“Nguping ya? Nggak tau, orang lagi tinggi.”
“Eh.., ada Pak bahasa inggris.” Udah seisi kelas langsung bersikap duduk manis.
*****
Aku udah terlanjur sakit hati, aku nggak mau lihat wajah dia, nggak mau baca pesan dari dia, nggak mau mandangin dia. Pokoknya dia, aku pecat jadi pujaan hatiku. Dia emang nggak punya hati banget, padahal teman-teman bilang kalau dia itu anaknya baik dan sopan. Sopan dari hongkong, dia minta maaf juga nggak, pas aku ucapin selamat ulang tahun bilang terimakasih juga nggak. Nilai kesopanannya mana coba?
“Dia nggak sopannya kan Cuma sama kamu.”
“Ngapain sih Yos, ikut campur rapat pleno hati orang.”
“Aku saranin ya, kalau mau cari perhatian dari dia mending kamu itu berhenti merhatiin dia. Kalau nanti dia jadi perhatian sama kamu, berarti dia suka sama kamu dan kalau dia malah balik nyuekin berarti dia nggak suka sama kamu.”
“Aku nggak pernah merhatiin dia.”
“Nanyain kabar dia ke temannya, itu namanya apa? Nungguin dia berangkat tiap pagi, terus ngeliatin dari selatan ke utara. Apa itu namanya nggak merhatiin? Teman-teman nggak bakal tau, kamu suka dia kalau kamu biasa-biasa aja sama dia. So, sekarang bersikap seperti biasa aja. Mandang dia jangan dengan perasaan, kalau bisa berangkat sekolah hatinya ditinggal di rumah aja.“
*****
Satu bulan lebih aku lewati dengan menahan perasaan yang ada, aku membuang jauh perasaan itu. Aku juga berusaha untuk tidak bertemu dengan dia, aku tidak ingin hatiku di buat pasang surut dengannya. Sepertinya, aku berhasil. Setiap bertemu dengan dia, biasa saja tidak ada getaran yang menderu. Semua tentang dia tidak pernah aku fikirkan lagi, aku benar mampu melupakannya dan fokus dengan materi-materi UN. Aku bahagia dengan hidupku sekarang. I’m feel free