Mohon tunggu...
Zarmoni
Zarmoni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penggiat Seni dan Budaya Kerinci

Penggiat Seni, Adat dan Budaya Kerinci

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Petualangan Ilham Kurniawan

21 Juli 2024   02:34 Diperbarui: 21 Juli 2024   04:34 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PETUALANGAN ILHAM KURNIAWAN

Sebuah Roman Picisan Persembahan Zarmoni 

BAB I

KAU PERGI TANPA RELAKU

 

Menaiki pesawat terbang dengan hati yang bahagia, Ilham duduk seraya memakai sabuk seperti yang diarahkan pramugari pesawat. Hari itu, cakrawala agak muram, namun Ilham beserta seluruh penumpang pesawat tampak tenang dan tenteram. Hari ini Ilham akan menuju Australia, mencoba mengadu untung sebagai TKI dinegara Kangguru.

Baca juga: Tembang Kematian

Ilham merupakan seorang pemuda miskin di salah satu dusun Kerinci. Setamat dari SMA, ia akan melaksanakan kuliah, namun keadaan ekonomi orangtuanya yang tidak baik, sehingga ia harus menganggur dengan bekerja sebagai pencari kayu bakar di hutan. Namun keadaan ekonomi yang anjlok membuatnya bertekad untuk bekerja ke Australia sebagai TKI. Sedangkan teman-teman yang lainnya sudah bertebaran menuntut ilmu keseluruh penjuru daerah.

"Ilham, saya tidak menghalangi hubunganmu dengan Diana. Namun kamu harus membuktikan dirimu bisa bersaing dan berjuang untuk dirimu sendiri, berjuang meraih cita-citamu, sehingga kamu membuktikan kepada saya, bahwa Diana memiliki masa depan yang baik bersamamu..!" ujar Pak Ilyas, seorang Dosen disalah satu Perguruan Tinggi Kerinci. Pak Ilyas adalah ayah dari kekasih Ilham, yaitu Diana.

"Insya Allah pak! Saya akan memperjuangkan masa depan saya, dan akan saya buktikan kepada Bapak, bahwa saya pantas untuk Diana, dan pantas untuk menjadi menantu Bapak!" demikian tekad Ilham untuk memperjuangkan masa depannya bersama kekasih pujaan hati.

"Kemana kau akan bekerja?" tanya pak Ilyas seraya memandang Ilham.

"Aku akan mencoba bekerja di luar negeri pak, sebagai TKI di negera Kangguru!" jawab Ilham mantap.

"Bagus!, carilah pengalaman hidup didunia mana saja, saya mendukungmu!" sahut pak Ilyas.

"Aku tidak rela ayah..! biarkan Ilham berjuang di Kerinci. Ayah punya usaha yang banyak, alangkah baiknya ayah mempekerjakan Ilham sebagai salah satu pekerja di perusahaan kita!" teriak Diana sewot.

"Tidak Diana, aku akan membuktikan kepadamu bahwa aku bukan pecundang, tetapi pemenang yang akan menikahimu sekitar tiga atau lima tahun kedepan" jawab Ilham dengan mata berbinar.

"Aku tidak rela... aku tidak rela...hiks..hiks...!" Diana menangis seraya memegang lengan Ilham.

"Nak, Ilham butuh pengalaman untuk menghidupimu. Jika ayah mengajaknya bekerja, maka Ilham tidak memiliki pengalaman dan ketika suatu saat perusahaan kita tidak berjalan mulus, maka kalian akan kehilangan harapan. Oleh sebab itu, biarkan Ilham menuntut ilmu dan mencari pengalaman dinegeri orang, sedangkan kamu harus belajar dan menyelesaikan kuliahmu disini!"nasehati ibu Diana yang bernama Ny. Sartika Ilyas.

Ilham menarik nafas panjang tatkala pesawat perlahan bergerak meninggalkan Bandara Minangkabau kota Padang. Ia memejamkan mata dan berusaha untuk tegar meninggalkan kampung halaman Ranah Kerinci, meninggalkan pulau Andalas Sumatera, meninggalkan tanah kelahiran menuju Negeri Kangguru untuk memperjuangkan masa depan.

Awalnya, pesawat melaju dengan tenang meski kadang-kadang terdengar suara geluduk tatkala pesawat memasuki awan tebal.

Setelah satu jam penerbangan, tiba-tiba terdengar suara pramugari agar semua penumpang mengencangkan tali sabuk pengaman dan memakai baju pelampung, karena badai dan awan hitam didepan. Semua penumpang histeris tatkala pesawat berputar, sehingga seluruh penumpang ada yang terjatuh dan akhirnya terdengar suara menggelegar, dan letusan besar. Pesawat tersebut meledak menjadi puing-puing dan berhamburan kelaut lepas.

Berita tentang hancurnya pesawat G005 Indonesia menyebar keseantero dunia. Tim SAR nasional, Internasional turun melacak dan mencari puing-puing pesawat tersebut selama satu minggu penuh, sehingga disimpulkan bahwa pilot, kru pesawat, dan seluruh penumpang dinyatakan tewas dalam insiden tersebut.

Diana sekeluarga berduka yang mendalam, dimana didalam daftar nama kecelakaan pesawat terdapat sebuah nama "Ilham Kurniawan" yang berasal dari Kerinci Provinsi Jambi. Pupus sudah harapan dan cita-cita Diana, ia bermuram durja, "duhai pujaan hati... kau pergi tanpa relaku, kau pergi membawa sejuta mimpi dan harapan kita, kau pergi dan hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya. Kini hidupku tanpa warna, tanpa wangi...!" batin Diana dengan berurai air mata.

Sementara disebuah rumah kecil, ayah dan ibu Ilham pingsan di hadapan para tetangga yang ikut menyampaikan berita duka. Ilham terkenal sebagai anak yang baik hati, rendah hati, dan senantiasa menolong orang yang kesusahan.

Diana sekeluarga merupakan sebuah keluarga yang terkenal kaya di Kerinci. Orangtuanya Pak Ilyas dan ibu Sartika adalah pasutri yang baik hati. Mereka walaupun memiliki banyak harta tidak sombong dan suka menolong orang kesusahan. Dan juga didalam hal memilih menantu, mereka tidak memandang bobot bibit seseorang melainkan, ketulusan dan kecintaan terhadap anak-anak mereka. Mereka sekeluarga datang kerumah keluarga Ilham untuk menyampaikan belasungkawa dan meringankan beban keluarga tersebut.

 

 

 

BAB II

PERTARUNGAN HIDUP MATI

Jika Tuhan berkehendak, maka semuanya akan menjadi mungkin. Begitu juga dengan hidup dan mati kita sebagai manusia. Pesawat G005 Indonesia yang meledak, tidak membunuh semua penumpang. Ilham Kurniawan yang memakai pelampung berpegang teguh pada sandaran kursi didepannya dan jatuh kedalam laut dekat Pulau Sinaka Kepulauan Mentawai Sumatera Barat. Ia terombang ambing pada sebuah kopor milik penumpang, sementara tangannya terluka. Ia mengikat tubuhnya pada kopor tersebut sehingga ia mengapung dimainkan oleh ombak lautan samudera yang ganas. Akhirnya ia pingsan diatas kopor tersebut dan terus diombang ambingkan gelombang.

Malam kian larut... Ilham membuka matanya, tubuhnya kedinginan masih terombang ambing dilautan. Ia menatap dikegelapan malam, sesekali tubuhnya tenggelam digulung ombak dan muncul lagi kepermukaan. Tangan dan tubuhnya sudah mati rasa, air garam yang membasuh luka di tangan dan tubuhnya membuat rasa perih yang mendalam, sementara bintang diangkasa raya bersinar dengan indah.

Ilham sangat ketakutan dan sedih, apakah ia akan mati ditengah lautan nan maha luas ini? Didepan ia melihat sebuah ombak besar yang cukup tinggi bagaikan hantu air yang siap melahapnya. Ia meejamkan mata seraya menyerahkan seluruh takdir kehidupannya kepada Sang Maha Kuasa. Akhirnya ombak besar menghantam dan menggulungnya sehingga ia tidak sadarkan diri untuk yang kesekian kalinya.

"Ombak begitu besar... tampaknya disana sudah terjadi badai!" teriak seorang ketua Tim SAR kepada anak buahnya setelah ia melihat melalui teropongnya.

"Siap komandan!, hari ini sudah lima hari kita melakukan penulusuran disemua daerah samudera ini. Dari 120 penumpang, 85 sudah teridentifikasi dan meninggal dunia. Sangat tipis harapan bagi kita untuk menemukan puing-puing pesawat dicuaca yang ekstrim ini..!" jawab salah seorang anak buahnya.

"Baiklah! Untuk daerah kepulauan Sinaka ini pencarian kita hentikan, dan masih tersisa dua hari untuk kita melakukan pencarian. Besok kita bertolak kearah utara mudah-mudahan disekitar pulau Siberut kita menemukan titik terang..!" jawab Komandan dengan wajah lesu.

"Siap komandan!" jawab anak buahnya seraya bertolak ke ruang kemudi kapal dan memerintahkan sang kemudi memutar arah haluan demi menghindari badai nan dahsyat.

Matahari bersinar dengan teriknya, burung-burung beterbangan di pohon kelapa yang melambai-lambai ditiup angin pantai. Ombak-ombak kecil bermain di pesisir pantai disebuah Pulau kecil dekat Pulau Sinaka. Pulau yang panjangnya 3,3 KM dan lebar + 500 M itu pada masa itu tidak berpenghuni. selain jarang orang yang datang ketempat itu, pulau tersebut memiliki ragam makhluk hidup didalamnya.

Ilham membuka matanya, kepalanya terasa pusing dan rasa sakit diseluruh tubuh begitu kentara. "Ya Allah... aku masih selamatkah?" batinnya. Lalu dengan sisa-sisa tenaga ia mencoba duduk dan membuka ikatan tubuhnya pada sebuah kopor. Lalu setelah sekian lama ia menarik kopor tersebut ke bawah sebatang pohon kelapa. Ia merebahkan dirinya dan terlelap dibawah pohon kelapa tersebut.

Setelah satu jam tertidur, ia bangun. Rasa sakit disekujur tubuh serta rasa lapar yang maha dahsyat membuat tubuhnya bergetar. Ia mencoba membuka resleting kopor tersebut dan membukanya. Didalamnya terdapat beberapa pakaian yang sudah basah, satu slop rokok dan korek api gas, juga sebuah pisau sepanjang satu hasta dari Kerinci. Tampaknya sebagai oleh-oleh, kemudian juga beberapa penganan keripik ubi buatan Sumatera Barat.

Ia melahap makanan tersebut sehingga tubuhnya agak terasa tegap. Dengan sisa-sisa tenaganya, ia mencari buah kelapa tua beberapa biji dan menenggak airnya. Selama lebih kurang dua jam, ia mengitari pulau tersebut, namun ia tidak melihat tanda-tanda kehadiran manusia ditempat itu. Saat itu hari sudah tinggi, dan ia memutuskan untuk masuk kedalam hutan dengan pisau ditangannya.

Setelah menelusuri hutan tersebut, haripun mulai malam. Ia membuat bivak seadanya untuk istirahat malam dan tidur. Malam itu, terjadi gempa yang dahsyat, air lautpun naik dan iapun begitu panik dan ketakutan ditengah kegelapan. Tubuhnya gemetar, ia berpegang pada sebuah dahan kayu, petir menyambar, dan sebatang pohonpun tumbang terbakar. Ia gelisah mempertahankan antara hidup dan mati.

 

 

 

BAB III

WAKTU MENELAN SEMUA KISAH

Hari berlalu, musimpun berganti, tidak terasa sudah sebulan penuh peristiwa naas hancurnya pesawat G005 Indonesia. Semua orang sibuk dalam kehidupannya masing-masing. Diana kini kuliah di Universitas Negeri Padang (UNP) jurusan Ekonomi Pembangunan. Ia menjalani hari-harinya bersama teman-teman Mahasiswa barunya.

"Hai Diana, Lo indekos dimana sih?" tanya si Yuli cewek berkacamata minus seraya membenarkan jilbabnya.

"Gue kos di Tunggul Hitam, Fit...! Mainlah ke kos kami!" jawab Diana seraya duduk disamping Fitri .

"Fitri juga berasal dari Kerinci, Diana.." sahut Thomas, seorang cowok Mahasiswa baru juga. Ia merupakan salah seorang anak Pecinta Alam, yang akan bergabung di Mapala UNP.

"Oh ya?, emang Kerincinya dimana Fit?" Diana tersenyum memandang Fitri.

"Gue berasal dari Tanjung Syam Diana, kamu darimana?" jawab Fitri seraya balik bertanya.

"Kalo gue sih, dari Siulak Kecil Kerinci!" sahut Diana.

Akhirnya mereka mulai akrab dengan kawan-kawan lainnya yang berasal dari berbagai daerah yang ada di Sumatera Barat, sumatera Utara, Pekan Baru, Jambi, dan Bengkulu. Sedikit rasa rindu untuk kekasih pujaan hati terobati dengan bergaul bersama teman-teman. Sebuah ungkapan menjadi nyata, "Kehilangan yang dicintai akan terobati seirama perjalanan waktu".

Di Kerinci, disebuah dusun nan teduh, didalam sebuah rumah  sederhana duduklah sepasang suami isteri yang sudah renta, yaitu Pak Ardi dan isterinya Ibu Riska. "Yah, sudah sebulan kepergian Ilham, sulit rasanya hati ini menerima...!"lirih suara Bu riska seraya matanya berkaca-kaca.

"Sudahlah Ris, kita harus ikhlas melepas kepergiannya. Sudah menjadi takdir bagi kita, anak kita Ilham pergi tak tentu rantaunya, hilang tak jelas rimbanya, mati tak tentu kuburannya..!" sahut Pak Ardi seraya merangkul pundak isterinya.

"Aku masih tidak percaya Ilham telah tiada Yah, hatiku berbisik bahwa anakku masih hidup..!" jawab Bu Riska seraya menangis dipelukan suaminya.

"Kita hanya bisa berdo'a dan berharap Bu..!" jawab Pak Ardi menenangkan isterinya. "Waktu akan menelan semua kisah, kita harus tetap berusaha, bekerja dan tetap hidup".

Semua orang di Kerinci kembali sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, walau sesekali mereka masih ingat dengan sosok muda yang baik hati yaitu Ilham Kurniawan. Sebagian penduduk masih yakin Ilham hidup, sementara sebagian telah mengambil kesimpulan bahwa tiada seorangpun penumpang yang selamat didalam tragedi pesawat G005 Indonesia.

"Hai Diana, gimana kalau kamu ikut camping bersama kami?" ajak Rudi sahabat satu jurusan diana pada suatu hari.

"Memangnya mau campng dimana Rud?" jawab Diana seraya menghentikan kegiatannya menulis dibukunya.

"Rencananya kami akan camping di Gunung Marapi. Ikut gak?" ujar Rudi seraya duduk dikursi kosong depan Diana.

"Ayolah Diana... kami berlima, aku, Fitri, Yuni, Nola, dan Rensi juga ikut loh..!" timpal Bela dari seberang kursi Rudi.

"Benar loh Diana, kita harus healing sesekali untuk menyegarkan fikiran kita!" Rudi tersenyum menatap Diana.

"OK, baiklah... kapan kita berangkat?" jawab Diana tersenyum.

"Asek.... Itu baru benar!, kita berangkat lusa dari tempat kosnya Firman di Tabing" jawab Rudi seraya berlalu pergi.

Sementara itu, nun disebuah pulau kecil tak berpenghuni, Ilham mengumpulkan kayu kecil dengan sebuah parang. Kebetulan sewaktu masih sekolah ia sering menonton petualangan orang-orang yang terdampar dipulau, baik cara membuat pondok sederhana, dan cara membuat api.

Ia mengumpulkan kayu dan beberapa bambu yang kebetulan tidak banyak tumbuh disana, lalu ia mengumpulkan kulit kayu liat yang bisa dipakai untuk membuat tali. Ia bersusah payah membuat sebuah rumah kecil berlantai dua, dengan imajinasinya yang tinggi ia dapat membuat pondokan hunian. Sementara ia puas dengan hasil kerjanya, ia menebang lagi beberapa pohon bambu dan membuatnya menjadi sarana membawa air tawar yang terdapat ditengah hutan tersebut, lalu dialirkannya dengan pohon bambu kehalaman rumahnya.

Ia juga membuat sebuah WC dan kamar mandi sederhana disamping rumahnya. Ia bersyukur dapat bertahan hidup dan membuat hunian sederhana. Sementara untuk makan sehari-harinya ia mencari dedaunan dan cendawan hutan yang diyakini dapat dimakan beserta buah-buahan kelapa.

"Alhamdulillah... sudah sebulan lebih aku disini, Allah masih menyayangiku, aku mampu membuat tempat hunian dan makan sederhana ditengah pulau ini. Mudah-mudahan kelak ada manusia yang datang kesini menjemputku.." batin Ilham seraya mencoba membuat api dari sebilah kayu. Walau telah gagal beberapa kali, Ilham tetap yakin menggosok-gosok kayu tersebut sehingga akhirnya, apipun menyala. Sementara korek gas dan pakaian dalam kopor dahulu telah hanyat saat terjadi tsunami ringan beberapa waktu yang lalu.

 

BAB IV

SURVIVAL

Setiap hari Ilham akan mengitari pulau kecil tersebut dengan membawa pisau dan sebuah tombak kayu yang dibuatnya. Ia akan berburu ditepi pantai, baik mencari ikan, maupun makanan lain yang terdapat disana. Untuk ikan, Ilham akan mengeringkannya di atas api, sehingga ikan dapat bertahan lama, sedangkan untuk jamur dan yang lainnya ia akan mengurusnya sendiri.

Suatu hari, Ilham menemukan sebuah karung yang dibawa gelombang beserta sebuah tempat susu bayi Bebelac yang terbuat dari seng. "Alhamdulillah...! Aku punya periuk sekarang!" senyum Ilham seraya memungut tempat bebelac tersebut.

Lalu ia membuka karung yang sudah agak lumutan, kiranya didalam karung tersebut terdapat beberapa kunyit bercampur jahe. Ia mengambilnya dan menggendong karung tersebut dipundaknya. Tak jauh dari sana, ia menemukan sebuah paket kecil yang terbalut kertas hitam, dari tulisan kecil menempel, ternyata itu adalah pesanan seseorang dari shopee, kemungkinan barang ini terjatuh kelaut, baik kecelakaan atau kemalangan orang itu. Ia membukanya, dan matanya terbelalak, ternyata berisi lima kantong bibit jagung manis unggul, dan lima lagi bibit kacang buncis.

Ilham membawa semuanya ke pondokannya ditengah hutan dipulau kecil itu. Dia beristirahat, sementara celana dan bajunya sudaj koyak semua. Untuk bertahan, setiap hari apa yang dapat diambilnya dipinggir pantai, ia akan mengumpulkannya dipondok tersebut. Bertahan hidup seorang diri memang sulit, kadang ia demam, sakit, kembung, dan terluka. Namun berkat tekadnya, ia mampu meramu obat-obatan dari dedaunan.

Dengan semangat tinggi, Ilham membuka lahan di pulau itu dengan membabat semak belukan dan mengolah tanah pulau tersebut yang memang berpasir tak sebagus tanah dikampung. Namun Ilham tidak patah hati, ia membuat pupuk kompos dari dedaunan dan kayu-kayu lembut lainnya. Ia menanam jagung yang ia peroleh dan juga kacang buncis.

Namun ketika jagung dan kacangnya mulai berbuah, ia melihat binatang landak datang dan juga burung-burung merampasnya. Akhirnya ia membuat pagar kebunnya dan berburu landak. Untuk daging landak dan ikan, ia awetkan dengan cara membuat daging sale diatas api menyala.

Suatu hari ia membuat parutan kelapa dari seng yang terdapat disana dengan cara menancapkan paku pada dinding seng sebanyak mungkin. Lalu ia memetik lima biji kelapa tua, lalu ia memarut kelapa dan membuat santan. Lalu ia masak didalam periuk kaleng bekas susu yang ia temukan, akhirnya ia punya minyak kelapa untuk menggoreng dan ia masukkan kedalam botol-botol bekas yang ia temukan dipesisir pantai.

Bertahan hidup! Begitulah yang ia jalani selama beberapa bulan dipulau itu. Ia menikmati makanan jagung dan kacang buncis. Disamping itu, ditengah pulau, sungai kecil sumber air tawarnya juga menjadi ladang panganannya. Disamping airnya yang tawar, juga banyak tumbuh sayuran.

Ilham memandang wajahnya pada sebuah cermin kecil yang ia peroleh. Wajahnya sudah hitam legam, rambutnya panjang sebahu, kumisnya sudah kusam. Tubuhnya hitam gelap, ia merenung, mungkin sekarang bulan ramadhan atau Idul fitri, karena berdasarkan hitungannya, semenjak kepergiannya dahulu sekitar tiga bulan lagi akan datang bulan ramadhan. Sementara ia telah menghuni pulau itu sekitar lima bulan. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali melaksanakan ibadah shalat, dan mulai menghitung hari-hari.

Ia membuat buku dari kulit kayu dan mulai menulis kegiatannya, serta menghitung hari-hari dibulan itu. Disamping itu, ia terus mengembara mengitari pulau setiap hari untuk mencari rezeki yang dibawa ombak. Ia juga menemukan beberapa bibit bawang, biji cabe, yang akhirnya ia budidayakan dipulau tersebut. Ia memiliki asupan rempah beberapa bidang, bahkan bibit alpokat, durian dan jengkol ia tanam dari temuan dipinggir pantai.

Ilham juga mulai membuat bendungan di sungai kecil seorang diri. Pada hari itu, ia menemukan sebuah peti besi dari dalam sungai kecil tersebut. Dengan susah payah ia bawa pulang kerumahnya, dan ketika dibuka ia terkejut, didalam peti tersebut banyak terdapat kalung, cincin, dan permata yang berharga. Lalu ia simpan didalam pondokannya, dan ia merajut sebuah tas dari kulit kayu dan menyimpannya.

Ilham Kurniawan... ia mengembara mengitari pantai setiap hari, ia bertani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia seorang diri tanpa teman disana. Bahkan ia punya ubi kayu sebagai sumber karbohidrat tubuhnya. Ia menemukan batang ubi tersebut saat berjalan dipinggir pantai, tidak panjang, cuman sejengkal. Namun kini batang ubi telah banyak ia tanam disekeliling pondokannya.

 

 

 

BAB V

KERUPUK UBI DAN KUE JAGUNG AIR MATA

Memasuki bulan kedelapan Ilham tinggal dipulau itu, ia memiliki beraneka ragam tanaman. Ubinya sudah bisa dipanen, jagung pun demikian pula. Ia menggali ubi dan memarutnya, lalu ia membuat kerupuk ubi yang ia jemur didepan rumahnya. Lalu ia masuk kehutan dan mencari sebatang pohon besar, lalu selama tiga hari ia membuat sebuah lesung dan membuat tepung jagung. Dengan bumbu seadanya, Ia membuat penganan dari ubi, ikan, dan tepung jagung.

Air mata seorang pria tangguh jatuh tumpah seraya menikmati kerupuk ubi dan kue jagungnya. Matanya menelisik halaman rumahnya yang dahulunya adalah sebuah semak belukar, namun kini menjelma sebuah kebun mungil. Tampak tanaman ubi kayu, jagung, buncis, bawang merah, tanaman cabe seadanya, menari-nari ditiup angin. Sementara untuk garam, ia telah belajar membuatnya dari tontonan youtube zaman dulu.

Air matanya tumpah, terbayang wajah kedua orangtuanya dirumah, ayah dan ibunya yang sudah renta. Dan seraut wajah sendu Diana Martolingga kekasih pujaan hati entah bagaimana keadaannya sekarang ini. Semua kenangan membuat Ilham tertidur dengan kerinduan yang mendalam.

Tidak terasa, dua tahun telah berlalu. Diana telah masuk kesemester IV, ia telah mempunyai seorang kekasih di kampung halamannya Kerinci, yaitu seorang tentara yang Dinas di kota Padang. Mereka telah merencanakan untuk menikah setelah Diana menamatkan kuliahnya. Diana sangat menyayangi Joni seorang tentara pujaan hati, demikian juga dengan Joni, mereka saling mengasihi.

"Dian, liburan semester ini, kami berencana akan mengadakan kerja bakti di Pulau Mentawai, bagaimana dengan kamu, ikut gak?" tanya Fitri seraya membetulkan kacamatanya.

"Wah, mantap emang...! Berapa hari disana Fit?" tanya Diana.

"Sekitar satu mingguan lah..! sekalian ajak pacarmu itu..!" seloroh Fitri tersenyum.

"Mantap juga ya? Biar gue suruh dia ambil cuti, sekalian kita main ke beberapa pulau disana..!" mata Diana berbinar.

Akhirnya kesepakatanpun terjadi, mereka berangkat menuju pulau Mentawai untuk bekerja bakti dan membantu masyarakat disana. Mereka diterima oleh penduduk mentawai dan mulai melaksanakan kerja bakti dengan baik.

"Nak, diselatan sana ada sebuah pulau kecil yang termasuk kedalam kepulauan Sinaka, namun pulau tersebut tidak berpenghuni. Namun beberapa waktu akhir-akhir ini, penduduk yang melaut melihat asap yang muncul dari sana, apakah sudah dihuni manusia atau tidak kami tidak tahu. Namun jika kalian bisa hubungi pihak TNI AL, agar melihat pulau itu" ujar pak camat Mabolak Selatan.

"Wah, mantap pak... nanti biar saya laporkan sama komandan kami, agar beliau yang menyampaikannya ke komando AL" jawab Joni yang ikut bersama rombongan itu,

"Terima kasih nak...!" jawab Pak camat.

"Kue ini begitu lezat..!"ucap Diana dengan air mata bergulir dipipinya.

"Ada apa Diana? Kenapa kamu menangis?" ucap Meri salah satu teman dalam rombongan itu seraya merangkul  pundak Diana.

"Kue jagung ini, dan kerupuk ubi buatan penduduk disini mengingatkanku pada kampung halaman..!" lirih Diana seraya menggigit kue jagung itu dengan gigitan kecil.

"Pulang dari sini, kamu kan akan pulang kampung juga! Sabar dikit knapa?" Rudi tersenyum mesra. Namun hati Diana begitu pahit, sebenarnya ia teringat akan seseorang yang telah jauh. Jauh? Sebenarnya mereka begitu dekat dibatasi beberapa ratus meter bentangan laut. Itulah misteri Illahi yang tak kita ketahui.

"Sudahlah Dian... ayo habiskan kuemu, kita akan ke lapangan bola kaki melihat pemuda disini bermain!" ajak Fitri.

Akhirnya merekapun melanjutkan ativitas mereka disana, sementara itu cakrawala menabur langit jingga nan damai bersama kicauan camar dan lambaian nyiur.

 

BAB VI

OBAT RAMUAN TRADISIONAL

Suatu hari, Ilham merasa pusing, kepalanya begitu sakit, badannya panas, perutnya mual. Ia yakin, tadi kebanyakan makan ubi rebus dan minyak kelapa. Ia muntah sejadinya dan lemas. Akhirnya dengan tenaga yang tersisa, ia mengambil akar pohon kelapa, dan juga sebuah akar kayu pasak bumi yang terdapat disana. Kemudian ia mencucinya dan merebusnya.

Setelah meminum air jamu tersebut, tubuhnya kembali segar bugar. "Hm, sekarang aku harus mampu meramu obat-obatan, agar aku dapat bertahan beberapa tahun kedepannya, mudah-mudahan ada kapal yang terdampar kemari dan membawaku lari dari kesunyian ini" batin Ilham. Lalu ia mengumpulkan berbagai tumbuhan obat-obatan yang ia ketahui dari membaca buku dan menonton youtube dahulu.

Semilir angin saat itu, matahari sedang begitu teriknya, Ilham terkejut melihat sebuah sampan terdampar dipinggir pantai. Ia berlari kepantai dan melihat seorang nelayan sedang memegang kepalanya yang tampak sakit.

"Pak...!, kenapa kepalamu?" teriak Ilham seraya berlari kearahnya. Nelayan tersebut terkejut dan berpaling menatap Ilham.

"Si..si..apa kamu? To..tolong kepalaku sa..sakit" ujarnya.

Tanpa banyak pikir, Ilham mendorong sampan kedaratan dan membawa Nelayan itu kerumahnya. Lalu ia baringkan ditempat tidurnya dan memberi bapak tersebut air jamu yang ia masak.

Sekitar setengah jam kemudian bapak nelayan tadi sudah merasa baik dan menarik nafas panjang.

"Nak, terima kasih atas bantuanmu... jika tidak ada kamu disini, mungkin saya telah tiada..!" ujar nelayan tadi dengan mata memerah.

"Tidak apa-apa pak, kita hidup harus tolong menolong..!" jawab Ilham.

"Hm, sudah lama saya tidak pernah melaut kepulau ini, pulau ini begitu terjal dan cadas... kenapa kamu ada disini nak?" tanya nelayan tadi seraya memperhatikan keadaan pondok Ilham.

"Saya terdampar kesini pak..! sekitar Empat Puluh bulan yang lalu!" terang Ilham.

"Pantas..! dahulu pulau ini tidak berpenghuni, kami nelayan dari kepulauan mentawai tidak berani kepulau ini!" jawab nelayan tadi dengan wajah takut.

"Memang kenapa pak?" tanya Ilham penasaran.

"Dahulu, pulau kecil ini tertutup kabut tebal, hanya para penyamun kapal yang dikenal bajak laut yang menghuni nya. Namun seratus tahun lalu, pulau ini dihantam tsunami yang dahsyat, dan menghilangkan seluruh bajak laut dan rumahnya. Setelah itu, pulau ini disebut pulau hantu, tak seorangpun yang berani menghuni pulau ini hingga sekarang..!" terang nelayan tadi dengan wajah masygul.

"Oh, begitu... namun ketika saya disini selama sepuluh bulan ini, saya tidak menemukan hal-hal aneh..!" jawab Ilham manggut-manggut. Ia terkenang peti yang ia temukan itu.

"Hah..? halamanmu begitu bagus dan memiliki tanaman sayur mayur?" sang nelayan kaget melihat kehalaman rumah Ilham.

"He..he... semua bibit itu saya temukan disepanjang pantai pak..!" jawab Ilham tersenyum. Lalu ia mengambil rebusan ubi dan jagung untuk dinikmati Nelayan tadi. Mereka makan dengan lahap dan bertukar cerita, lalu Ilham memasak obat tradisional untuk bapak tadi hingga sore menjelang. Malam itu, nelayan tadi tidur di pondok Ilham seraya melepas kepenatan tubuh dan pemulihan kesehatannya.

Keesokannya, nelayan yang bernama pak Marbi pamit dan berjanji akan membawa bantuan untuk menjemput Ilham besok harinya. Sampan pak Marbi berayun-ayun menempuh samudera menuju pulau Mentawai, sementara Ilham bersyukur, ia yakin pertolongan akan segera datang.

 

BAB VII

PETAKA DIUJUNG SENJA

"Kawan-kawan...! Ayo kita kepantai..cepat..!" teriak Meri kepada kawan-kawannya sore itu dengan nafas ngos-ngosan.

"Emang kenapa Mer?" jawab Rudi dan teman-temannya terkejut.

"Pak Marbi ditemukan mengapung dilautan, wajahnya memar dihantam gelombang, ia sekarat ayo cepat kita tolong..!" teriak Meri. Akhirnya merekapun berlari semuanya ke pantai.

Di pantai orang-orang sudah berkumpul dan memapah Pak Marbi yang terluka parah. Ketika dilautan, dia dihantam oleh air laut yang pasang, ombaknya yang besar melemparkan Pak Marbi kearah pantai. Orang-orang berlari dan mengangkat Pak Marbi keatas tandu, namun darah yang banyak keluar membuatnya tak kuasa menahan nafasnya dan meninggal. Namun sebelum meninggal orang-orang mendengar suaranya berucap "Il..ham... Kur..nia..wan... Kerinci...!" Diana terpaku. Langkahnya tak bisa diangkat, hatinya bergetar wajahnya pucat, kenapa Pak Marbi menyebut nama Ilham Kurniawan Kerinci?. Joni yang melihat kekasihnya hampir pingsan memapah Diana untuk menjauh, sementara masyarakat sibuk membawa jenazah almarhum kerumah duka dan akan disemayamkan besoknya di dekat gereja.

Apa yang terjadi? Ilham Kurniawan Kerinci? Dua kata ini berkecamuk didalam kepala Diana sampai waktu mereka meninggalkan kepulauan Pagai kembali ke Dermaga Teluk bayur Padang.

Ilham hanya mampu menunggu dan menanti, kenapa bantuan tiada jua datang? Apa yang terjadi dengan Pak Marbi? Ilham akhirnya fokus untuk survival bertahan hidup. Disamping menemukan bibit-bibit yang hanyut terbawa gelombang, Ilham senantiasa membangun lahannya lebih luas dan berbagai macam rempah-rempah ditanaminya, pohon durian sudah tumbuh melampaui dirinya. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, sementara kehidupan Ilham terus berkembang disana, bertani, mengumpulkan ikan, dan meramu obat-obatan yang ia buat sebagai jamu dan  serbuk.

Rambut ikal yang sudah melampaui bahu, kuku yang menghitam, kumis dan jambang yang semrawut, membuat Ilham bagaikan hantu laut yang berlari dibibir pantai. Ia telah mengumpulkan sobekan kain, dan beraneka ragam barang bekas yang bisa dimanfaatkan dipondokannya.

Dan hari ini, ia menangis bahagia, karena menemukan kardus yang berisikan alkohol dan bahan contoh botol-botol kecil berisi solar. Ia begitu riang dan membuat pelita dari botol, dan untuk pertamanya selama dua Tahun ini ia memiliki penerang dari pelita dimalam hari.

Hari-hari yang melelahkan, disamping rajin ibadah, ia terus berlatih berolah raga, dan bekerja dilahan dipulau yang kecil itu. Pupuk kompos yang terus ia buat membuat tanamannya semakin subur, namun untuk pemuda yang sudah berumur dua puluh tiga tahun, tentu tetap merasa sepi dan hati yang sunyi.

Senja itu, Ilham baru pulang dari memancing ikan di sungai kecil ditengah hutan. Hari yang sudah meremang membuat matanya agak berkunang-kunang. Tiba-tiba ia mendengar suara desis didekat kakinya. Ia akan menaiki tebing untuk pulan kepondokannya, namun ia merasakan sakit setelah gigitan yang terasa dikakinya. Ternyata seekor ular telah mematuk betisnya, ia pusing dan terjatuh hingga berguling menuruni tebing dan terjatuh dipinggir sungai dalam kegelapan malam.

 

BAB VIII

WISUDA DIANA

 

Sesampai di kota Padang, Diana sesekali masih dihantui ungkapan Pak Marbi di pulau Mentawai dahulu namun ia tidak bisa mencari jawabannya, tetapi saat ini bertepatan dengan terjatuhnya Ilham di sana, tangannya tertusuk jarum saat ia membuka jilbabnya. Kata yang terucap dari bibirnya adalah "Astagfirullah... Ilham...!" Diana terpaku, Ilham lagi?

Malam itu, didalam mimpi Diana seakan ikut terbang bersama Ilham tiga setengah tahun yang lalu. Diana melihat Ilham yang bertekad merobah nasibnya menjadi TKI ke Australia berdoa kepada Allah diatas pesawat. Tiba-tiba pesawat meledak, dan Ilham terjatuh kelautan luas bersama sebuah kopor. Ilham berenang kearah kopor dan membuka jacketnya, lalu ia lilit tubuhnya pada kopor yang mengapung, lalu kopor itu terdampar ke sebuah pulau kecil. Ilham berdiri dan meraih tangan Diana yang melihatnya seraya berkata "Kasih... aku akan kembali menjemputmu... tunggu aku.." lalu seekor ular melahap tubuh Ilham dan Diana menjerit ketakutan. "Ilham....!" Diana terbangun dari tidurnya. "Ilham... apakah kamu masih hidup?" tangis Diana dini hari.

Hari ini, setelah Tiga Tahun setengah bergelut dengan buku, Diana akhirnya akan diwisuda sebagai sarjana S.1 Ekonomi Pembangunan. Tampak seluruh aula UNP penuh sesak oleh peserta wisuda dan keluarganya, semua orang bersuka cita melihat anak mereka keluarga mereka memakai toga dan di lantik menjadi sarjana yang memiliki harapan cerah kedepannya.

Tampak Diana begitu anggun dan cantik, ia didampingi Joni kekasih pujaan hati dan kedua orangtuanya. Mereka berpose ria bersama, hari itu hari yang teramat bahagia bagi Diana, ia akan bisa melanjutkan pengembangan karirnya dan kuliah S2 jika Joni tidak keberatan, mereka akan melanjutkan pernikahan setelah ia selesai S2.

"Diana, seminggu yang lalu, kami menemukan sebuah pondok di Pulau kecil di kepulauan Mentawai..!" bisik Joni saat mereka makan bersama keluarga Diana setelah acara wisuda.

"Pulau Kecil?" Diana terkejut dan sendoknya terjatuh.

"Benar..! sebuah pondok yang indah, dihalamannya terhampar kebun sayur mayur yang subur, sungguh aneh..! dan yang aneh lagi, didalam pondok itu tertulis sebuah nama "Ilham Kurniawan Kerinci dan Diana Martalingga" sahut Joni dengan wajah serius. Tubuh Diana menggigil.

"Diana..? kamu sakit?" tanya ayahnya yang melihat putrinya pucat pasi, lalu ibu Diana menghampirinya dan menggosok pundak anaknya.

"Apakah... kamu... bertemu Ilham...?" tanya Diana dengan dada yang terasa sesak.

"Tidak.... Kami tidak menemukan sesiapapun disana, kami telah menyusuri pantai dan masuk kehutan, namun tiada seorangpun dipulau kecil itu..!" terang Joni, "Apa kamu kenal dengan Ilham tersebut?" tanya Joni penasaran dengan perubahan Diana.

"Ilham adalah kawan Diana yang hilang tiga setengah tahun lalu Jon. Ia ikut menjadi korban pesawat G005 yang meledak saat itu" terang Ibu Diana seraya merangkul putrinya.

"Il..ham... ka..kamu... ternyata masih hidup...! Jon, ajak aku kepulau itu..!" Diana merungut kearah Joni.

"Hm, begitu... nanti beberapa hari lagi, angkatan Laut akan membuat dermaga di pulau itu, aku bisa mengajakmu..!" Jawab Joni tersenyum merekah.

Diana begitu bahagia, hatinya berkata "Ilham kekasihku... tunggu aku menjemputmu kepulau itu..!" desiran angin membawa mereka menikmati makanan yang tersedia didepan mata.

 

BAB IX

MR. STEAVEN DAN ILHAM

 

Setelah terjatuh dari tebing, Ilham terkapar dengan mulut yang berbusa, tubuhnya bergetar hebat, darah dikakinya mengalir bekas digigit ular, tiga hari tiga malam Ilham pingsan tak sadarkan diri, namun racun ular tidak mampu menembus jantungnya yang ternyata darahnya telah dialiri oleh obat penawar dari ramuan akar dan kulit kayu di pulau itu. Ilham telah memakan  dan minum penawar racun tanpa ia sadari, namun keadaan ini terjadi karena ini untuk pertama kalinya racun bercampur dengan zat-zat yang ada didalam tubuhnya. Kuasa Tuhan memang diluar logika manusia.

Rupanya disaat Ilham pingsan, TNI AD dan AL yang beranggotakan sepuluh orang itu melakukan penelitian kepulau kecil itu, mereka terkejut melihat pondok bagus milik Ilham. Pondok terbuat dari kayu dan bambu tanpa menggunakan paku, hanya terikat tali dan beratapkan daun kelapa menjelaskan bahwa penghuninya berpendidikan.

TNI juga melakukan riset dengan menemukan sistim penanggalan dan penghitungan hari pada buku yang terbuat dari kulit kayu. Disana juga diceritakan tentang seorang Pemuda bernama Ilham Kurniawan berjuang melawan kerasnya kehidupan di pulau tak berpenghuni itu.

Akhirnya TNI menemukan bukti bahwa Ilham Kurniawan merupakan salah satu korban tragedi pesawat G005 yang meledak tiga setengah tahun silam.

Mereka telah menjelajah hutan dan menyusuri pantai itu, namun tidak menemukan Ilham. Rupanya, salah seorang prajurit TNI melihat tubuh Ilham dibawah sana melalui teropong, namun didalam teropong terlihat bagaikan bangkai binatang yang berwarna hitam, akhirnya ia tidak jadi menuju kearah Ilham dan berlalu.

Ilham perlahan membuka matanya. Tubuhnya yang lemas perlahan bergerak, ia berusaha menggapai sebuah batu besar dan duduk. Mulutnya terbatuk dan memuntahkan segumpal darah hitam, setelah itu perutnya terasa bebas, nafasnya juga lapang. Ia berusa bangkit dan berjalan menuju pondoknya.

