Tasawuf menekankan perenungan batin, zikir, dan kesederhanaan hidup, yang dapat disesuaikan dengan tradisi spiritual lokal. Selain itu, pendekatan tasawuf yang tidak konfrontatif membuat masyarakat lebih mudah menerima Islam, karena tidak ada paksaan untuk meninggalkan seluruh kepercayaan sebelumnya secara tiba-tiba. Ajaran tasawuf juga tidak memerlukan pengetahuan mendalam tentang syariat Islam yang formal, tetapi lebih menekankan pada praktik-praktik spiritual dan moralitas, yang lebih mudah diterima oleh masyarakat lokal yang beragam.
2. Para Ulama Sufi di Nusantara
Beberapa ulama besar yang berpengaruh dalam penyebaran Islam berbasis tasawuf di Nusantara antara lain:
a. Hamzah Fansuri, seorang ulama sufi besar dari Aceh, yang menulis banyak karya dalam bahasa Melayu dan dikenal karena pandangannya yang mendalam tentang tasawuf. Karya-karyanya berfokus pada hubungan mistis antara manusia dan Tuhan serta jalan menuju pencerahan spiritual.
b. Syamsuddin Pasai, ulama sufi dari Kesultanan Samudera Pasai, yang merupakan salah satu pusat penyebaran Islam pertama di Nusantara. Pengaruh tasawuf di daerah ini terlihat dari keberadaan zikir dan ritual-ritual sufi lainnya yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
c. Abdur Rauf Singkel, seorang ulama sufi dari Aceh yang belajar tasawuf di Mekkah dan membawa ajaran tersebut kembali ke Indonesia. Dia menulis banyak risalah tentang tasawuf dan mengajarkan metode spiritual yang menekankan hubungan langsung dengan Tuhan.
d. Nuruddin Ar-Raniri, seorang ulama sufi asal Gujarat yang kemudian menetap di Aceh. Ia dikenal karena perannya dalam menyebarkan ajaran tasawuf di kalangan masyarakat Aceh dan sekitarnya. Karyanya, seperti "Bustan al-Salatin," menekankan kebijaksanaan spiritual dan etika Islam yang tinggi.
Keempat ulama ini menunjukkan bahwa tasawuf memainkan peran besar dalam membentuk karakter Islam di Nusantara. Mereka adalah contoh nyata dari para ahli tasawuf yang membantu menyebarkan Islam dengan cara yang sesuai dengan kultur dan spiritualitas masyarakat setempat.
3. Pengaruh Syiah
Meskipun Syiah juga ikut serta dalam penyebaran Islam di Nusantara, pengaruhnya tidak sebesar tasawuf. Beberapa elemen Syiah dapat ditemukan dalam sejarah penyebaran Islam, tetapi secara umum, ajaran tasawuf lebih diterima dan menyebar lebih luas. Ini karena tasawuf lebih mudah berbaur dengan tradisi lokal dan lebih cocok dengan cara hidup masyarakat di Nusantara yang memiliki kecenderungan mistik dan spiritual.
Syiah mungkin meninggalkan jejak dalam bentuk tradisi-tradisi seperti perayaan Asyura, tetapi pengaruhnya tetap terbatas dibandingkan tasawuf. Tasawuf, dengan pendekatan yang lebih bersahabat dan spiritual, berhasil menanamkan akar Islam yang dalam di kalangan masyarakat Nusantara.