Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selametan: Jejak Tradisi, Warisan Leluhur yang Penuh Makna

18 Oktober 2024   14:20 Diperbarui: 18 Oktober 2024   14:22 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Kepercayaan terhadap Dewi Sri

Salah satu hasil asimilasi lainnya adalah munculnya Dewi Sri sebagai tokoh pelindung para petani dan padi mereka. Dalam masyarakat agraris Jawa, Dewi Sri adalah sosok yang sangat dihormati, dianggap sebagai pelindung tanaman padi dan pengusir hama tanaman. Dewi Sri melambangkan kesuburan dan kelimpahan. Dalam konteks ini, roh-roh jahat yang dianggap bisa merusak tanaman digantikan oleh kepercayaan bahwa Dewi Sri memiliki kekuatan untuk menjaga hasil panen dari gangguan tersebut. Peran Dewi Sri dalam melindungi pertanian menunjukkan bagaimana kepercayaan lama terhadap roh-roh alamiah diubah menjadi penghormatan terhadap dewa-dewi yang memiliki tugas tertentu, sesuai dengan ajaran Hindu.

3. Kepercayaan terhadap Bathara Kala

Selain itu, dalam ajaran Hindu-Buddha di Jawa, dikenal pula tokoh Bethara Kala, yang merupakan simbol malapetaka. Bethara Kala dianggap sebagai dewa yang bertugas membawa celaka bagi orang-orang yang memiliki ciri-ciri tertentu atau yang melakukan tindakan-tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bethara Guru, yaitu raja segala dewa. Bethara Kala diyakini bertanggung jawab atas bencana atau musibah yang menimpa seseorang, terutama jika mereka tidak mematuhi norma-norma tertentu. Untuk melindungi diri dari ancaman Bethara Kala, masyarakat melakukan ritual ruwatan, yaitu upacara spiritual untuk membebaskan diri dari bahaya atau nasib buruk yang ditimbulkan oleh Bethara Kala.

4. Ritual Ruwatan dan Wayang Murwakala

Salah satu bentuk upacara selamatan yang dilakukan untuk menghindari malapetaka dari Bethara Kala adalah ruwatan. Ruwatan merupakan ritual untuk membebaskan seseorang dari incaran atau ancaman Bethara Kala. Dalam ritual ini, sering diadakan pagelaran wayang kulit dengan mengambil lakon (cerita) Murwakala, yang menggambarkan kisah bagaimana Bathara Kala mencoba memangsa korban dan cara untuk menghindarinya. Lakon Murwakala merupakan bagian dari tradisi spiritual yang bertujuan untuk meruwat atau membebaskan seseorang dari nasib buruk.

Dengan demikian, kepercayaan pada Bathara Kala adalah contoh lain dari asimilasi kepercayaan Hindu dengan kepercayaan lokal, di mana tokoh-tokoh mistis Hindu seperti Bethara Kala diperkenalkan dan diserap ke dalam kepercayaan tradisional Jawa.

Masa Jawa-Hindu atau masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha memberikan dampak besar terhadap kepercayaan dan praktik relijius masyarakat Jawa. Melalui proses asimilasi dan akulturasi, ajaran-ajaran Hindu dan Buddha menyatu dengan kepercayaan animisme-dinamisme yang sudah ada sebelumnya. Kepercayaan terhadap kekuatan benda-benda alam beralih menjadi penghormatan terhadap dewa-dewi yang menjaga dan menguasai benda-benda tersebut, seperti Dewa Candra dan Dewa Surya. Selain itu, muncul tokoh-tokoh baru seperti Dewi Sri dan Bethara Kala, yang memperkuat keyakinan dan praktik masyarakat Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Upacara ruwatan dan pagelaran wayang menjadi sarana penting dalam menjaga hubungan antara manusia dan kekuatan gaib, sekaligus menunjukkan betapa dalamnya pengaruh agama Hindu-Buddha pada masyarakat Jawa masa itu.

Pada abad ke-7 hingga ke-13 M, Islam mulai masuk ke Indonesia, dibawa oleh para pedagang dan ulama dari Persia dan Gujarat. Penyebaran Islam di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh interaksi perdagangan, tetapi juga melalui pendekatan spiritual yang dikenal sebagai tasawuf (mistisisme Islam). Islam yang sampai ke Indonesia ini sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur mistik yang berkembang di Persia, dan ketika singgah di Gujarat, India, unsur tersebut bersentuhan dengan mistisisme Hindu. Hal ini menyebabkan penyebaran Islam di Indonesia dilakukan oleh para ahli tasawuf, dan dalam beberapa kasus, juga oleh para penganut Syiah.

1. Pengaruh Tasawuf dalam Penyebaran Islam

Tasawuf adalah ajaran mistik dalam Islam yang menekankan aspek spiritual dan kedekatan pribadi dengan Tuhan melalui jalan penyucian jiwa, meditasi, dan pengendalian diri. Ajaran tasawuf ini sejalan dengan sifat mistis dalam masyarakat Nusantara yang sebelumnya telah terpapar dengan unsur animisme, dinamisme, dan mistisisme Hindu-Buddha. Oleh karena itu, tasawuf menjadi media yang efektif dalam penyebaran Islam, karena ajarannya dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat yang sudah terbiasa dengan kepercayaan mistik.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun