"Nak, diselatan sana ada sebuah pulau kecil yang termasuk kedalam kepulauan Sinaka, namun pulau tersebut tidak berpenghuni. Namun beberapa waktu akhir-akhir ini, penduduk yang melaut melihat asap yang muncul dari sana, apakah sudah dihuni manusia atau tidak kami tidak tahu. Namun jika kalian bisa hubungi pihak TNI AL, agar melihat pulau itu" ujar pak camat Mabolak Selatan.
"Wah, mantap pak... nanti biar saya laporkan sama komandan kami, agar beliau yang menyampaikannya ke komando AL" jawab Joni yang ikut bersama rombongan itu,
"Terima kasih nak...!" jawab Pak camat.
"Kue ini begitu lezat..!"ucap Diana dengan air mata bergulir dipipinya.
"Ada apa Diana? Kenapa kamu menangis?" ucap Meri salah satu teman dalam rombongan itu seraya merangkul  pundak Diana.
"Kue jagung ini, dan kerupuk ubi buatan penduduk disini mengingatkanku pada kampung halaman..!" lirih Diana seraya menggigit kue jagung itu dengan gigitan kecil.
"Pulang dari sini, kamu kan akan pulang kampung juga! Sabar dikit knapa?" Rudi tersenyum mesra. Namun hati Diana begitu pahit, sebenarnya ia teringat akan seseorang yang telah jauh. Jauh? Sebenarnya mereka begitu dekat dibatasi beberapa ratus meter bentangan laut. Itulah misteri Illahi yang tak kita ketahui.
"Sudahlah Dian... ayo habiskan kuemu, kita akan ke lapangan bola kaki melihat pemuda disini bermain!" ajak Fitri.
Akhirnya merekapun melanjutkan ativitas mereka disana, sementara itu cakrawala menabur langit jingga nan damai bersama kicauan camar dan lambaian nyiur.
Â
BAB VI