Setelah memakan jagung rebus dan minum air, tubuhnya terasa kuat kembali dan ia memperhatikan lingkungan sekitarnya, tampak bekas jejak-jejak sepatu manusia. Rupanya pertolongan datang ia sedang dalam keadaan pingsan. Ilham menjerit, "Tuhan.... Kenapa nasibku harus begini? Tolonglah aku ya Allah...!" teriaknya yang membuat burung-burung beterbangan.

Nun ditengah lautan tampak sebuah kapal perlahan menuju ke pulaunya. Ilham sangat bahagia, melihat kapal megah yang berlabuh di pinggir pantai, ia akan berlari kearah kapal itu, namun ia melihat seseorang dilempar kepantai dan sebuah tas ikut bersamanya, setelah itu, kapalpun berlalu meninggalkan sosok tersebut.

Dengan hati-hati Ilham mendekati sosok yang terkapar itu setelah kapal menjauh. "Astaga...! Rupanya sosok itu tubuh manusia yang perutnya berdarah, dan sebuah tas ransel disebelahnya. Apakah sosok ini masih hidup?" pikir Ilham.

Dengan memegang denyut nadi dan nafas tubuh itu, Ilham yakin sosok bule tersebut kritis. Lalu Ilham menggendong tubuh itu kepondokannya dan melepas semua pakaian orang itu, kemudian ia membuat ramuan dan membalut luka diperut orang itu dengan ramuannya. Kemudian dia membuat perapian agar rasa hangat dirasakan bule tersebut.

Setelah sekitar dua jam, tubuh itu terlihat bernafas tenang, namun belum sadar. Lalu Ilham membuka tas tersebut, dimana didalam tas itu ada sebuah handphone milik si bule, dompet, plasdisk, dan beberapa kertas. Ilham tidak mengganggu barang itu dan meletakkannya disamping si bule.

Hari hampir malam, namun si bule belum sadar, tetapi tubuhnya sudah baikan yang ditandai dengan suara batuk. Ilham memberinya minum air rebusan dedaunan, si bule perlahan membuka matanya. Dikegelapan ia hanya memandang sebuah cahaya pelita yang kedap-kedip dan seorang berambut panjang didekat tungku api.

Ia membiasakan pandangannya, dan setelah lama baru ia sadari bahwa ia masih hidup dan luka diperutnya telah diikat dengan dedaunan. Ia tidak bersuara dan kembali memejamkan mata untuk tertidur.

Dipagi harinya, Ilham memasak air dan merebus ubi. Ia menghampiri sibule, dan membersihkan wajahnya dengan air, lalu ia mengelap tubuh sibule lembut. Sibule membuka matanya dan memperhatikan Ilham "Who are you?" lirih suaranya. Ilham yang tiga setengah tahun lalu merupakan calon TKI ke Australia, sudah mahir berbahasa Inggris, menjawab dalam bahasa Inggris pula "Aku orang penghuni pulau ini..! dan tuan siapa?" jawab Ilham seraya kembali bertanya.

"Aku.. aku... Steaven... kenapa aku disini?" tanya Steaven dengan meringis.

"Kamu dibuang dari kapal, dan aku mendapati kamu dalam keadaan terluka, dan aku bawa kepondok ini..!" jawab Ilham.

Lalu keduanya bercerita tentang kehidupan masing-masing, dimana Steaven rupanya seorang Bos besar yang sedang melakukan perjalanan bisnis. Namun ditengah pelayarannya menuju teluk bayur, ada penyelundup lawan bisnisnya dan membak perutnya.

Lalu dengan pengalamannya, Steaven menyuruh Ilham membakar ujung parangnya untuk membuang peluru yang bersarang dibahunya sebelah kanan. Untung peluru tidak mengena jantungnya, melainkan tulang dadanya dan terjepit disana. Dengan arahan Steaven dan keringat yang mengucur deras, Ilham mengeluarkan peluru dari tubuh Steaven dan membalutnya dengan dedaunan.

Steaven tinggal dipondok Ilham selama lima hari, dan tubuhnya sudah membaik. Steaven berjanji akan membalas jasa Ilham setelah mereka lepas dari pulau itu. Lalu Ilham menyerahkan tas sibule tersebut, dan Steaven mengeluarkan gawainya yang ternyata langsung bisa mendapat signal dari satelit.

Setelah menghubungi anak buahnya yang berada di Paris, Steaven menyuruh Ilham untuk berkemas jika ada yang ingin dibawanya, karena sebentar lagi pesawat jet akan menjemput mereka. Ilham sangat senang, dengan menggunakan gawai milik Steaven, mereka berpose dan berpoto di pondok, kebun, dan lahan milik Ilham.

Hingga tiada berapa lama, terdengar suara mendengung, beberapa pesawat tempur yang berputar diatas mereka dan sebuah helikopter berlabuh tak jauh dari pantai. Beberapa orang berpakaian prajurit lengkap turun dengan senjata ditangan bergegas berlari menghampiri mereka.

Lalu Steaven dan Ilham dibawa keatas helikopter dan mereka meninggalkan pulau itu.

 

BAB X

KEPULAUAN MENTAWAI NAN INDAH

Diana berdiri di dek kapal TNI AL yang membawa mereka ke Pulau Mentawai, ia berdiri bersama Pratu Joni Efendi melihat keindahan laut. Tak jauh dari sana tampak bibir pantai Pulau sinaka kecil yang terjal. "Hm, sebentar lagi... aku akan melihatmu kembali Ilham Kurniawan-Ku" batin Diana, namun genggaman jemari Joni membuatnya tersadar dan dilema.

Setelah berlayar cukup lama, kapalpun berlabuh dpinggir pantai. Seluruh pasukan TNI AL dan dibantu TNI AD turun kepulau tersebut dan menurunkan barang bawaan mereka. Sang komandanpun memimpin mereka kearah kebun kecil milik Ilham.

Sesampai dihalaman pondok Ilham, semua TNI dan Diana terkejut, halaman yang ditumbuhi oleh tanaman Ubi, jagung, kacang, dan rempah begitu subur. Mereka menghampiri pondok tersebut dan abu bekas pembakaran masih terasa hangat dan berasap tipis menunjukkan bahwa baru saja terjadi kegiatan memasak.

"Lihat..! ada tulisan disini..!" teriak salah satu prajurit.

"Jika ada yang datang kesini, tolong jaga dan kembangkan lahan dan kebunku ini.." semua orang membacanya.

"Komandan, ini buku harian penghuninya..!" teriak salah seorang anggota TNI, Diana menghampirinya, ia disuruh membaca oleh Komandan TNI yang tahu bahwa Diana adalah sahabat penghuni pulau ini.

"Dengan air mata berlinang, Diana menghayati tulisan-tulisan Ilham yang menceritakan suka dukanya bertarung melawan malaikat maut dipulau itu, namun diakhir kalimat yang baru saja ditulis berbunyi "Jika kau yakin, tunggulah aku. Namun jika hatimu bimbang, jangan cari aku" Love in the my heart is deat.

