Rasa takut terhadap roh-roh halus yang dianggap dapat mengganggu acara menjadi salah satu pendorong dalam penyediaan sajian tertentu. Bubur sengkala disajikan sebagai cara untuk mencegah gangguan dari makhluk halus, mencerminkan kepercayaan pada kekuatan supranatural yang perlu dihadapi dengan tindakan preventif.
b. Hormat kepada Roh Leluhur
Dalam upacara ini, terdapat penghormatan yang tinggi terhadap roh-roh leluhur yang diundang untuk memberikan restu. Sajian tertentu disiapkan untuk menghormati roh-roh ini, seperti:
- Nasi Tumpeng: Disediakan untuk danyang desa sebagai simbol penghormatan kepada pelindung desa.
- Nasi untuk Wali Sanga: Sembilan nasi putih yang dibentuk dengan tangan, menunjukkan penghormatan kepada para wali yang berperan dalam penyebaran Islam di Jawa.
- Sajian untuk Nabi Muhammad dan Fatimah: Nasi yang dicampur dengan kelapa parutan dan ayam isian, merupakan bentuk penghormatan kepada tokoh sentral dalam Islam.
Upacara selamatan tingkepan menggabungkan elemen-elemen kepercayaan yang kompleks, di mana Dinamisme dan Animisme saling berinteraksi. Hari yang dipilih dan sajian yang disediakan tidak hanya memiliki makna simbolis tetapi juga merupakan refleksi dari harapan masyarakat Jawa terhadap perlindungan dan restu dari roh-roh yang mereka anggap berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, upacara ini tidak hanya menjadi sarana untuk merayakan sebuah peristiwa, tetapi juga sebagai medium untuk menjaga hubungan dengan leluhur dan kekuatan supranatural yang ada di sekitar mereka.
Unsur-Unsur Hindu-Budha dalam upacara selamatan
Pengaruh Hindu-Budha terhadap praktik selamatan dalam masyarakat Jawa sangat mencolok, terutama dalam aspek penghormatan dan pemujaan terhadap kekuatan yang lebih tinggi. Berikut adalah penjelasan mengenai unsur-unsur tersebut:
1. Pujaan kepada Dewa-Dewi
a. Jumlah Dewa
Dalam tradisi Hindu, terdapat sekitar 30 juta dewa-dewi yang dipuja, yang mencerminkan keragaman dan kompleksitas kepercayaan dalam masyarakat Hindu. Jumlah yang sangat besar ini menunjukkan pentingnya pemujaan dalam kebudayaan Hindu, di mana setiap dewa bisa mewakili aspek tertentu dari kehidupan atau alam.
b. Pergeseran Pemujaan
Sebelum kedatangan agama Hindu-Budha, masyarakat Jawa menganut Animisme-Dinamisme, di mana pemujaan ditujukan kepada kekuatan benda dan roh-roh, seperti roh penjaga desa (danyang desa). Dengan pengaruh Hindu-Budha, pemujaan ini beralih kepada dewa-dewi yang dianggap menguasai kekuatan-kekuatan tersebut. Misalnya, penjaga desa yang sebelumnya dianggap sebagai roh danyang, kini dipandang sebagai dewa penjaga desa.