“Aku ngantar adikku yang baru masuk kuliah,” terang Loka padanya.
Milea mengangguk dan tersenyum samar. Kali ini tidak ada beban apa pun. Dia bisa menanggapi Loka dengan lebih baik.
“Makasih udah nyelametin aku waktu itu,” sambut Milea. Loka terkesima dengan tanggapan ramah Milea. “Maaf, aku nggak sempat mengucapkan terima kasih. Mungkin terkesan terlambat dan nggak sopan, tapi aku bener-bener bersyukur atas pertolonganmu.”
“Aku mendengar semua dari Mansy,” cetus Loka sambil menyalakan rokok. Milea menunduk.
“Semoga dia tenang menjalani hidupnya,” harap Milea dengan tulus.
“Ya, semoga,” timpal Loka.
“Aku harus mengajar, makasih sekali lagi,” pamit Milea dengan sopan.
Loka mengamati sosok gadis yang cukup mengisi benaknya beberapa waktu terakhir.
“Semoga kita bisa punya waktu mengobrol, bukan pertemuan singkat seperti ini,” harap Loka.
Milea berhenti melangkah dan menghela napas berat. Dengan sedikit enggan, ia menoleh. Matanya tampak kembali sendu.
“Aku nggak bisa, Loka. Maaf,” tolak Milea dengan wajah penuh sesal. Loka akhirnya menganggap jika gadis itu tidak memiliki perasaan yang sama.