“Serius tuh, jarang-jarang loh. Ada cowok baik yang mau deket sama kamu.”
“Segitu buruknya aku, di mata kamu.”
“Peace, ayo buruan jalan. Aku tugasnya belum selesai semua.”
*****
Kelas aku dan dia, itu bersebelahan hanya terpisahkan oleh lapisan dinding yang kokoh. Melihat wajahnya, merupakan salah satu semangatku untuk mengikuti pelajaran sekolah. Tapi, aku tidak ingin menganggapnya lebih. Aku hanya ingin berteman dengannya, karena aku tidak mau tersakiti olehnya. Dia itu anak yang baik, pintar, sopan, tidak mungkin kalau aku harus tersakiti karena dia dan pada akhirnya aku harus melupakan dia juga membenci dia. Aku menginginkan kita untuk berteman saja.
Keadaan dan waktu tak mau memihak kepadaku. Usahaku untuk membentengi hati dan menjauhkan diri dari perasaan itu, justru membawaku ke suatu tempat yang sendu. Harus ku akui, aku mulai mencintainya dan mengharapkannya. Pertemuan kita setiap hari, perbincangan kita meskipun hanya sebatas di dunia maya membuat hatiku goyah apalagi ulah teman-teman yang selalu meledek aku dan dia. Rasanya mustahil, bila hatiku tetap teguh berdiri jauh dari kehidupan dia. Tentunya, perlahan akan mendekat. Dia juga tidak memberi tanda ketidaksukaan dia dengan hal ini, entah karena cuek atau bagaimana. Tapi, temannya juga mengatakan hal yang sama dengan dugaanku. Dia menyukaiku, tapi dia menungguku. Dia tak mau menyatakannya. Aku juga tidak ingin kalau kita harus berpacaran saat ini. Bukan waktunya yang tepat untuk hal seperti itu.
Ujian akhir semester sudah berlalu. Liburan semester 5 sebentar lagi datang. Aku dekat dengan dia di liburan semester 4, berarti sudah satu semester kita saling mengenal. Semakin bertambah hari bukannya bertambah semakin dekat tapi, semakin jauh dan renggang. Kita sudah jarang chatting bareng, kalaupun chatting cepat banget kehabisan materi. Lagian sekarang dia sudah berubah, seakan-akan dia menjauhiku. Mungkin dia tidak ingin semua temannya tau, kalau dia pernah dekat denganku. Aku juga, berusaha cuek. Malah, ini lebih baik daripada yang ada difikiranku. Tanpa harus ku jauhi dia sekarang dia sudah menjauh terlebih dulu.
“Yosa, besok Nandi ultah. Bagusnya, aku berusaha menjadi yang pertama ngucapin apa nggak usah ya?” tanyaku pada Yosa yang sedang membaca buku.
“Harus dong, kamu harus bisa menjadi yang sepesial buat dia.”
“Tapi, aku sebel. Kayanya lebih baik, aku ngucapinnya malem-malem aja. Pura-pura lupa gitu."
“ Ih…, kamu ini gimana sih? besok kan hari sepesialnya, kamu harus bisa buat dia seneng. Entah mau di bales atau nggak yang penting kamu udah ngucapin. Dan, dia tau kalau kamu itu ingat sama hari ulang tahunnya. Aku yakin dia bakal seneng.”