A.Konflik dan Pendidikan Islam
1.Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata Latin "confligo", yang terdiri dari dua kata, yaitu "con" (bersama-sama) dan "fligo" (pemogokan, penghancuran atau peremukan). Dalam bahasa Inggris, kata ini diterjemahkan sebagai "conflict", yang berarti pertarungan, perebutan kekuasaan, persengketaan, perselisihan atau perlawanan aktif. Konflik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merujuk pada percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Kata ini berasal dari bahasa Latin "confligere" yang berarti saling memukul. Sementara itu, Rahim mendefinisikan konflik sebagai keadaan interaktif yang mencerminkan ketidakcocokan atau pertentangan antara individu, kelompok atau organisasi. Konflik, yang berasal dari bahasa Yunani "configere" atau "conflictum", merujuk pada proses saling berbenturan. Konsep ini mencakup berbagai bentuk konflik, termasuk ketidaksesuaian, pertentangan, perlawanan dan interaksi antagonistis. Konflik juga melibatkan hubungan psikologis antagonis, tujuan yang tidak kompatibel, kepentingan eksklusif dan perbedaan nilai.
2.Tingkatan-tingkatan Konflik di Lembaga Pendidikan Islam
Mulyasa mengtakan bahwa konflik dilembaga pendidikan terbagi menjadi enam macam yaitu sebagai berikut:
a.Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal merupakan konflik internal yang dialami individu ketika dihadapkan pada pilihan yang saling bertentangan. Hal ini terjadi saat seseorang harus memilih antara dua atau lebih tujuan yang tidak kompatibel, menyebabkan kebimbangan dan ketidakpastian. Contohnya, konflik antara tugas akademik dan komitmen pribadi. Konflik ini sering disebabkan oleh tuntutan yang melebihi kemampuan individu.
b.Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal merupakan konflik yang terjadi antara individu-individu karena perbedaan pendapat, tujuan atau tindakan. Konflik ini muncul ketika kepentingan bersama terganggu dan hasilnya sangat kritis, seperti konflik antara tenaga kependidikan dalam memilih mata pelajaran unggulan daerah.
c.Konflik Intraorganisasi
Konflik intrakelompok adalah konflik yang terjadi di antara anggota dalam satu kelompok. Konflik ini dapat dibagi menjadi dua jenis: konflik substantif dan konflik afektif. Konflik substantif muncul karena perbedaan pandangan atau keahlian, misalnya ketika anggota suatu tim memberikan kesimpulan yang berbeda meskipun data yang digunakan sama. Sementara itu, konflik afektif terjadi karena reaksi emosional terhadap suatu situasi. Contoh konflik intrakelompok dapat terlihat dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), di mana perbedaan pendapat antar guru sering muncul.
d.Konflik Antar Kelompok (Intergroup)
Konflik antar kelompok adalah konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok. Konflik ini biasanya disebabkan oleh saling ketergantungan, perbedaan persepsi, tujuan yang bertentangan, atau peningkatan tuntutan akan keahlian. Misalnya, konflik antara kelompok guru seni dan kelompok guru matematika. Guru seni mungkin merasa penting untuk melatih siswa menyanyi dengan suara keras, sedangkan guru matematika merasa hal tersebut mengganggu konsentrasi belajar siswa mereka.
e.Konflik Intraorganisasi
Konflik intraorganisasi adalah konflik yang terjadi antara bagian-bagian dalam suatu organisasi. Sebagai contoh, konflik dapat terjadi antara bidang kurikulum dan bidang kesiswaan karena perbedaan prioritas atau pandangan kerja yang tidak selaras.
f.Konflik Antar Organisasi (Interorganisasi)
Konflik antar organisasi terjadi ketika dua atau lebih organisasi saling bergantung, tetapi salah satu organisasi melakukan tindakan yang berdampak negatif pada pihak lain. Misalnya, konflik antara sekolah dengan sebuah organisasi masyarakat yang merasa kepentingannya terganggu oleh kebijakan sekolah tertentu..
Menurut Bashori dan Manumanuso, lembaga pendidikan Islam secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga jenis utama: keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1)Keluarga
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah al-usrah azzawjiyyah, yaitu sekelompok orang yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa. Hubungan dalam keluarga ini tidak hanya melibatkan tanggung jawab individu antara ayah atau ibu saja, tetapi juga melibatkan keduanya secara bersamaan, meskipun tanggung jawab utama sering ditekankan pada ayah. Hal ini terkait dengan aspek-aspek seperti warisan, nafkah, dan kewajiban terhadap anggota keluarga. Sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama, keluarga berperan penting dalam memberikan pendidikan awal kepada anak-anak. Di dalam keluarga, anak belajar dari interaksi dengan anggota keluarga lainnya. Hubungan yang dekat antara orang tua dan anak memudahkan anak menerima pembelajaran serta membentuk karakter awal mereka.