Diana dan pasukan TNI berkemah satu malam di pulau Sinaka memandang keindahan kepulauan mentawai dan memakan ubi, jagung, dan sayur peninggalan Ilham. Malam yang amat panjang, desiran angin dibawah taburan bintang  dan suara gemuruh ombak memecah karang membawa sejuta rasa rindi dihati Diana, namun semua orang bergembira ria.

Diana tidur dan terlelap didalam tenda anggota KOWAD diatas barak yang disiapkan untuknya. Mimpi yang ngeri telah berlalu, Ilham melambaikan tangan tanpa menoleh kearahnya.

Pagi hari, Diana berangkat kembali ke Teluk Bayur, sementara anggota TNI sebagian melanjutkan riset pembangunan dermaga TNI-AL disana. Kepulauan mentawai nan indah, see you againt.

 

BAB XI

IN THE PARIS

Sesampai di paris, Ilham dan Mr. Staeven dibawa oleh mobil mewah dan dikawal oleh beberapa mobil mewah lainnya menuju Htel Le Grand Mazarin di jalan PL. Harvey Milk. Ilham dijamu oleh pasukan Mr. Steaven dengan berbaris, Mr. Steaven dibawa dengan kursi roda karena keadaannya dan didampingi oleh Ilham yang semrawut.

Sesampai di President suite, Mr. Steaven langsung diusung oleh Tim Medis keruang yang tertutup untuk diobati, sementara anak buah Mr. Steaven beberapa wanita cantik dan dibantu Mr. Erick mengajak Ilham kekamar mewah bagian dari President suite.

"Mari tuan, perkenalkan saya erick penjaga Tuan Ilham, kita kekamar ini, agar para cewek cantik ini membersihkan tuan..!" ujar Erick seraya mengajak Ilham.

"OK, tapi... saya bisa... mandi sendiri..!" sahut Ilham dengan wajah gugup diperhatikan para wanita tersebut tersenyum.

"Tenang Tuan, kami tidak akan memperkosamu loh..!" goda Leah salah satu wanita cantik itu.

Kemudian mereka membawa Ilham ke kamar mandi, Ilham memakai penutup dibawah pusarnya dengan kain basahan, lalu ia disuruh duduk didalam bathroom. Tubuhnya dibersihkan oleh para wanita tersebut. Kuku-kuku tangan dan kakinya dipotong, tubuh, tangan, dan kakinya dibersihkan berulang kali.

Setelah mengeringkan badannya, rambut Ilham yang gondrong di cukur oleh para wanita itu. Kumis dan jenggotnya dibuang, kemudian wajahnya di cuci dengan berbagai cairan, sehingga hampir tiga jam mereka mengurus Ilham.

Didepan kaca, Ilham melihat dirinya bagikan orang lain. Wajah dan rambutnya begitu bersih dan rapi. Wajah tampan dengan postur tubuh Indonesian, tidak begitu tinggi. Pakaian ala Perancis terpakai indah ditubuhnya.

"Mari tuan, Mr. Steaven telah menunggu anda diruang perjamuan..!" ajak erick tersenyum memandang Ilham. Ilham tersenyum seraya berjalan, "Ayo..!" mereka berdua berjalan beriringan, sementara seluruh anak buah Steaven yang berjajar menunduk hormat kepada mereka.

"Mari anakku Ilham... ayo duduk disampingku..!" teriak Steaven dari Meja utama, sementara semua mata anak buah Steaven yang mengelilingi meja Bundar tersebut menatap hormat kepada Ilham.

"Tout le monde, partir d'aujourd'hui, moi, Steaven de Tiger, devant vous tous, j'ai nomm Ilham Kurniawan d'Indonsie comme mon fils adoptif. Ce qu'il dit est mon discours, ce qu'il commande est mon commandement.. !"

"Semuanya, mulai hari ini, aku Steaven de Tiger, dihadapan kalian semua nya, mengangkat Ilham Kurniawan dari Indonesia sebagai anak angkatku. Apa yang diucapkannya merupakan ucapanku, apa yang diperintahnya merupakan perintahku..!" hadirin bergemuruh menjawab:

Prt mon matre Steaven de Tiger, prt mon matre Ilham Kurniawan

"Siap Tuanku Steaven de Tiger, Siap Tuanku Ilham Kurniawan" jawab mereka bergemuruh.

Lalu Steaven mengangkat gelas anggurnya kearah Ilham kurniawan untuk bersulang. Namun Ilham memilih air mineral, semua anak buah Steaven ketakutan, karena biasanya itu akan membuat Steaven marah besar.

"Qu'est-ce que tu fais Ilham ? Vous m'avez insult ?

"Apa yang kau lakukan Ilham? Kau menghinaku?" pekik Steaven dengan wajah merah padam.

"Maaf tuan Steven! Saya beragama Islam, dan saya tidak menenggak minuman keras!" jawab Ilham dengan tenang.

"tes-vous musulman ? kamu seorang muslim?" tanya Steaven dengan wajah beransur pudar dan tersenyum ramah.

"Ya, jika kamu menyesal mengajakku kemari, maka aku hanya meminta tuan pulangkan aku ke Indonesia..!" jawab Ilham dengan wajahnya yang teduh.

"Maaf... Ilham, engkau anakku. Jika agamamu melarang, maka aku juga tidak memaksamu. Lakukan ibadahmu sesuai agamamu, aku menghargainya. Ayo semuanya kita menikmati hidangan, dan Erick, mulai saat ini kamu carikan koki Muslim untuk Ilham, dan hormati kegiatan agamanya selama di Prancis ini!" titah steaven kepada Erick.

Akhirnya acarapun berjalan lancar, dan Steaven memperkenalkan kepada seluruh anak buahnya untuk menyebarkan foto Ilham kepada seluruh anak buah mereka bahwa Ilham termasuk orang yang tak boleh mereka singgung.

Steaven mengurus surat-surat kependudukan Ilham dan menyekolahkannya ke Sorbonne University di Paris dengan jurusan Ekonomi Manajemen. Steaven yang memiliki banyak perusahaan besar dan termasuk lima orang terkaya di dunia punya harapan agar kelak Ilham mampu mewarisi perusahaannya.

Steaven memiliki rumah mewah di daerah B&B Hotel Versailes Rocquencourt dengan halaman mewah bagaikan istana. Rumah tersebut dijaga oleh pengawal yang berlapis. Isterinya bernama Blair Alexanders, yang merupakan wanita anggun nan cantik jelita, mereka memiliki dua orang anak. Yang pertama Brigham Steaven laki-laki yang sudah membuka bisnis di USA, dan yang masih gadis bernama Caroline Steaven, yang masih kuliah di PSL Research University jurusan medicine and healt atau ilmu kesehatan.

Caroline merupakan gadis periang dengan rambut ikal pirang, wajah nan putih, hidung yang mancung, dan bibirnya yang tipis serta cahaya mata birunya, mampu memikat lelaki manapun. Namun para pemuda takut, karena adanya pengawal yang senantiasa mengawasinya.

BERSAMBUNG....!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun