Mohon tunggu...
Silvina Sindy
Silvina Sindy Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik dan Pendidikan Islam

19 Desember 2024   09:27 Diperbarui: 19 Desember 2024   09:27 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

C.Manyikapi Konflik Sosial dalam Pendidikan Islam

Pendidikan Islam terus berkembang dan berupaya mengaktualisasikan dirinya untuk merespons berbagai persoalan masyarakat, sekaligus menawarkan solusi atas pandangan yang cenderung bias terhadap pendidikan Islam. Namun, upaya ini masih jauh dari sempurna, terutama dalam menghadapi tantangan kehidupan modern. Salah satu isu yang menjadi perhatian utama adalah semakin memudarnya nilai-nilai kehidupan sosial yang mencerminkan kedamaian, ketenangan, dan kesejahteraan. Fenomena ini diperparah dengan adanya keterbelakangan, konflik sosial, serta berbagai bentuk kekerasan yang kerap menjadi bagian dari realitas kehidupan sehari-hari.

Dalam hal ini, pendidikan Islam memiliki peran krusial dalam mempromosikan dan mendorong perdebatan tentang nilai-nilai dasar masyarakat. Hal ini penting karena agama dan keragaman budaya mempengaruhi cara berpikir, sikap, dan tindakan manusia. Thomas L. Friedman, dalam tesisnya tentang bumi datar, berpendapat bahwa budaya dan agama saling bergabung, seperti dua sisi dari sebuah koin. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Alexander Kobylarek, yang menekankan bahwa agama dan budaya saling terkait dan membentuk pandangan hidup individu. Agama berfungsi sebagai kekuatan yang membebaskan manusia dari kebodohan, penindasan, dan konflik yang merugikan, dengan pendidikan menjadi salah satu alat yang efektif. Keyakinan bahwa semua manusia berasal dari satu sumber, yaitu Tuhan, mengarah pada pemahaman bahwa semua manusia adalah ciptaan Tuhan, yang berarti bahwa mereka sesungguhnya bersaudara.

Menurut Harun Nasution, keyakinan yang sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan serta rasa persaudaraan dapat menjadi dasar bagi terciptanya toleransi. Pandangan ini membawa kita pada pemahaman bahwa seluruh alam semesta, termasuk manusia, merupakan ciptaan Tuhan, meskipun mereka memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda. Di tengah kemajuan teknologi yang pesat saat ini, tantangan utama bagi pendidik dan penggerak sosial-keagamaan adalah bagaimana setiap tradisi agama dapat mempertahankan, melestarikan, menyebarkan, mentransmisikan, dan mewariskan ajaran mereka. Di saat yang sama, setiap tradisi yang diyakini sebagai kebenaran tertinggi juga perlu mengakui dan menghargai keberadaan tradisi agama lain yang melakukan hal serupa.

Secara umum, pendidikan Islam di sekolah belum mendorong pemahaman antarbudaya secara maksimal. Hal ini berkontribusi pada munculnya konflik yang berakar dari keyakinan agama, yang membuat penyelesaian perselisihan sosial dan kekerasan menjadi semakin sulit karena dianggap sebagai bagian dari ajaran agama masing-masing. Seringkali, akar dari banyak konflik sosial yang menimbulkan kebencian jangka panjang tidak sepenuhnya berkaitan dengan agama, meskipun agama tetap menjadi faktor penting dalam konflik tersebut. Potensi konflik dan perpecahan sering muncul akibat ambivalensi agama terhadap persatuan dan kesatuan dalam berbagai bentuknya. Artinya, meskipun agama memiliki potensi untuk menyatukan, ia juga dapat memecah belah.

Agar tidak terjadi gesekan antara kehidupan beragama yang beragam, diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai keyakinan masing-masing agama. Konsep toleransi yang berlandaskan pada nilai-nilai bersama dan cita-cita agama yang memungkinkan umat untuk hidup berdampingan harus diwujudkan. Dinata juga menyatakan bahwa prinsip toleransi beragama yang diajukan dalam tafsir ini meliputi kebebasan beragama, penghormatan terhadap agama lain, dan hubungan baik antarumat beragama. Ketegangan sosial yang masih berlangsung di masyarakat terkait dengan paradigma pembangunan dan pendidikan yang selama ini diterapkan, tidak lagi relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk. Komunitas pendidikan memiliki peran penting dalam hal ini. Pendidikan harus dapat berperan dalam menyelesaikan masalah konflik sosial dan setidaknya menyadarkan masyarakat bahwa memelihara konflik bukanlah sesuatu yang sehat.

Pengaruh Konflik terhadap Lembaga Pendidikan Islam

Miftah mengatakan bahwa dalam teori organisasi klasik, terdapat empat jenis struktur yang sering memicu terjadinya konflik, yaitu:

a.Konflik hirarki: Konflik yang mungkin terjadi di berbagai tingkat hirarki dalam organisasi, terutama antara pimpinan dan karyawan.

b.Konflik fungsional: Konflik yang dapat muncul antar berbagai unit atau departemen dalam organisasi yang memiliki fungsi-fungsi tertentu.

c.Konflik lini-staf: Konflik antara pejabat lini dan staf, yang seringkali terjadi karena staf tidak memiliki otoritas formal atas pejabat lini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun