanilla langsung mengambil note kesayangannya itu dari genggaman orang asing yang menjahilinya di saat upacara pembukaan.
"Hey, jangan memegangnya! Apalagi membacanya!" Vanilla memperingati. Dia takut jika .... "Apa? Kau takut jika aku tahu kau memiliki perasaan kepada kakak kelas itu?" tanya Frans dalam.
Sialan, bagaimana Dia mengetahuinya?
Vanilla tercengang ketika mendengarnya. Bagaimana dia bisa tahu? Apakah terlalu jelas baginya? Dia terhening sejenak.
"Lah, kakak kelas siapa? Aku bahkan belum berkenalan dengan siapapun ... termasuk dirimu," jelas Vanilla sambil mengalihkan pandangan. Dia malas melihat mukanya.
"Aku ... melihatmu,"
"Eh, maaf ini Ibuku menelfon. Sepertinya dia memintaku untuk pulang. Sampai jumpa nanti!" Vanilla dengan beraninya memotong ucapan Frans. Sebenarnya dia berpura-pura agar tidak ketahuan.
Vanilla membereskan makanannya dan siap untuk pergi. Namun tangannya ditarik oleh Frans. Dia bertanya, "Tunggu ... kita belum berkenalan!"
"Haruskah kita? Kurasa tidak perlu," dengan muka sombongnya Vanilla membalas dan segera menyingkirkan tangan si pemilik rambut jambul itu darinya.
"Namaku Frans Hart! Kau harus ingat itu! Aku akan mencari tahu namamu!" teriak Frans seiring Vanilla pergi menjauh dari posisi awalnya.
Kenapa aku jadi malu begini, ya?
**
Setibanya Vanilla di dalam rumah, dia langsung beranjak ke kamar dan merebahkan tubuh 'kecil'-nya di atas kasur. Dia lelah ... Dia lelah akan kejadian-kejadian yang menimpanya hari ini. Perasaan tersembunyi terhadap kakak kelasnya, Travis Roui dan ketahuan oleh orang yang menjahilinya tidak lama ini, Frans Hart.
Soal perasaan Vanilla terhadap kakak kelasnya itu masih abu. Dia tidak tahu apa perasaan yang dirasakannya saat ini. Suka? Bukan, kagum? Bukan. Lalu apa?
Cinta? Apakah ini yang dinamakan cinta? Perasaan yang dialami ketika melihat seseorang saat pertama kali bertemu? Tentu bukan. Ini konyol! menurutnya.
Vanilla tidak ingin ambil pusing. Dia berharap perasaan ini akan hilang, setidaknya hari ini.
Ngomong-ngomong, Vanilla cukup kesal dengan tingkah si bahu lebar itu. Apaan sih? Kayak sudah dekat saja. Tapi di sisi lain, si pemilik rambut pirang ini penasaran dengan tingkah anak itu. Mengapa dia terus mengikuti Vanilla?
"Argh, cukup untuk hari ini! Aku ingin ti--"
"Vanilla, Ibu pulang!" salam Ibunya yang tidak sengaja menggagalkan niat anaknya itu untuk tidur.
"Selamat datang, Bu!" balasnya dengan nada tinggi dan Vanilla kembali merilekskan badannya untuk tidur.
Ibunya yang telah meletakkan tasnya di atas meja ruang tamu, lalu berjalan ke arah kamar anak semata wayangnya itu. "Van, gimana hari pertamamu? Apakah kau langsung mendapatkan teman? Sekolahnya bagus, ya? Ibu yakin disana anak-anaknya baik-baik semua," sederet pertanyaannya itu tidak satupun dijawab oleh Vanilla.
Hmm ... sepertinya Dia lelah. Ibunya menyingkirkan poni anaknya dan mengecup dahinya. Kemudian dia keluar dari kamar.
**
Sekitar beberapa menit yang lalu Frans ditinggal pergi oleh Vanilla. Frans yang terus menguntitnya sudah lelah untuk hari ini. Dia seperti orang yang tidak ada kerjaan.
"Kenapa Kau melamun? Ayo dimakan makanannya!" pinta sang kekasihnya, Wendy yang membangunkan Frans dari lamunannya.
Frans dan Wendy, mereka telah berhubungan kurang lebih 2 tahun. Dimulai pada saat mereka masih duduk di bangku SMP. Mereka memang pada saat itu seperti sepasang kekasih yang bahagia, bahkan banyak teman-temannya yang mendoakan mereka agar menjadi sepasang suami dan istri. Namun, tidak dengan sekarang.
"Wendy, Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu," ujar Frans.
"Tidak sampai Kau menghabiskan makanannya!" pinta Wendy yang langsung ditolak oleh Frans.
"Aku ingin mengakhiri hubungan kita ...." singkat, padat, dan jelas.
Wendy yang sedang menikmati sajiannya tiba-tiba terbatuk-batuk. "Apa? Jadi kita putus begitu? Apa kamu yakin? Kita telah berhubungan selama 2 tahun bahkan lebih, Frans ... kita bisa saja melanjutkan ini sampai ke pelaminan, dan Kau ingin mengakhirinya? Kau mengajakku ke sini hanya ingin berkata begitu?" pertanyaan berantai dari sang kekasih.
"Wendy, Aku--"
"Ya ya ya! Ah Wendy, Aku lelah menjadi kekasihmu. Sangat membosankan dan Aku telah menemukan yang lebih baik darimu. Iya Frans .... Aku tahu kau akan bicara seperti itu! Alasan bodoh dari seorang pria! Cukup! Aku membencimu .... Frans!" Wendy yang sudah muak dengan kekasihnya itu, langsung pergi meninggalkan Cafe tanpa membayar terlebih dahulu kepada kasir.
"Um, Pak .... Saya yang membayar!" jelas Frans Hart yang baru saja putus hubungan dengan sang 'mantan' kekasih.
Hmm .... perkataanmu memang benar, Wen.
**
Suasana senja memang menjadi teman bagi si pemilik mata samudera ini -Travis Roui- ini. Melihat langit oranye dan awan sirus adalah pemandangan yang indah bagi Travis jika dilihat dari jendela kamarnya. Dia pendiam, suka sekali melamun walau sebenarnya di sekolahnya tidak. Tentu, semenjak orang tuanya bercerai, Dia tinggal bersama ayahnya. Bagi Travis, Ayahnya itu tidak bisa diajak bicara dan Ayahnya sibuk bekerja. Jadi, Travis selalu sendirian di rumah sampai lampu tidur dunia muncul di langit malam.
Kring ... Kring ... Kring ...
Siapa itu? Jarang ada yang bertamu, ungkapnya.
Travis beranjak dari kamar dan membuka pintu depan rumahnya. "Atas nama Belle Roui?" Ah, ternyata ada yang mengirim paket, pikir Travis.
"Iya ... itu Ibu saya," jawabnya singkat. Pengirim paket menyerahkan lembaran yang harus ditandatangani lalu menyerahkan paketnya. Travis menutup pintu dan kembali ke kamarnya untuk melihat isi dari paket yang dikirim Ibunya.
"Ah ... Aku merindukanmu, Ibu!" ungkap Taeyeon setelah membaca surat dari Ibunya.
Travis~
Ternyata, sudah 7 tahun lamanya kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu? Bagaimana kabar Ayahmu? Kamu sudah SMA, ya? Wah ... anak Ibu sudah besar ternyata. Kalau dihitung-hitung, sekarang tahun terakhirmu di SMA, kan? Semangat belajarnya! Jangan pikirkan hal-hal yang tidak penting dulu. Kamu mau jadi penyanyi, kan? Maka dari itu, Kamu jangan berhenti berlatih! Oh iya, ini Ibu belikan kamu note dengan cover Cars. Jangan dikosongkan, ya ... isilah dengan curahan hatimu atau dengan lirik lagu buatanmu. Ibu mendukungmu, menyangimu, dan merindukanmu.
Air mata menetes dari mata indahnya. Ini bukan pertama kalinya dia menangis karena Ibunya. Pertama dia tahu tentang perceraian orang tuanya, dia menangis kencang. Dia sangat menyayangi Ibunya, namun hak asuh jatuh ke tangan Ayahnya. Tapi, kini si pemilik surai coklat ini telah dewasa ... dia bukan anak kecil lagi yang bersikeras menetap bersama orang yang disayanginya. Yang penting, aku masih bisa berkomunikasi lagi denganmu, ujarnya.
**
"Vanilla, bangun! Sudah pukul 9 malam ini! Lama sekali tidurnya!" Vanilla yang sedang tertidur pulas dibangunkan oleh ibunya. Vanilla sontak membuka matanya dan merapikan rambut pirangnya yang berantakan.
"Aduh .... jadi pegal-pegal begini," ungkap Vanilla yang langsung dibalas oleh ibunya, "Tentu saja, itu akibatnya kalau kelamaan tidur. Ayo, makan dulu ... Ayah juga sudah pulang .... "
Setelah mencuci muka mulusnya itu, Vanilla langsung pergi ke ruang makan. "Good evening, Dad!" sapanya.
"Good evening too, dear! Baru bangun, ya?" tanyanya yang langsung dianggukkan oleh anaknya itu.
"Ayah membelikan makanan kesukaanmu, lho!" Ayahnya mengeluarkan belanjaannya dan menyerahkannya kepada Vanilla.
"Wah ... Ayah tahu saja!" Vanilla yang semula menampakkan muka bare face-nya itu, langsung berubah menjadi lebih hidup. Chocostrawberry ... makanan kesukaan sepanjang masanya. Tidak ada yang bisa menggantikan.
"Habiskan itu nanti! Sekarang makan dulu pasta-nya!" pinta Ibunya.
Berawal dengan suasana tenang di meja makan dan ketika Ibunya sudah selesai makan, Dia berkata sesuatu kepada anaknya, "Van, tadi ibu bertanya kepadamu ketika ibu baru pulang, namun Kamu sudah tertidur."
"Ibu bertanya apa?" tanya Vanilla.
"Bagaimana dengan hari pertamamu di sekolah? Apakah Kau langsung mendapatkan teman?" pertanyaan itu membuat si pemilik kulit porselen berhenti makan sejenak.
"Van--"
"Oh ... baik-baik saja, kok! Seniornya ramah, begitu juga dengan para masukan baru. Kalau masalah sudah dapat teman atau belum ... tentu saja belum. Aku belum berbicara pada siapapun. Aku masih malu," jelasnya yang beberapa dari pernyataannya itu dusta.