2)Sekolah (Madrasah)
Sekolah merupakan institusi yang memiliki peran signifikan dalam proses pendidikan. Ketika individu tumbuh dan menghadapi kebutuhan yang lebih kompleks, sekolah menjadi tempat yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang tidak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh keluarga. Oleh karena itu, sekolah berfungsi sebagai sarana strategis untuk membekali siswa menghadapi tantangan masa depan. Peran sekolah tidak hanya sebatas memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membantu dalam pembentukan kepribadian siswa secara holistik. Pengembangan karakter menjadi aspek penting karena mencerminkan peradaban dan kemajuan suatu bangsa.
3)Masyarakat
Masyarakat juga memiliki tanggung jawab dalam mendukung pendidikan. Masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu yang dipersatukan oleh nilai-nilai, keyakinan agama, dan norma sosial tertentu. Sebagai lingkungan eksternal, masyarakat memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan anak, terutama melalui interaksi sosial dan dukungan moral. Dalam pendidikan, masyarakat berperan sebagai lembaga independen yang melengkapi peran keluarga dan sekolah. Pendidikan yang diperoleh dari masyarakat meliputi berbagai aspek, mulai dari kebiasaan, pengetahuan, hingga pembentukan sikap, moral, dan nilai-nilai agama.
3.Pengelolaan Konflik di Lembaga Pendidikan Islam
Konflik adalah bagian dari dinamika yang tidak terhindarkan dalam lembaga pendidikan. Oleh karena itu, strategi yang tepat dan sikap yang tegas diperlukan untuk mengelola konflik dengan efektif. Lembaga pendidikan harus proaktif dalam mengantisipasi dan mengatasi konflik. Dengan keberagaman tenaga pendidik dan staf non-pendidik, perbedaan visi, tujuan, dan orientasi kerja sering menjadi pemicu konflik. Interaksi yang kompleks antara individu dalam organisasi memerlukan pengelolaan yang baik untuk menjaga harmoni dan keberlangsungan organisasi.
Lembaga pendidikan menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam mengelola sumber daya manusia yang terdiri dari tenaga pendidik dan non-pendidik dengan beragam karakter. Perbedaan dalam visi, tujuan, dan orientasi kerja sering menjadi penyebab utama timbulnya konflik, baik antar individu maupun antara individu dengan organisasi. Memahami dinamika ini memungkinkan lembaga pendidikan merancang strategi yang efektif untuk menyelesaikan konflik. Langkah-langkah seperti meningkatkan komunikasi, menyelaraskan visi bersama, dan memperkuat kolaborasi antar anggota organisasi menjadi penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang harmonis akan mendukung tercapainya tujuan lembaga secara optimal.
Menurut Naf'ani, terdapat beberapa pendekatan strategis yang dapat diterapkan untuk mengelola konflik secara efektif di lembaga pendidikan Islam. Berikut penjelasan mengenai masing-masing model:
a.Model Kolaboratif
Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya menciptakan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak dalam konflik. Siswa, guru, orang tua, dan manajemen sekolah diajak untuk bekerja sama dan berdialog guna menemukan solusi bersama. Negosiasi menjadi inti dalam pendekatan ini, di mana pihak-pihak yang terlibat diajak untuk saling memahami sudut pandang, belajar dari perbedaan, dan menghasilkan solusi yang inovatif serta memuaskan semua pihak.
b.Model Mediasi
Pendekatan mediasi melibatkan pihak ketiga yang netral sebagai fasilitator untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik mencapai kesepakatan. Mediator harus memiliki integritas, independensi, dan wawasan luas. Dalam lembaga pendidikan Islam, mediasi sering digunakan untuk menyelesaikan konflik antara siswa, antara siswa dan guru, maupun antara orang tua dan staf sekolah. Metode ini efektif untuk menjaga hubungan jangka panjang antara pihak-pihak yang terlibat.
c.Model Transformasional
Pendekatan transformasional menekankan pentingnya peran pemimpin, seperti kepala sekolah, dalam menyelesaikan konflik. Pemimpin bertugas mengarahkan seluruh anggota lembaga untuk memahami tujuan bersama, sehingga konflik dapat menjadi peluang untuk perubahan positif. Pendekatan ini memungkinkan konflik dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperkuat budaya kerja dan meningkatkan komitmen terhadap visi dan misi organisasi.
d.Prinsip Tabayyun
Prinsip tabayyun dalam Islam menekankan pentingnya memverifikasi informasi sebelum mengambil tindakan. Dalam konflik, tabayyun membantu memastikan bahwa semua sudut pandang telah didengar dan kebenaran informasi telah diverifikasi. Pendekatan ini mencegah terjadinya disinformasi yang dapat memperburuk konflik, sehingga keputusan yang diambil lebih bijaksana dan adil.
