**
Setibanya Vanilla di dalam rumah, dia langsung beranjak ke kamar dan merebahkan tubuh 'kecil'-nya di atas kasur. Dia lelah ... Dia lelah akan kejadian-kejadian yang menimpanya hari ini. Perasaan tersembunyi terhadap kakak kelasnya, Travis Roui dan ketahuan oleh orang yang menjahilinya tidak lama ini, Frans Hart.
Soal perasaan Vanilla terhadap kakak kelasnya itu masih abu. Dia tidak tahu apa perasaan yang dirasakannya saat ini. Suka? Bukan, kagum? Bukan. Lalu apa?
Cinta? Apakah ini yang dinamakan cinta? Perasaan yang dialami ketika melihat seseorang saat pertama kali bertemu? Tentu bukan. Ini konyol! menurutnya.
Vanilla tidak ingin ambil pusing. Dia berharap perasaan ini akan hilang, setidaknya hari ini.
Ngomong-ngomong, Vanilla cukup kesal dengan tingkah si bahu lebar itu. Apaan sih? Kayak sudah dekat saja. Tapi di sisi lain, si pemilik rambut pirang ini penasaran dengan tingkah anak itu. Mengapa dia terus mengikuti Vanilla?
"Argh, cukup untuk hari ini! Aku ingin ti--"
"Vanilla, Ibu pulang!" salam Ibunya yang tidak sengaja menggagalkan niat anaknya itu untuk tidur.
"Selamat datang, Bu!" balasnya dengan nada tinggi dan Vanilla kembali merilekskan badannya untuk tidur.
Ibunya yang telah meletakkan tasnya di atas meja ruang tamu, lalu berjalan ke arah kamar anak semata wayangnya itu. "Van, gimana hari pertamamu? Apakah kau langsung mendapatkan teman? Sekolahnya bagus, ya? Ibu yakin disana anak-anaknya baik-baik semua," sederet pertanyaannya itu tidak satupun dijawab oleh Vanilla.
Hmm ... sepertinya Dia lelah. Ibunya menyingkirkan poni anaknya dan mengecup dahinya. Kemudian dia keluar dari kamar.