"Oh, tidak apa-apa. Mungkin saat kau sudah berada di kelas. Tenang saja, orang baik sepertimu pasti mendapatkan banyak teman," dukung Ibunya.
"Semoga saja, ya ...."
**
Keesokan harinya, Vanilla pergi ke sekolah lagi. Menurut si mungil itu, akan ada pembagian kelas dan belum mulai kegiatan belajar-mengajar. Vanilla juga berharap agar dia tidak satu kelas dengan si pemilik bahu lebar yang kemarin menguntitnya ke Cafe.
Sesampainya di sekolah, semua murid baru berjalan menuju lapangan. Di sana ada guru-guru yang telah berjajar di depan mereka. Beberapa murid baru, terkhususnya perempuan berteriak heboh ketika ada guru yang menurut mereka itu berparas tampan, namanya Mr. Max.
Vanilla yang tidak peduli dengan wajah-wajah para guru di depan, dia sibuk memainkan ponselnya. Seperti biasa, dia membuka timeline dan itu semakin memperlihatkannya bahwa dia itu 'jomblo'.
"Selamat pagi, Anak-anak!" sapa sang Kepala Sekolah yang kemudian dibalas oleh semua murid.
"Hari ini akan ada pembagian kelas dan belum diadakannya kegiatan belajar-mengajar," seperti yang Vanilla pikirkan, "dan bisa kalian lihat di depan, merekalah guru-guru yang akan mengajari kalian di sini. Di sebelah sana ada guru favorit senior kalian, Mr. Max!" seketika beberapa murid baru berteriak heboh ... lagi.
Para guru memperkenalkan namanya dan di bidang apa mereka mengajar. Selesainya, Kepala Sekolah menambahkan sepatah kata, "Setelah pembagian kelas, akan diadakan demonstrasi dari berbagai ekstrakulilkuler di SMA ini."
Yes ... Aku ga sabar liat kakak kelas yang ganteng. Pasti kebanyakan dari club basket.
Aaa!!! Aku tidak sabar!
Yah ... pulangnya lama dong ... itulah berbagai ungkapan dari beberapa murid baru.
Tidak dengan Vanilla yang tidak terlalu peduli dengan hal itu. Kemudian, Kepala Sekolah menutup pidatonya itu dan mempersilahkan Ms. Eugene untuk mengumumkan nama-nama murid di setiap kelas. Si pemilik surai pirang yang tadi tengah mengabaikan pengumuman dari Kepala Sekolah ... kini fokus memperhatikan.
Nama-nama murid dari kelas A, B, dan C telah diumumkan, dan hanya dua kelas lagi yang belum diumumkan. "Sekarang kelas D ... Penelope Schwartz, Rosalia Pale, John Smith, Amber Josephine Liu, Terrence Mist, Vanilla Vanval," sudah hampir 20 murid yang disebutkan dan Vanilla belum mendengar nama Frans Hart, "... Jessica Gerrald, Frans .... "
Oh tidak, Aku sekelas dengannya, Vanilla berkeluh kesal.
"... Fransillia Huff, dan Jane Yu," Baekhyun seketika lega. Itu berarti Frans Hart berada di kelas E. Dia akan menjadi anak dari kelas tetangga Vanilla. Yah, dia pasti akan menggangguku terus ... tidak ada bedanya, pikir Vanilla.
Siswa-siswa yang telah mendapatkan kelasnya masing-masing, diminta untuk masuk ke kelasnya dan diarahkan oleh wali kelasnya. Kelas Vanilla, kelas D letaknya tidak terlalu jauh dari lapangan. Kelasnya berada di lantai 3 ... bersebelahan dengan kelas C dan E.
Sesampainya, mereka langsung duduk di bangku yang mereka pilih. Amber, merupakan teman sebangkunya dengan spontan langsung memperkenalkan dirinya. Vanilla dengan senyum manisnya membalas sapaan Amber dan bersalaman.
Mereka tampak sudah seperti kawan lama ... toh mereka sedari tadi terus berbincang-bincang.
Sekitar setengah jam, murid-murid baru tengah sibuk di kelasnya masing-masing. Setelahnya, mereka diminta untuk pergi ke lapangan lagi untuk menyaksikan demonstrasi ekstrakulikuler.
Vanilla dan Amber mencari posisi yang nyaman untuk diduduki, lalu mulai mengarahkan pandangannya ke depan. Tidak lupa mereka juga terus berbincang sebelum acara dimulai dan suara dari Ketua OSIS memecahkan suasana kebisingan di lapangan.
"Selamat pagi!" sapanya yang kemudian dibalas oleh semua murid baru ... kali ini Vanilla ikut menyumbang suaranya.
"Baik, dalam kesempatan kali ini ... kita akan memulai acara demonstrasi dari berbagai ekstrakulikuler! Diawali dari Band. Anggota band ... kalian dipersilahkan tampil!" jelas sang Ketua OSIS dan anggota band pun langsung berdiri di depan.
"Di ... Dia .... "
Sang vokalis membenarkan posisi mic-nya dan mulai memperkenalkan diri.
"Bonjour, namaku .... "
TRAVIS ROUI, ucap Travis dan Vanilla bersamaan.