e.Musyawarah
Musyawarah adalah metode penyelesaian konflik melalui diskusi bersama untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima semua pihak. Dalam lembaga pendidikan Islam, musyawarah sering digunakan untuk menangani konflik yang tidak terlalu kompleks, terutama dalam pengambilan keputusan terkait perbedaan pendapat yang tidak bersifat ideologis.
f.Negosiasi
Negosiasi merupakan cara menyelesaikan konflik tanpa merugikan salah satu pihak. Pihak ketiga yang netral sering kali dilibatkan untuk membantu mediasi dan mencapai kesepakatan. Keberhasilan negosiasi bergantung pada pemahaman yang baik tentang masalah serta sikap positif dari semua pihak yang terlibat. Pemimpin organisasi perlu memiliki keterampilan komunikasi yang baik untuk memfasilitasi proses ini.
g.Fastabiqul Khairat
Prinsip fastabiqul khairat, yang berarti berlomba-lomba dalam kebaikan, digunakan untuk menyelesaikan konflik secara konstruktif dengan berfokus pada kebaikan bersama. Dalam lembaga pendidikan, prinsip ini mendorong persaingan sehat baik secara internal maupun eksternal, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas kerja.
h.Islah
Islah adalah pendekatan damai yang bertujuan menyelesaikan konflik dengan menghindari permusuhan. Proses ini melibatkan pihak ketiga yang netral untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik mencapai kesepakatan damai. Konsep islah sangat relevan dalam lembaga pendidikan Islam karena selaras dengan nilai-nilai Islam yang mengutamakan perdamaian, keadilan, dan persaudaraan.
i.Fokus pada Tujuan Bersama
Konflik dalam organisasi pendidikan sering kali disebabkan oleh perbedaan pandangan mengenai tujuan internal. Untuk mengatasi hal ini, lembaga perlu mengingatkan kembali anggotanya pada visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan, seperti dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) atau Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM). Dengan memahami arah yang ingin dicapai bersama, konflik dapat diminimalkan, dan tujuan organisasi lebih mudah diraih.
Menurut Sidi Gazalba, seperti yang dikutip oleh Bukhari Umar, lembaga-lembaga yang memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan pendidikan Islam dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1)Rumah Tangga
Rumah tangga, termasuk orang tua, keluarga besar, teman sebaya, dan lingkungan sekitar, berperan sebagai pendidik pertama dalam kehidupan anak. Di lingkungan ini, anak mulai belajar dan berkembang sejak usia dini, sehingga rumah tangga menjadi pondasi utama dalam proses pembelajaran awal.
2)Sekolah
Sekolah berfungsi sebagai lembaga pendidikan lanjutan yang mendampingi anak sejak memasuki usia sekolah hingga menyelesaikan pendidikannya. Pada tahap ini, guru profesional bertanggung jawab dalam memberikan bimbingan dan pendidikan secara formal untuk mendukung perkembangan anak secara lebih terstruktur.
3)Kesatuan Sosial
Kesatuan sosial merupakan bentuk pendidikan yang berlangsung sepanjang hidup, di mana nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan interaksi dalam lingkungan masyarakat menjadi sumber pembelajaran yang terus-menerus. Pendidikan ini tidak terbatas pada waktu dan tempat tertentu, tetapi berjalan seiring dengan kehidupan individu di masyarakat.
Secara keseluruhan, lembaga pendidikan Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis utama: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-masing memiliki peran penting dalam membentuk dan mengarahkan perkembangan peserta didik sesuai dengan nilai-nilai Islam
B.Konsep dan Teori Konflik
1.Teori dan Pandangan tentang Konflik
Menurut Miles dalam Steers, istilah "konflik" merujuk pada situasi di mana dua kelompok tidak dapat mencapai tujuan mereka secara bersamaan. Dalam hal ini, perbedaan tujuan menjadi faktor utama yang memicu konflik. Pendapat ini sejalan dengan definisi konflik yang disampaikan oleh Dubin, seperti yang dikutip oleh Sulistyorini dan Muhammad Fathurrohman, yang menyatakan bahwa konflik erat kaitannya dengan motif, tujuan, keinginan, atau harapan dari dua individu atau kelompok yang tidak dapat berjalan secara bersamaan (incompatible). Ketidaksepakatan ini dapat mencakup perbedaan pandangan terhadap tujuan yang hendak dicapai, maupun terhadap cara atau metode yang digunakan untuk mencapainya. Sementara itu, Hardjana menjelaskan bahwa konflik adalah bentuk perselisihan atau pertentangan antara dua individu atau kelompok, di mana tindakan salah satu pihak bertentangan dengan pihak lainnya, sehingga menyebabkan gangguan di antara mereka.
