Semua duduk di ruang keluarga. Milea terlihat menunduk dengan wajah kosong. Rasanya sudah cukup menerima makian dari Mansy dan Mina tentang statusnya.
Berkali-kali Mansy melontarkan kalimat ‘anak haram’ disertai telunjuk yang teracung padanya. Entah kenapa, Milea merasakan sudah terlanjur kebal dengan semua keketusan Mansy.
“Aku udah curiga sejak awal! Dia dengan semua sikap sok alimnya itu hanya bohong belaka! Anak pelacur, selamanya bakal jadi pelacur kayak ibunya!” Teriakan Mansy membuat ibunya tidak lagi bersabar.
“Cukup! Kamu makin lama kok makin keterlaluan, sih!” seru ibunya.
“Ma! Mama yang seharusnya ngomong kayak gitu! Pelacur yang udah nyuri suami mama itu ibunya dia!” bentak Mansy seperti kalap menunjuk ke arah Milea.
Ibunya hanya menggelengkan kepala dan tidak sanggup lagi berkata-kata. Mansy benar, seharusnya dia membenci Milea. Tapi bagaimana dia bisa memperlakukan gadis yang begitu penurut dan tidak pernah menimbulkan masalah itu? Milea memperhatikan dan menunjukkan kasihnya, melebihi dua anak dari rahimnya sendiri.
Sementara itu, Milea masih bungkam. Semua yang Mansy ungkapkan memang fakta.
Ya, wanita yang datang saat itu adalah perempuan yang pernah berselingkuh dengan ayahnya. Hasil hubungan terlarang itu melahirkan Milea. Karena kebesaran hati mamanya, Milea diasuh dan tetap mendapatkan porsi yang sama dalam keluarga tersebut.
Kini kedua saudara perempuan mereka tahu dan menuntut Milea untuk tidak lagi tinggal di rumah. Terutama Mansy, yang sejak putus dengan Loka, pasti mencari pelampiasan kemarahan.
“Pilih sekarang! Dia yang angkat kaki, atau aku dan Mina yang pergi!” teriak Mansy tidak mengendurkan tuntutannya.
Ibunya hanya terdiam dan menunduk. Ayahnya terlihat mengeraskan rahang dengan tangan terkepal.