"Saya tidak akan banyak bicara ... langsung saja ke lagu pertama, 11:11, please enjoy!" serunya dan suara alunan akustik pun mulai berbunyi.
Travis dengan indahnya menyanyikan lagu ciptaannya itu. Suara malaikatnya itu bagaikan panah cinta yang mampu membidik siapapun yang mendengarnya, terkhususnya kepada si pemilik surai pirang yang sedari tadi terdiam oleh lamunannya.
"Travis!" Amber berteriak yang membuat telinga Vanilla berdenging kuat, karena nada tinggi temannya itu, "Van ... bukankah Dia sangat amazing? Aku jadi ingin dilatih olehnya," lanjut Amber.
Iya ... Dia memang luar biasa, gumam Vanilla dalam hati.
Tak terasa Travis telah membawakan dua lagu, dan satu lagu lagi akan menjadi akhir dari penampilannya.
"Ini lagu terakhir yang akan kita tampilkan, jadi Saya harap kalian cukup menikmatinya," kata Travis yang diakhiri dengan senyum manisnya, dan tentu membuat beberapa murid-murid baru terbidik oleh senyumannya.
Aaa!!! Dia sangat perfect!!!
Sepertinya besok Aku sudah terbaring di alam lain!
Berhentilah membuat suaraku habis!
Travis pun mulai bernyanyi dan kali ini Travis tidak sempat menonton, karena Dia sedang berada di toilet.
**
Sudah dua club yang telah tampil dan yang ketiga adalah club basket. Club yang paling dinantikan oleh semua perempuan dari kumpulan para murid baru. Ya, seperti dugaan mereka ... di depan berjajar laki-laki dengan paras ksatrianya. Sontak para perempuan berteriak dengan kerasnya.
"Bonjour!" sapa sang Ketua Basket yang langsung disapa kembali oleh murid-murid baru dengan meriah, "Dalam kesempatan kali ini, kami akan menampilkan cara bermain kita dengan bola basket. Are you feel excited?" tanyanya yang kemudian disetujui oleh penonton.
Tidak banyak bicara, mereka pun mulai bermain basket. Mereka bermain layaknya dalam sebuah pertandingan dan tentu membuat jiwa para penonton masuk ke dalam dunianya. Di sisi lapangan terdapat cheerleaders yang sedang bersorak-sorak dan mereka menjadi pusat perhatian bagi beberapa laki-laki baru.
Tiap ekstrakulikuler diberi durasi untuk tampil oleh panitia dan itu tidak cukup lama. Maka dari itu, pertandingan hanya berlangsung selama 10 menit. Selesainya, sang Ketua Basket mempersilahkan siapapun yang ingin menampilkan gaya bermain basketnya.
"Perkenalkan namamu, Bro!" pinta sang Ketua Basket.
"Bonjour! Namaku Frans Hart dari kelas 1-E," sapanya.
Vanilla yang tercengang saat Travis menyuarakan namanya langsung menundukkan kepalanya. Saat ini, Dia sedang tidak ingin melihat muka si bongsor itu. Apakah ini yang dinamakan salah tingkah?
Beberapa murid pun maju ke depan setelah Frans memperkenalkan dirinya. Mereka yang maju ke depan diminta untuk bertanding selama 2 menit dan ketika mereka sudah dibagi tim, permainan pun mulai.
Saat Frans bermain basket, di situlah karismanya memancar. Murid-murid baru terpesona olehnya ... bahkan kakak kelas, namun tidak dengan Vanilla. Tentu, sedari tadi Dia terus menundukkan kepalanya.
"Hey! Vanilla jangan tidur!" kata Amber yang hanya dibalas dengan gelengan kepala.
Waktu bermain tersisa 45 detik lagi dan permainan pun semakin tegang karena score antar kedua tim seri. Meskipun ini bukan pertandingan resmi, namun mereka semua yang berada di sekitar lapangan terbawa suasana.
Frans yang sedang mengoper bola ke teman satu timnya, meleset dan tidak sengaja mengenai kepala seseorang cukup keras. Vanilla pun langsung menghampiri orang itu dan Dia berharap orang itu tidak apa-apa. Namun, harapannya buyar ketika orang itu menampakkan wajahnya. Vanilla Vanval, Dialah orangnya.
"Ka-kau tidak apa-apa kan?" tanya teman Vanilla -John- yang berada di belakangnya. Vanilla yang awalnya merasa sangat kesakitan, tiba-tiba rasa sakitnya hilang ketika melihat sesosok yang menghampirinya. Mereka berdua -Frans dan Vanilla- tampak terdiam sambil bertatapan muka yang kemudian dipecahkan oleh suara peluit.
Frans meminta bolanya kembali dan Dia mendekat ke area timnya. Pertandingan selesai dan mereka yang berani maju diberi hadiah oleh club basket. Lalu mereka dipersilahkan kembali ke barisan kelasnya masing-masing. , yang tadi maju ke depan langsung diserbu oleh teman-temannya ... yang jelas untuk melihat hadiahnya, termasuk Amber.
"Van? Kenapa sedari tadi terus terdiam?" tanya Penelope.
Bukan apa-apa ... gumam Vanilla.
**
Selepas demonstrasi selesai, murid-murid baru dipersilahkan untuk mengunjungi stan-stan ekstrakulikuler yang berjajar di aula sekolah. Di situlah tempat untuk meminta formulir pendaftaran dan juga konsultasi dengan senior.