Para ahli manajemen memiliki pandangan yang beragam mengenai konflik dalam organisasi. Menurut Muhyadi, seperti yang dikutip oleh Soetopo, terdapat tiga pendekatan utama terhadap konflik: aliran tradisional, aliran behavioral, dan aliran interaksi.
a.Aliran Tradisional
Pandangan ini melihat konflik sebagai sesuatu yang buruk, merugikan, dan harus dihindari dalam organisasi. Konflik dianggap sebagai penghambat yang perlu dicegah dan dihentikan secepat mungkin. Cara yang dianggap efektif untuk menangani konflik menurut pandangan ini adalah dengan mengidentifikasi akar penyebabnya dan mengatasinya secara langsung.
b.Aliran Behavioral
Aliran ini menganggap konflik sebagai sesuatu yang wajar dan alami dalam organisasi. Konflik diyakini akan terjadi tanpa perlu diciptakan, karena merupakan bagian dari dinamika organisasi. Dalam pendekatan ini, konflik tidak selalu dianggap merugikan, tetapi juga dapat memberikan manfaat jika dikelola dengan baik. Oleh karena itu, pengelolaan konflik menjadi hal yang penting untuk menjaga keseimbangan dan memanfaatkan dampak positifnya.
c.Aliran Interaksi
Berbeda dari dua pandangan sebelumnya, aliran ini justru berpendapat bahwa konflik dalam organisasi perlu dirangsang atau diciptakan. Pemikiran ini didasari oleh keyakinan bahwa organisasi yang terlalu tenang, harmonis, dan damai cenderung menjadi statis dan kurang inovatif. Konflik yang terkendali diyakini dapat mendorong organisasi untuk lebih dinamis, inovatif, dan kompetitif dalam menghadapi tantangan.
Ketiga pendekatan ini memberikan sudut pandang yang beragam mengenai konflik dan bagaimana seharusnya konflik dipahami serta dikelola dalam suatu organisasi.
Beberapa ahli berpendapat bahwa konflik merupakan bagian dari dinamika kehidupan yang tidak dapat dihindari karena perbedaan kepentingan antarindividu. Dengan demikian, konflik tidak harus dihilangkan, melainkan dikelola dengan baik sehingga memberikan manfaat bagi kelompok maupun organisasi. Maragustam Siregar mengemukakan bahwa konflik dapat dipahami dalam dua cara: (1) sebagai gejala yang berpotensi membahayakan dan menjadi tanda instabilitas lembaga, serta (2) sebagai dinamika organisasi yang dapat menjadi pendorong kemajuan.
Menurut Robbins, terdapat tiga pandangan utama mengenai konflik, yaitu:
1)Pandangan Tradisional
Dalam pandangan ini, konflik dianggap sebagai hal negatif yang harus dihindari. Konflik dipandang merugikan baik kelompok maupun individu, sehingga upaya pencegahan dan penghentian konflik menjadi prioritas dalam pendekatan ini.
2)Pandangan Hubungan Manusia
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik merupakan fenomena yang wajar dalam organisasi. Konflik muncul secara alami akibat adanya perbedaan di antara anggota kelompok, baik dari segi persepsi, nilai, maupun pendekatan terhadap suatu masalah. Dalam pandangan ini, konflik tidak selalu dipandang buruk, tetapi dianggap sebagai bagian dari dinamika yang normal dalam organisasi.
3)Pandangan Interaksionis
Pandangan ini justru melihat konflik sebagai sesuatu yang positif dan diperlukan dalam organisasi. Menurut pendekatan ini, konflik dapat menjadi alat untuk memperkuat fondasi organisasi dan meningkatkan fungsi organisasi melalui introspeksi, refleksi, serta evaluasi ulang struktur atau kebijakan organisasi. Manajemen bahkan dianjurkan untuk mendorong terjadinya konflik yang konstruktif sebagai cara untuk mendorong inovasi dan memperbaiki kinerja organisasi.
Pandangan-pandangan tersebut mencerminkan berbagai perspektif dalam melihat konflik sebagai bagian dari kehidupan organisasi. Dengan memahami pendekatan ini, organisasi dapat memilih strategi yang tepat untuk mengelola konflik secara efektif, sehingga konflik tidak hanya menjadi penghalang, tetapi juga menjadi katalisator bagi pertumbuhan dan perubahan positif.
Konflik merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia dan telah menjadi bagian dari sejarah peradaban. Selama manusia hidup, konflik akan terus ada dan tidak mungkin dapat dihilangkan sepenuhnya. Konflik dapat terjadi di berbagai tingkat, baik antar individu, individu dengan kelompok, maupun antar kelompok dalam masyarakat. Secara umum, terdapat beberapa teori yang menjelaskan asal-usul konflik, di antaranya:
a)Konflik dipandang sebagai fenomena sosial yang alami dan tak terhindarkan.
b)Dari perspektif psikologi sosial, konflik muncul dari pertentangan antara dorongan atau motivasi internal manusia dengan tuntutan norma yang ada di lingkungannya.
c)Sebagian teori menyatakan bahwa masyarakat tidak terbentuk atas dasar kesepakatan bersama, melainkan berdasarkan unsur paksaan.
d)Teori Marxisme menyoroti konflik yang timbul akibat kepemilikan harta benda, yang menciptakan ketimpangan sosial.
Selain itu, terdapat teori-teori lain yang memberikan penjelasan lebih spesifik mengenai terjadinya konflik, yaitu:
1.Teori Hubungan Masyarakat
Menjelaskan bahwa konflik disebabkan oleh adanya polarisasi yang terus berlanjut, kurangnya kepercayaan, dan permusuhan antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
2.Teori Negosiasi Prinsip
Mengemukakan bahwa konflik terjadi akibat ketidaksesuaian posisi dan perbedaan pandangan di antara pihak-pihak yang terlibat.
3.Teori Kebutuhan Manusia
Menyatakan bahwa konflik seringkali muncul karena kebutuhan dasar manusia, baik fisik, mental, maupun sosial, tidak terpenuhi atau terhambat oleh berbagai faktor.
4.Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik timbul ketika identitas seseorang atau kelompok merasa terancam, yang sering kali berakar pada pengalaman kehilangan atau penderitaan di masa lalu yang belum terselesaikan.
5.Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi akibat ketidaksesuaian dalam cara berkomunikasi di antara kelompok atau individu dari budaya yang berbeda.
6.Teori Transformasi Konflik
Menggambarkan konflik sebagai dampak dari masalah-masalah ketidakadilan yang muncul akibat ketimpangan sosial, budaya, atau ekonomi.
Dari berbagai teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa konflik dapat terjadi di berbagai lapisan sosial dengan kondisi yang beragam. Faktor penyebabnya seringkali melibatkan perbedaan cara pandang atau paradigma, yang kemudian memicu perselisihan hingga potensi pertikaian. Mengelola konflik dengan bijaksana menjadi kunci untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkannya.
Perbedaan antara konflik dan persaingan (competition) terletak pada ada atau tidaknya gangguan dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam upaya mencapai tujuannya. Persaingan terjadi ketika tujuan dari masing-masing pihak tidak selaras, tetapi mereka tidak saling mengganggu dalam proses mencapainya. Sebagai contoh, dua kelompok dalam suatu institusi, seperti guru dan staf administrasi, mungkin bersaing untuk mencapai tujuan pendidikan. Selama tidak ada upaya untuk menghalangi pihak lain, situasi yang terjadi adalah persaingan. Namun, jika terdapat peluang untuk menghambat tujuan pihak lain dan peluang tersebut dimanfaatkan, maka situasi tersebut akan berubah menjadi konflik.
Pada dasarnya, konflik dapat diartikan sebagai segala bentuk hubungan antarmanusia yang ditandai oleh adanya sifat saling bertentangan. Unsur-unsur konflik meliputi: (1) adanya percekcokan, ketidaksepakatan, atau perbedaan pandangan, (2) berlangsung pada tingkat individu, kelompok, atau organisasi, dan (3) adanya objek tertentu yang menjadi pokok permasalahan. Dalam konteks organisasi, termasuk lembaga pendidikan, konflik merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari karena melibatkan interaksi antara berbagai individu atau kelompok. Konflik, pada intinya, adalah proses dinamis yang dapat diamati, diuraikan, dan dianalisis.
Tahapan Konflik
Konflik berkembang melalui lima tahap yang saling berurutan, yaitu:
a)Laten (Potensial)
Konflik berada pada tahap laten ketika terdapat potensi perbedaan yang disebabkan oleh faktor individu, organisasi, atau lingkungan. Kondisi ini menimbulkan berbagai kemungkinan terjadinya konflik.
b)Konflik Terasa
Pada tahap ini, individu atau kelompok mulai menyadari adanya potensi konflik. Hal ini biasanya tercermin melalui perasaan ketidaksepahaman atau ketegangan yang muncul di antara pihak-pihak yang terlibat.
c)Perbedaan Pendapat
Konflik mulai muncul ke permukaan dalam bentuk perbedaan persepsi, tujuan, atau nilai. Pihak-pihak yang terlibat mulai menunjukkan sikap yang berlawanan atau bertentangan.
d)Konflik Terbuka
Konflik berlanjut menjadi bentuk yang lebih nyata dan dapat disaksikan, sering kali dalam bentuk tindakan agresif yang dilakukan secara terbuka oleh pihak-pihak yang berkonflik.
e)Pascakonflik dan Solusi
Setelah konflik terjadi, upaya penyelesaian perlu dilakukan dengan menganalisis penyebab utama konflik. Solusi harus dicari melalui penerapan strategi manajemen konflik yang tepat agar masalah dapat diatasi secara efektif.
Schmuck mengidentifikasi empat elemen utama yang menjadi pemicu konflik, yaitu:
1.Perbedaan fungsi dalam struktur organisasi.
2.Pertentangan kekuasaan antara individu maupun antar sub-sistem dalam organisasi.
3.Ketidaksesuaian peran yang diemban oleh anggota organisasi.
4.Tekanan eksternal yang dipaksakan terhadap organisasi.
Sementara itu, Mulyasa mengemukakan bahwa sumber konflik dapat berasal dari:
a.Perbedaan pendapat antar individu atau kelompok.
b.Kesalahpahaman dalam komunikasi atau persepsi.
c.Perasaan dirugikan oleh tindakan atau kebijakan tertentu.
d.Kepekaan berlebihan terhadap situasi atau isu tertentu.
Didin Hafiduddin dan Hendri Tanjung menambahkan beberapa faktor lain yang dapat memicu konflik, di antaranya:
1.Perbedaan latar belakang keluarga yang memengaruhi cara pandang.
2.Perbedaan tingkat pendidikan yang menciptakan kesenjangan pemahaman.
3.Kebiasaan yang tidak seragam di antara individu dalam organisasi.
4.Ketimpangan signifikan dalam pemberian kompensasi atau penghargaan.
5.Gaya kepemimpinan yang tidak mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Menurut Maragustam Siregar, sumber konflik yang terjadi di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a)Konflik Struktural, konflik ini disebabkan oleh ketidakadilan dalam akses dan penguasaan terhadap sumber daya, kebijakan yang tidak merata, serta tindakan otoriter dalam pengambilan keputusan.
b)Konflik Hubungan Sosial dan Psikologis dipicu oleh adanya stereotip, prasangka negatif, dan pemberian stigma terhadap individu atau kelompok tertentu.
c)Konflik Kepentingan terjadi ketika pemenuhan kebutuhan individu atau kelompok dilakukan dengan mengorbankan pihak lain, termasuk persaingan tidak sehat dalam bidang politik, sosial, dan budaya.
d)Konflik Data, berakar pada kurangnya informasi, kesalahpahaman, perbedaan dalam interpretasi fakta, hingga manipulasi sejarah.
e)Konflik Nilai dan Adat, muncul akibat perbedaan adat istiadat, nilai ideologi, serta cara penerapan nilai-nilai agama di masyarakat
2. Faktor Penyebab Konflik
Konflik merupakan fenomena sosial yang umum terjadi, dapat ditemukan di berbagai waktu dan tempat. Tidak ada masyarakat yang dalam sejarahnya sepenuhnya terbebas dari konflik. Berbagai penyebab konflik telah dirumuskan oleh para ahli berdasarkan sudut pandang keilmuan masing-masing, antara lain:
a)Kekurangan Sumber Daya Penghidupan. Menurut Malthus, konflik muncul akibat menipisnya pasokan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.
b)Perjuangan untuk Bertahan Hidup. Darwin menjelaskan bahwa konflik adalah hasil dari perjuangan individu atau kelompok untuk mempertahankan eksistensi diri dalam kondisi kompetitif.
c)Ketidakadilan dalam Kepemilikan Alat Produksi. Menurut Marx, konflik disebabkan oleh ketimpangan kepemilikan dan akses terhadap alat produksi dalam masyarakat.
d)Perbedaan dalam Kekuasaan. Dahrendorf mengaitkan konflik dengan ketidaksetaraan distribusi kekuasaan di antara individu atau kelompok.
e)Hasrat untuk Menguasai Orang Lain. Freud menyatakan bahwa konflik dapat bersumber dari dorongan naluriah manusia untuk mendominasi orang lain.
Berbagai penyebab konflik yang telah disebutkan sebelumnya muncul dari naluri dasar manusia, perbedaan pandangan, serta benturan kepentingan dalam kelompok maupun masyarakat. Konflik juga dapat terjadi akibat ketidakseimbangan antara perubahan norma moral suatu masyarakat dengan keinginan, harapan, ketidakpuasan, dan tuntutan individu.
