"Siap komandan!, hari ini sudah lima hari kita melakukan penulusuran disemua daerah samudera ini. Dari 120 penumpang, 85 sudah teridentifikasi dan meninggal dunia. Sangat tipis harapan bagi kita untuk menemukan puing-puing pesawat dicuaca yang ekstrim ini..!" jawab salah seorang anak buahnya.
"Baiklah! Untuk daerah kepulauan Sinaka ini pencarian kita hentikan, dan masih tersisa dua hari untuk kita melakukan pencarian. Besok kita bertolak kearah utara mudah-mudahan disekitar pulau Siberut kita menemukan titik terang..!" jawab Komandan dengan wajah lesu.
"Siap komandan!" jawab anak buahnya seraya bertolak ke ruang kemudi kapal dan memerintahkan sang kemudi memutar arah haluan demi menghindari badai nan dahsyat.
Matahari bersinar dengan teriknya, burung-burung beterbangan di pohon kelapa yang melambai-lambai ditiup angin pantai. Ombak-ombak kecil bermain di pesisir pantai disebuah Pulau kecil dekat Pulau Sinaka. Pulau yang panjangnya 3,3 KM dan lebar + 500 M itu pada masa itu tidak berpenghuni. selain jarang orang yang datang ketempat itu, pulau tersebut memiliki ragam makhluk hidup didalamnya.
Ilham membuka matanya, kepalanya terasa pusing dan rasa sakit diseluruh tubuh begitu kentara. "Ya Allah... aku masih selamatkah?" batinnya. Lalu dengan sisa-sisa tenaga ia mencoba duduk dan membuka ikatan tubuhnya pada sebuah kopor. Lalu setelah sekian lama ia menarik kopor tersebut ke bawah sebatang pohon kelapa. Ia merebahkan dirinya dan terlelap dibawah pohon kelapa tersebut.
Setelah satu jam tertidur, ia bangun. Rasa sakit disekujur tubuh serta rasa lapar yang maha dahsyat membuat tubuhnya bergetar. Ia mencoba membuka resleting kopor tersebut dan membukanya. Didalamnya terdapat beberapa pakaian yang sudah basah, satu slop rokok dan korek api gas, juga sebuah pisau sepanjang satu hasta dari Kerinci. Tampaknya sebagai oleh-oleh, kemudian juga beberapa penganan keripik ubi buatan Sumatera Barat.
Ia melahap makanan tersebut sehingga tubuhnya agak terasa tegap. Dengan sisa-sisa tenaganya, ia mencari buah kelapa tua beberapa biji dan menenggak airnya. Selama lebih kurang dua jam, ia mengitari pulau tersebut, namun ia tidak melihat tanda-tanda kehadiran manusia ditempat itu. Saat itu hari sudah tinggi, dan ia memutuskan untuk masuk kedalam hutan dengan pisau ditangannya.
Setelah menelusuri hutan tersebut, haripun mulai malam. Ia membuat bivak seadanya untuk istirahat malam dan tidur. Malam itu, terjadi gempa yang dahsyat, air lautpun naik dan iapun begitu panik dan ketakutan ditengah kegelapan. Tubuhnya gemetar, ia berpegang pada sebuah dahan kayu, petir menyambar, dan sebatang pohonpun tumbang terbakar. Ia gelisah mempertahankan antara hidup dan mati.
Â
Â
Â