Leeteuk tidak mengalihkan pandangannya dari layar computer ketika ada yang mengetuk pintu kantornya. Dia meluruskan kacamatanya, sambil tangannya tetap sibuk mengetik di keyboard, mengerjakan tugas kuliah S3-nya yang banyak. Gara-gara kesibukannya, dia sudah dua minggu tidak bertemu Suxuan, dan dia marah pada dirinya sendiri. Untunglah Suxuan cukup mengerti, lagipula Suxuan sendiri nyaris tidak punya waktu luang kecuali tengah malam. Leeteuk baru menoleh ketika ada yang masuk ke kantornya, dan dia adalah seorang perawat.
"Dokter Park, ada pasien gawat darurat yang baru masuk," lapor si perawat.
"Apa? Arasso, aku kesana sekarang," ujar Leeteuk sambil menyambar peralatan kedokterannya.
Dalam sekejap (karena berlarian), Leeteuk sudah sampai di ruang gawat darurat. Dia melihat pasiennya adalah seorang ahjumma yang saat ini sudah diberikan alat bantu pernafasan.
"Dokter Park, dia ditemukan pingsan di rumah dan sepertinya tekanan darahnya tidak normal," jelas salah satu perawat.
Leeteuk langsung memeriksanya dengan teliti dan cekatan. Akhirnya Leeteuk tau, pasiennya ini menderita tekanan darah tinggi yang cukup parah, dan dia khawatir pasiennya ini tidak pernah mendapat penyembuhan yang maksimal.
"Untung kondisinya saat ini tidak parah," ujar Leeteuk, "dia menderita tekanan darah tinggi."
Leeteuk melakukan berbagai perawatan sebelum memerintahkan para perawat untuk memindahkan pasien ke kamar rawat inap, karena keadaannya sudah tidak gawat namun masih perlu dipantau. Leeteuk tidak akan membiarkan pasien ini keluar tanpa dia berikan penyembuhan yang semestinya. Dia keluar dari ruang gawat darurat untuk menemui keluarga pasien.
"Yang mana keluarga pasien?"
"Saya, Pak dokter... eh?"
"Lho, eh? Julie?"