3.Jenis-Jenis Konflik
Pengalaman masyarakat menunjukkan bahwa konflik sosial memiliki berbagai jenis. Setiap bidang ilmu mempelajari konflik dari sudut pandang yang berbeda dengan fokus dimensi atau unit analisisnya masing-masing, seperti:
a.Sosiologi
Bidang ini mempelajari konflik yang terjadi dalam interaksi sosial, baik pada tingkat individu, keluarga, kelompok, masyarakat, bangsa, maupun antarbangsa (konflik internasional).
b.Pekerjaan Sosial
Fokusnya pada dampak kebijakan atau peraturan sosial terhadap tatanan masyarakat (social order), mencakup sistem sumber daya informal, formal, dan nonformal.
c.Psikologi
Meneliti konflik yang terjadi dalam diri individu (intra-personal), seperti konflik batin atau ketegangan psikologis dari sudut pandang kejiwaan.
d.Sejarah
Menggambarkan berbagai konflik yang terjadi dalam perkembangan sejarah, mulai dari konflik di tingkat suku, kelompok, masyarakat, kerajaan, hingga bangsa.
e.Ilmu Politik
Menganalisis konflik sebagai bagian dari upaya memperoleh, mempertahankan, atau memperluas kekuasaan dalam suatu negara atau bangsa, serta manajemen konflik dalam proses politik.
f.Ilmu Komunikasi
Mengkaji konflik dalam proses komunikasi, termasuk aspek-aspek seperti peran komunikator, komunikan, objektivitas pesan, kualitas media penyampai pesan, hubungan antara media dan kekuasaan, kepentingan pemilik modal, hingga agenda setting global.
g.Hubungan Internasional
Bidang ini mempelajari konflik antarnegara atau antarbangsa yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan, baik dalam ideologi, ekonomi, maupun politik yang bersifat antagonistik.
Â
C.Manyikapi Konflik Sosial dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam terus berkembang dan berupaya mengaktualisasikan dirinya untuk merespons berbagai persoalan masyarakat, sekaligus menawarkan solusi atas pandangan yang cenderung bias terhadap pendidikan Islam. Namun, upaya ini masih jauh dari sempurna, terutama dalam menghadapi tantangan kehidupan modern. Salah satu isu yang menjadi perhatian utama adalah semakin memudarnya nilai-nilai kehidupan sosial yang mencerminkan kedamaian, ketenangan, dan kesejahteraan. Fenomena ini diperparah dengan adanya keterbelakangan, konflik sosial, serta berbagai bentuk kekerasan yang kerap menjadi bagian dari realitas kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini, pendidikan Islam memiliki peran krusial dalam mempromosikan dan mendorong perdebatan tentang nilai-nilai dasar masyarakat. Hal ini penting karena agama dan keragaman budaya mempengaruhi cara berpikir, sikap, dan tindakan manusia. Thomas L. Friedman, dalam tesisnya tentang bumi datar, berpendapat bahwa budaya dan agama saling bergabung, seperti dua sisi dari sebuah koin. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Alexander Kobylarek, yang menekankan bahwa agama dan budaya saling terkait dan membentuk pandangan hidup individu. Agama berfungsi sebagai kekuatan yang membebaskan manusia dari kebodohan, penindasan, dan konflik yang merugikan, dengan pendidikan menjadi salah satu alat yang efektif. Keyakinan bahwa semua manusia berasal dari satu sumber, yaitu Tuhan, mengarah pada pemahaman bahwa semua manusia adalah ciptaan Tuhan, yang berarti bahwa mereka sesungguhnya bersaudara.
Menurut Harun Nasution, keyakinan yang sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan serta rasa persaudaraan dapat menjadi dasar bagi terciptanya toleransi. Pandangan ini membawa kita pada pemahaman bahwa seluruh alam semesta, termasuk manusia, merupakan ciptaan Tuhan, meskipun mereka memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda. Di tengah kemajuan teknologi yang pesat saat ini, tantangan utama bagi pendidik dan penggerak sosial-keagamaan adalah bagaimana setiap tradisi agama dapat mempertahankan, melestarikan, menyebarkan, mentransmisikan, dan mewariskan ajaran mereka. Di saat yang sama, setiap tradisi yang diyakini sebagai kebenaran tertinggi juga perlu mengakui dan menghargai keberadaan tradisi agama lain yang melakukan hal serupa.
Secara umum, pendidikan Islam di sekolah belum mendorong pemahaman antarbudaya secara maksimal. Hal ini berkontribusi pada munculnya konflik yang berakar dari keyakinan agama, yang membuat penyelesaian perselisihan sosial dan kekerasan menjadi semakin sulit karena dianggap sebagai bagian dari ajaran agama masing-masing. Seringkali, akar dari banyak konflik sosial yang menimbulkan kebencian jangka panjang tidak sepenuhnya berkaitan dengan agama, meskipun agama tetap menjadi faktor penting dalam konflik tersebut. Potensi konflik dan perpecahan sering muncul akibat ambivalensi agama terhadap persatuan dan kesatuan dalam berbagai bentuknya. Artinya, meskipun agama memiliki potensi untuk menyatukan, ia juga dapat memecah belah.
Agar tidak terjadi gesekan antara kehidupan beragama yang beragam, diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai keyakinan masing-masing agama. Konsep toleransi yang berlandaskan pada nilai-nilai bersama dan cita-cita agama yang memungkinkan umat untuk hidup berdampingan harus diwujudkan. Dinata juga menyatakan bahwa prinsip toleransi beragama yang diajukan dalam tafsir ini meliputi kebebasan beragama, penghormatan terhadap agama lain, dan hubungan baik antarumat beragama. Ketegangan sosial yang masih berlangsung di masyarakat terkait dengan paradigma pembangunan dan pendidikan yang selama ini diterapkan, tidak lagi relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk. Komunitas pendidikan memiliki peran penting dalam hal ini. Pendidikan harus dapat berperan dalam menyelesaikan masalah konflik sosial dan setidaknya menyadarkan masyarakat bahwa memelihara konflik bukanlah sesuatu yang sehat.
Pengaruh Konflik terhadap Lembaga Pendidikan Islam
Miftah mengatakan bahwa dalam teori organisasi klasik, terdapat empat jenis struktur yang sering memicu terjadinya konflik, yaitu:
a.Konflik hirarki: Konflik yang mungkin terjadi di berbagai tingkat hirarki dalam organisasi, terutama antara pimpinan dan karyawan.
b.Konflik fungsional: Konflik yang dapat muncul antar berbagai unit atau departemen dalam organisasi yang memiliki fungsi-fungsi tertentu.
c.Konflik lini-staf: Konflik antara pejabat lini dan staf, yang seringkali terjadi karena staf tidak memiliki otoritas formal atas pejabat lini.
d.Konflik formal-informal: Konflik yang terjadi antara struktur organisasi formal dan informal, biasanya disebabkan oleh ketidakseimbangan antara aturan yang diterapkan dalam organisasi formal dan informal.
Konflik dapat diselesaikan dengan berbagai pendekatan, di antaranya:
1)Integrating
Pendekatan ini melibatkan pertukaran informasi dan adanya keinginan untuk memahami perbedaan, serta mencari solusi yang bisa diterima semua pihak. Penyelesaian dengan cara ini mendorong kreativitas dan mengedepankan perspektif yang berbeda. Namun, cara ini memerlukan waktu yang cukup lama.
2)Obliging
Pendekatan ini menekankan pentingnya menghargai kemampuan orang lain dan tidak merendahkan mereka. Pendekatan ini membutuhkan perhatian tinggi dan kerjasama dalam menyelesaikan konflik, yang dapat mengurangi perbedaan antar kelompok atau kesenjangan komunikasi.
3)Dominating
Pendekatan ini lebih menekankan pada otoritas diri, biasanya digunakan ketika perlu diambil keputusan yang jelas tanpa negosiasi, terutama dalam situasi mendesak. Pendekatan ini efektif ketika ada kekurangan pengetahuan atau keahlian tentang isu yang sedang menjadi konflik.
4)Avoiding
Pendekatan ini dilakukan dengan menghindari konflik, terutama jika konflik tersebut bersifat sepele atau dapat memburuk jika ditangani. Meskipun masalah tidak diselesaikan, kadang-kadang pendekatan ini digunakan jika masalah sudah dianggap usang atau tidak penting lagi untuk diperhatikan.
5)Compromising
Pendekatan ini digunakan ketika kedua pihak harus memberikan perhatian pada masalah yang ada. Penyelesaian dilakukan melalui kompromi atau negosiasi, mencari jalan tengah yang dapat mengurangi perbedaan pendapat. Pendekatan ini efektif untuk mencapai solusi yang seimbang dan menjaga hubungan sosial yang harmonis.
6)Collaborating (Kolaborasi)
Pendekatan kolaborasi melibatkan negosiasi untuk menemukan solusi yang memuaskan semua pihak yang terlibat dalam konflik. Pendekatan ini meliputi pemahaman bersama atas masalah yang ada, serta penggunaan kreativitas dan inovasi untuk mencari alternatif yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
7)Accommodating (Mengakomodasi)
Pendekatan ini dilakukan dengan mengabaikan kepentingan pribadi dan berusaha untuk memenuhi kepentingan pihak lain dalam konflik. Pendekatan ini cenderung memiliki tingkat kerjasama yang tinggi dengan tingkat keaktifan yang rendah.
Berdasarkan berbagai pendekatan ini, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian konflik memerlukan pendekatan yang sesuai dengan konteks dan tingkat kompleksitas konflik tersebut. Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan, namun semuanya memiliki potensi untuk menyelesaikan konflik dan meningkatkan kualitas hubungan yang lebih baik, bukan justru memperburuk keadaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H