“Kamu yakin temannya dia, tidak sedang bersandiwara? Tapi, kayanya dia cuek banget sama kamu. Tiap aku lihat dia, pasti dia sedang mainin hpnya tapi di hp kamu jarang ada sms dari dia bahkan tidak ada” tampang Yosa sangat kejam.
“Udahlah, sekarang aku mau belajar.” Ku ambil buku yang ada di meja, terus ku buka untuk menutupi mataku yang membendung air mata.
“Bukunya, ke balik neng.” Aku hanya diam, membenarkan buku.
*****
Bimbel yang aku ikuti memang sudah terlihat cukup tapi aku masih merasa kurang. Disamping les yang di wajibkan sekolah dan bimbel di luar sekolah, untuk kali ini ada les sukarela (gurunya sukarela, muridnya juga sukarela). Tentu saja, aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini.
Aku masuk ke ruang les, terlambat. Seperti biasa, setiap hari aku harus mengisi daftar pengunjung perpus. Karena hal itu, seperti sudah menjadi kewajibanku dan hari ini perpus lagi rame aku harus ngantri kaya ngantri sembako hanya demi menulis nama, kelas, dan tanda tangan. Sampai di kelas, les sudah di mulai. Aku melihat bangku yang ada di ruangan itu, sepertinya tidak ada yang kosong lagi. Dari pojok belakang sampai depan penuh, tibalah di meja paling depan pojok kanan tepat di depanku ada bangku kosong. Hatiku lega, begitu ku lihat sampingnya. Aduh.., kenapa Nandi di situ. Hah.., kenapa?
“Apa yang sedang kamu lakukan, cepat duduk” seru guru yang sedang menjelaskan.
“Apa nggak ada yang mau tukeran sama aku” gumamku, aku berjalan menuju bangku itu. “Cie…ciee….cia…cia… Nandi sama Nindy. Cie…cie…cie..” kupingku panas. Pak guru, apa kau tidak mau menyelamatkan aku? kenapa ikut senyum-senyum?
“Emang ada apa antara Nandi sama Nindy?”
“Pasangan baru pak” celetuk anak yang duduk di belakangku. Rasanya ingin ku bakar itu bibir monyong.
“ Wah..wah.., sudah mau ujian bukannya di putus malah baru membangun. Nandi dan Nindy, tolong berkonsentrasilah. Kasmarannya bisa di turunkan levelnya.”