Vanilla saat itu terpisah dengan teman-temannya karena yang lain mayoritas menyerbu club band dan club dance. Vanilla terus berjalan dan menemukan stand english club. Menurutnya, komunitas itu berisi anak-anak baik dan kegiatan-kegiatannya menarik juga.
"Wah! Akhirnya ada juga yang tertarik dengan club ini, Tiff!" Jessica, sang Ketua English Club tampak gembira dengan kedatangan the first new intern.
"Ini formulirnya," Tiffany memberikan selembaran kepada Vanilla, "Mengapa Kau berpikiran untuk masuk ke sini?" lanjutnya.
"Aku suka dengan club ringan seperti ini. Aku juga suka berbahasa Inggris ... begitulah!" jelas Vanilla yang langsung dimengerti oleh Jessica dan Tiffany.
"Datanglah ke rapat pertama kita minggu depan, ya! Kami sangat menunggu kehadiranmu dengan anggota baru yang lain ... jika ada." ujar Jessica dengan penuh harapan.
Di sisi lain, teman-temannya masih sibuk mengantri di stan band dan stan dance. Di sana terlihat Amber yang sedang berbicara dengan Travis. Vanilla terdiam sejenak di antara kerumunan orang banyak. Travis yang sedari tadi malas terus melihat muka Amber, menyempatkan melihat sekitar selagi berbicara. Dia menemukan tubuh mungil di antara kerumunan orang.
"Vanilla! Kemarilah!" panggil Travis yang membangunkan lamunan Vanilla. Lantas Vanilla menghampirinya dengan gugup.
"Ka-kalian ... saling kenal?" tanya Amber bingung.
"Iya, kami berkenalan pada saat upacara penerimaan siswa baru. Dia tampak seperti anak yang sedang mencari induknya ... saya kasihan padanya. Maka dari itu saya menghampirinya." jelas Travis dengan rinci yang membuat mulut Amber terbuka setelahnya.
Vanilla yang berdiri di samping Travis, sedari tadi tampak bergetar. Travis langsung tanggap dan bertanya. Namun, hanya dibalas dengan gelengan kepala.
Pada kala itu, Vanilla tak sengaja bertatapan dengan Frans yang posisinya tidak jauh dari Travis. Si pemilik surai pirang itu merasa ada yang janggal di hatinya. Perasaan yang berbeda ketika bertatapan dengan Travis. Karena takut akan kelainan hati, Vanilla segera menjauh dari posisi awalnya.
One shot, two shot at once...
**
Sudah sekitar 2 jam yang lalu semua murid SMA L'amour pulang sekolah. Tidak dengan Vanilla yang tengah tertidur di atap sekolah. Vanilla yang telah bangun dari tidurnya, berjalan menuju pintu keluar. Begitu nyenyaknya, si mungil ini tidak sadar kalau pintu telah dikunci beberapa menit yang lalu.
"Oh tidak! Bagaimana ini? Tidak mungkin jika aku bermalam di sini! 'Kan tidak lucu!" Vanilla mulai panik.
"Kau tidak sendirian .... "
"Siapa itu?" Vanilla kaget ketika ada seseorang yang berbicara tidak jauh darinya.
Orang misterius itu mendekat ke arah Vanilla keluar dari bayangan dan berkata, "Jadi ini yang telah merebut hati Frans Hart, hm?"
"A-apa maksudmu?" tanya Vanilla gemetaran.
"John, tentu Kau mengenalku. Kita satu kelas, Baekkie," jelas John yang membuat Vanilla tambah kebingungan.
"Mengapa Kau di sini? Seingatku hanya dirikulah yang sedari tadi di sini!" tanya Vanilla minta penjelasan.
"Bukan urusanmu. Lagipula, kau lemah sekali tidak bisa membuka pintu ini. Ini tidak terkunci."
Setelah itu mereka berdua keluar.
Vanilla yang telah turun dari atap sekolah, segera beranjak pulang. Meletakkan earphone di telinganya menjadi suatu hal yang dibatalkan olehnya, karena Dia seperti mendengar suara tangisan di tangga lantai 4 yang tepatnya tangga menuju atap sekolah.
"John ... apakah itu Kau?" tanyanya sambil berjalan kembali ke atas, "Ada apa? Apa Kau terjatuh?"
Vanilla yang sudah berada di tangga lantai 4, tidak melihat siapapun. Dia sempat berpikir bahwa orang yang menangis tersebut bukan di tangga lantai 4. Kemudian, Dia menulusuri di lorong lantai 4 untuk mencari orang yang menangis dan menurut si pemilik badan mungil itu adalah John. Namun, suara tangisan itu tetap saja terasa berasal dari tangga dan seketika Vanilla mulai merinding. Vanilla mulai berkhayal dan itu sangat mengganggunya.
"Tidak ... tidak mungkin itu hantu!" gumamnya meyakinkan.
Dengan cepat, Vanilla berlari ke bawah namun sesosok lelaki berbalutkan seragam sekolah dan bersuraikan coklat muncul di hadapannya. Sontak Vanilla histeris akan kehadirannya.
"Ah! Kakak membuatku kaget!" ungkap Vanilla.
Dia -Travis Roui- yang sempat dikira hantu oleh adik kelasnya itu. "Sedang apa kau di sini? Aku kira Kau sudah pulang ... sekolah sudah sepi," tanyanya bingung.
"Um ... tadi aku ... habis dari atap sekolah. Ingin lihat lingkungan sekolah dari atas," jelasnya pada Travis yang selalu saja diiringi dengan kegugupannya.
"Van, Kau tampak gemetaran ... ada apa?" tanya Travis yang sontak membuat Baekhyun terdiam. Ah, apa Aku harus jujur saja padanya? gumam Vanilla dalam hati.
"Um, ta-tadi aku mendengar suara tangisan ... di tangga lantai 4. Aku kira itu suara temanku, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Itu membuatku takut," jelasnya yang sebenarnya bukanlah sebuah dusta.
"Oh begitu ... maaf jika aku tidak sempat menceritakan kisah menyedihkan di sekolah ini." balas Travis.
"Kisah apa? Ta-tapi kalau Kakak mau cerita, menurut Aku jangan di sini ... takutnya ... ya," ujar Vanilla menyarankan.
"Mau membicarakan ini di Cafe de Flore? Itu tempat yang bagus untuk berdiskusi," tawar Travis yang kemudian disetujui oleh adik kelasnya itu.
Can I call this as my first date? pikir Vanilla.
**
Suasana paripurna menghiasi taman di sekitar Eiffel Tower. Seperti biasa, dikelilingi oleh keluarga bahagia yang sedang bermain, sepasang kekasih yang sedang bermesraan, dan kumpulan remaja yang sedang berfoto-foto.
Situasi ini sudah menjadi hal yang biasa dilihat oleh si pemilik rambut jambul. Dia datang ke sini bisa dikatakan ... setiap pulang sekolah. Daripada menunggu orang tuanya pulang di rumah dengan tidak melakukan apa-apa, Frans lebih baik berkeliling taman dengan anjingnya ditemani dengan buku novel tebalnya.
Dilihatnya bangku taman kosong di hadapannya, dengan segera dia mendudukinya dan membiarkan anjingnya bebas berkeliaran sementara. Dia terus membaca buku novelnya dengan serius. Tidak disangka seorang Frans Hart suka membaca buku ... dan parahnya bukunya bisa dibilang tebal bagi orang yang tidak suka membaca.
"Serius sekali membacanya .... " Frans seketika terbangun dari alam fantasinya lalu menengok ke arah sumber suara.
"Eh, Georgie! Kau mengagetkanku saja. Kau sedang apa di sini? Aku kira anak seumuranmu tidak diizinkan keluar rumah pada sore hari. Apa Kau bersama orang tuamu?" Dia -Georgie McKennie- mendatangi sepupunya, Frans Hart.
"Aku ke sini bersama nenek. Aku bosan di rumah terus," Georgie mem-pout-kan bibirnya, "Habisnya aku tidak punya teman bermain di rumah. Aku berharap mempunyai adik atau kakak."
"Hm, Kau bisa meminta itu pada orang tuamu ... hahaha!" kata Frans. "Bagaimana jika kakak menemanimu? Kakak juga di rumah tidak ada yang bisa diajak mengobrol. Bagaimana? Tapi kakak hanya bisa menemanimu sampai pukul 7 malam. Tidak apa-apa, kan?" lanjutnya.
"Iya, tidak apa-apa! Pukul 6 sore orang tua Aku sudah pulang dari kantor. Nanti kakak ikut makan malam, ya!" kata Georgie yang diiringi senyum manisnya.
"Iya, Dek!" jawabnya singkat sambil mengacak-acak rambutnya. "Oh iya, di mana nenek? Bukankah tadi kau bilang Kau bersamanya?" tanya Frans.
"Itu di situ," Â Georgie menunjuk dengan jari mungilnya, "Dia sedang membelikanku es krim."
Setibanya Nenek Georgie datang, Dia kemudian memberikan es krimnya.
"Eh ... Frans Hart, ya? Wah kau sudah besar, ya!" sapa Nenek Georgie lalu dibalas dengan anggukan oleh lawan bicara.
"Sudah 2 tahun nenek tidak menjumpaimu. Bagaimana keadaanmu? Sudah kelas berapa sekarang?" tanyanya.
"Aku baik-baik saja ... Ayah dan Ibu merawatku dengan baik, hingga sekarang aku sudah duduk di bangku SMA," jawab Georgie dengan nada sopan.
"Syukurlah ... Georgie, apakah kau mau seperti Kakak Frans kelak kau sudah dewasa?" sang Nenek tidak lupa untuk tidak terus mengabaikan cucunya itu.
"Um~ Aku ingin tumbuh tinggi dan tampan seperti Kak Frans!" Jihoon berambisi.
"Kalau begitu, jangan lupa banyak minum susu dan makanan yang bergizi, ya!" ujar Frans sambil menyetarakan tubuhnya dengan tubuh Georgie.
"Oui~" balas Georgie.
Anjing milik Frans yang tadi dibiarkan akhirnya kembali setelah berkeliaran. Frans yang didatangi anjingnya itu langsung mengusak-usak rambut tebal hewan peliharaan kesayangannya itu. Georgie yang merasa gemas dengan anjing itu dengan langkah kecilnya Dia menghampiri.
"Georgie! Hati-hati ... Frans, apakah dia tidak menggigit?" Nenek mereka khawatir.
"Tidak, kok! Dia sudah jinak semenjak aku pertama kali memeliharanya. Dia aman!" jelas Frans.
Georgie tertawa ketika anjingnya itu menjilat-jilat pipi gemuknya. Lucu sekali~ pikirnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore dan sekarang untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
**
Alunan musik klasik Prancis mengiringi suasana mewah di Cafe de Flore. Keramaian akan pelanggan terus menjadi hal yang biasa dialami oleh para pelayan yang bekerja di sana. Namun, suara bising tersebut tidak akan saling mengganggu antar pendatang.
Vanilla dan Travis berada dalam waiting list. Butuh waktu setengah jam agar mereka mendapatkan meja mereka dan itu bukan hal yang menjadi masalah bagi mereka berdua. Mereka sempat ke toko roti dan toko cemilan untuk mengisi kulkasnya masing-masing. Kemudian, mereka kembali ke Cafe setelah 25 menit menunggu.
"Atas nama Vanilla Vanval dan Travis Roui, meja kalian sudah siap!" panggil sang pelayan dan kemudian mereka dengan segera mengambil tempat duduk mereka dan pelayan menyerahkan daftar menu.
"Woah ... di sini menunya enak semua!" ungkap Vanilla.
"Oh iya, Kau baru pertama kali ke Paris, ya! Cafe ini memang sangat populer karena menu dan desain bangunannya yang klasik. Di sini juga sering dikunjungi oleh beberapa seniman untuk berbagi gagasan mereka dalam hal seni. Paris memang kota yang indah. Kau harus tau itu!" jelas Travis lalu dibalas dengan anggukan oleh adik kelasnya itu.
"Kalau begitu, Aku akan pesan Tarte au citron dan Caf Viennois." pinta Vanilla yang langsung dicatat oleh pelayan.
"Pilihan bagus. Kesegaran rasa asam lemon dirasakan, rasa menyegarkan tidak terlalu manis. Kue Prancis yang terlalu manis untuk orang Jepang. Pelacur lemon dianjurkan saat Anda ingin makan hal-hal ringan. Wiewer kopi disajikan dengan menyajikan krim segar pada gelas anggur," jelas sang pelayan yang membuat Vanilla tidak sabar merasakannya.
"Bagaimana denganmu, Kak?" tanya Vanilla.
"Aku pesan Mille Feuilles dan Caf Crme," pinta Travis dan itu membuat sang pelayan mengakhiri tugas mencatatnya dan pergi menyerahkan pesanannya ke Chf.
"Jadi, kita mulai saja membahasnya?" tanya Travis yang langsung di-iya-kan oleh Vanilla.
"Sekitar Aku masih berada di kelas 1, ada kabar bahwa siswi SMA kita bunuh diri karena dia memiliki masalah dengan kekasihnya. Dia bernama Quinn Turner dan kekasihnya yang bernama Andrew Fist. Quinn yang masih amatir dengan dunia percintaan, mudah dipermainkan oleh seseorang yang dia anggap 'kekasih'. Dia terkenal anggun dan sexy, maksudku ... siapa, sih yang tidak menginginkan tubuhnya? Terkhususnya, Andrew," jelas Travis belum selesai.
"Jadi, maksudmu ... Quinn dilecehkan, kah?" tanya Vanilla polos.
"Awalnya kekasihnya ingin demikian, namun Quinn menolaknya karena dia takut akan hamil. Pada saat itu, Andrew memarahinya, bahkan hampir menyiksanya. Tapi, Andrew mengurungkan niatnya. Quinn ditinggalkan begitu saja di atap sekolah. Dia menangis dan menurut kabar dari teman terdekatnya, Charice bercerita bahwa Quinn yang pada saat itu sedang mencari apa arti kata dari cinta. Dan menurutnya, cinta itu sebuah kesakitan, cinta itu satu hal yang membuatmu menjadi orang yang gila. Cinta itu permainan. Jika kau menang, kau akan bahagia ... jika kau kalah, kau akan sengsara," jelas Travis panjang lebar sampai Dia tidak menyadari bahwa pesanannya sudah datang.
Vanilla yang sedari tadi serius mendengarkan cerita Travis, teralihkan oleh hidangan menyedapkan di depannya.
"Ah~ keliatannya enak!" Vanilla dengan segera menyantap pesanannya itu dan ketika Dia mengunyahnya, Dia merasa seperti di surga dunia.
"Mengapa ini enak sekali?" Travis yang melihat reaksi lucu Baekhyun hanya bisa terkikik.
"Pesanan Kakak terlihat enak. Itu krim keju, ya?" tanya Vanilla penasaran yang sebenarnya menginginkan Travis agar menyuapinya sesuap.
"Karakteristik Cafe de Flore adalah krim dua lapis. Jika Kau mencicipinya dengan baik, krim di lapisan bawah adalah krim vanilla yang tegas, lapisan atasnya adalah rasa ringan, seperti krim custard. Harmoni dari dua jenis krim itu menarik. Krim vanilla juga terasa seperti es krim. Mau mencobanya?" jelas Travis dan menyodorkan pesanan dia setelahnya.
Yah, tidak disuapi... gumam Vanilla sambil mem-pout-kan bibirnya.
Vanilla langsung menyicipinya dan benar, benar itu adalah krim vanilla, seperti namanya saja. Sungguh enak hingga dia lupa bahwa mereka di sini sedang bercerita.
"Oh iya, kulanjutkan," kata Travis memecahkan suasana Vanilla yang sedang menikmati pesanannya.
"Dia sedang mencari arti kata cinta dan menurutnya cinta itu buruk bagi Quinn. Dia tidak ingin dan takut merasakannya lagi, sehingga dia memilih bunuh diri dengan mencekik lehernya dengan dasi," lanjut Travis yang membuat Vanilla sedikit kehilangan nafsu makan.
"Kasihan ... Tadi Kakak bilang Dia mencekik dirinya dengan dasi, tapi bukankah sekolah ini memang tidak memakai dasi? Dan setahuku bunuh diri dengan kehabisan nafas, tidak akan membuatnya mati," tanya Vanilla minta penjelasan.
"Semenjak saat itu, sekolah kita meniadakan pemakaian dasi dalam rangka mencegah hal demikian terjadi kembali dan dasi merupakan hal buruk jika mengingat soal kejadian mendiang Quinn Turner. Kalau soal kehabisan nafas ... aku tidak terlalu mengerti juga. Tidak ada faktor-faktor lain yang menjadi penyebab kematiannya," jawab Travis.
"Jadi ... apakah ... yang kudengar tadi itu nyata?" tanya Vanilla tegang.
"Apa? Suara tangisan? Iya, itu memang Dia. Dia bunuh diri di sana ... dekat dengan tempat Dia hampir dilecehkan oleh Andrew Fist," balas Travis rinci namun singkat.
Vanilla seketika merinding mendengarnya. Namun, tidak dapat dipungkiri aroma khas tart lemon yang dipesannya membuat nafsu makannya bangkit kembali.
"Kak," panggil Vanilla.
"Oui?" tanya Travis.
"Aku berharap ... aku tidak bernasib sepertinya," Vanilla berharap.
"Tidak .... Aku tidak akan membiarkanmu bernasib seperti itu!" Travis memberikan harapan.
Vanilla senyum terhadap Travis yang membuat Travis membalasnya. Namun, apakah bisa Vanilla mendapatkan hatinya? Bagaimana dengan lelaki yang memanggilnya tadi di sekolah? Bagaimana dengan Frans?
Eh! Kok jadi memikirkannya? Tidak, tidak, tidak!
Kebetulan Vanilla sedang mengalihkan pandangannya ke samping dan melihat di sebrang ada laki-laki berbadan tinggi dan berbahu lebar sambil membawa anjing. Dia, Frans Hart yang sempat menjadi mimpi buruk Vanilla. Namun, si pemilik bibir merah tipis ini merasa sekarang ada perasaan berbeda terhadapnya. Perasaan apa itu?
**
"Bonjour, Frans! Dari mana saja?" sapa Ibu Frans yang tidak disangka sudah pulang lebih cepat dari biasanya.
"Eh, Ibu sudah pulang? Ayah juga? Tadi aku dari taman ... aku juga tadi bertemu Georgie dan Nenek," kata Frans sambil berjalan ke wastafel untuk mencuci tangannya.
"Iya, Ayah juga sudah pulang. Eh ... Kau bertemu nenek? Sudah lama Ibu tidak mengunjunginya. Maukah besok Kau menemani Ibu untuk berkunjung?" tanya Ibunya memohon.
"Boleh ... Aku juga mau menemani Georgie di rumahnya. Tapi, aku ke sana pada pukul 5 sore. Ibu biasanya pulang pukul 7 malam. Apa aku harus pulang ke rumah dahulu untuk menjemput Ibu?" tanya balik Frans.
"Besok Ibu menyempatkan pulang lebih awal. Tapi, sebenarnya kalau kau tidak bisa berangkat bersama ... itu bukan masalah. Kau boleh duluan, pasti Georgie menunggu," jelas Ibunya yang kian dimengerti oleh anaknya itu.
"Aku lelah ... kalau Ibu mau mencariku, aku ada di kamar, ya!" ujar Frans seiring Dia berjalan ke lantai atas.
**
Di sisi lain, di rumah Vanilla ... si pemilik mata beririskan coklat kayu itu langsung menggelatakkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Sepertinya dia cukup lelah untuk hari ini dan bisa dibilang sudah 2 hari Dia merasa lelah karena hal yang sama.
Vanilla yang tidak ingin banyak pikir, langsung memejamkan mata indahnya. Namun, dia tidak dapat langsung terbawa ke alam mimpi ... kini Dia tengah memikirkan sesuatu. Perkataan Travis sedang mengelilingi kepalanya. Quinn Turner, siswi yang sedang mencari arti kata dari cinta ... tewas dalam keadaan yang menyedihkan.
Dia pada saat itu seumur dengannya dan tujuannya sama ... mencari maksud dari cinta. Vanilla seketika takut. Tapi, memang siapa yang akan mempermainkan si mungil ini? Tidak mungkin seorang Travis Roui. Dia tidak pernah memiliki pikiran buruk terhadap kakak kelasnya itu.
Frans? nama itu seketika terlintas di pikirannya.
"Uh! Kenapa Dia selalu menghantui pikiranku, sih?" Vanilla berkeluh kesah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H