Mohon tunggu...
Rizkia Nur Amina
Rizkia Nur Amina Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hobi bermain bola voli

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Burnout pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

27 Juni 2024   05:46 Diperbarui: 27 Juni 2024   06:35 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Amanda Putri Fera.

Konsep Burnout pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

PENDAHULUAN

Mahasiswa merupakan suatu kelompok heterogen yang mana kelompok tersebut terdiri dari individu-

individu yang memiliki karakteristik dan kebutuhan yang beragam. Oleh karena itu, mahasiswa perlu

mendapat perlakuan yang sedemikian rupa sehingga masing-masing mereka dapat mengembangkan potensi

secara optimal. Manusia yang optimal cenderung mampu beraktualisasi dan mengembangkan potensi yang

ideal (Sheldon, 2004:13).

Perkembangan secara optimal dalam dunia pendidikan terkhusus pada mahasiswa dapat terjadi karena adanya

jalur pendidikan formal yakni proses pembelajaran yang dominan terjadi dalam lingkungan kelas dengan

sejumlah mahasiswa di bawah pembinaan seorang dosen yang lazimnya disebut sebagai kelas klasikal. Di

dalam kelas mahasiswa dan dosen melakukan aktivitas akademik sebagaimana paradigma pembelajaran yang

berlangsung sejak lama lebih menitik beratkan pada dosen yang mentransfer pengetahuan kepada mahasiswa.

Dalam buku panduan Universitas Negeri Padang (2015:23) dijelaskan aktivitas akademik yang dilakukan

oleh dosen dan mahasiswa terikat oleh sistem kredit semester di mana penyelenggaraan pendidikan

menitikberatkan pada beban studi mahasiswa. Ciri-ciri penyelenggaraan sistem kredit semester di perguruan

tinggi ialah satu kredit kegiatan setara dengan 1 x 50 menit tatap muka, 1 x 60 menit belajar mandiri dan 1 x

60 menit belajar terstruktur. Banyaknya nilai kredit untuk masing-masing matakuliah ditentukan atas

besarnya usaha untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dinyatakan dalam program perkuliahan, praktikum,

kerja lapangan, maupun tugas-tugal lain. Pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling (BK) dalam proses

akademik diharuskan untuk memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan. Ifdil (2010) menjelaskan

bahwa "Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas karakter dan organisasi hasil pendidikan di

sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan moral bahwa peserta didik yang lengkap,

terpadu dan seimbang mulia, sesuai dengan standar kompetensi".

Standar kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa Bimbingan dan Konseling mengacu pada standar

kompetensi guru BK/konselor. Namun pada kenyataannya standarisasi sistem kredit dan standar kompetensi

guru BK tersebut justru mengakibatkan mahasiswa mengalami burnout yang berdampak pada proses

perkuliahan yang tidak maksimal, misalnya membuat tugas asal-asalan, prokrostinasi dan mencontek tugas

teman.. Berdasarkan hasil penelitian Ali Muhson (2011) ketidakoptimalan sistem perkuliahan dipengaruhi

oleh banyaknya kegiatan praktikum menuntut perlu banyaknya tugas yang harus diselesaikan mahasiswa,

baik yang bersifat individual maupun kelompok sehingga mengakibatkan kejenuhan (burnout) pada

mahasiswa. Burnout merupakan kondisi emosional dimana seseorang merasa tidak berdaya, tidak memiliki harapan dan

bahkan jenuh secara mental ataupun fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat.

Definisikonseptual Burnout adalah sebagai sindrom kelelahan emosional, deper- sonalisasi,

dan reduced personal accomplishment yang terjadi diantara individu-individu yang melaku- kan pekerjaan yang memberikan pelayanan kepada orang lain dan sejenisnya. (Indonesia, K. R., 2011). Hal

ini sesuai dengan pendapat Pines dan Aranson (dalam Santrock, 2003:560) yang menjelaskan bahwa

"burnout akan membuat penderitanya merasa sangat kelelahan secara fisik dan emosional". Sedangkan

menurut Namora (2009:58) menjelaskan bahwa "burnout adalah keadaan seseorang yang ditandai dengan

menurunnya produktivitas karena stres yang terus menerus". Taufik, T., & Ifdil, I. (2013) juga menerangkan

bahwa "aktivitas belajar yang berlabihan berdampak pada kondisi ini yang akan pemicu stres pada pelajar, dari waktu yang lama, pengaruhnya terhadap pembelajaran.

Burnout dalam dunia pendidikan merupakan fenomena yang sudah umum terjadi. Penelitian tentang burnout

pada mahasiswa dilakukan oleh Jacobs et al tahun 2003 (dalam Mubiar, 2008:1), pria yang burnout

cenderung mengalami depersonalisasi. (Churiyah, M., 2011). Dari 149 mahasiswa (103 perempuan dan 46

laki-laki) yang dijadikan sebagai subjek penelitian, ditemukan bahwa 30% mahasiswa perempuan mengalami

burnout dalam belajar sedangkan jumlah mahasiswa laki-laki yang mengalami burnout mencapai angka 70%.

Penelitian tersebut senada dengan pendapat Gold dan Roth (1993:35) "Studies have consistently reported that

burnout is more likely to occur in men than women". Pendapat tersebut menekankan bahwa kondisi burnout

lebih memungkinkan dialami oleh pria daripada wanita.

BURNOUT

Konsep burnout pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Freudenberger seorang psikolog klinis yang

praktik di New York, istilah tersebut digunakan pada tahun 1973 dalam jurnal psikologi yang

membahas sindrom "burnout". Istilah 'burnout' telah digunakan pada tahun 1960 yang mengacu pada efek

dari penyalahgunaan narkoba oleh pengguna kronis. Dari semua pengalaman di New York, Freudenberger

mendefenisikan burnout sebagai sindrom yang termasuk ke dalamnya gejala kelelahan, pola mengabaikan

kebutuhan sendiri, berkomitmen dan berdedikasi untuk suatu alasan, bekerja terlalu lama dan terlalu intens,

merasa tekanan datang dari dalam diri sendiri, merasa ditekan, ingin cepat selesai (Gold dan Roth, 1993:30- 31).

Menurut Ayala Pines dan Elliot Aronso (dalam Rahman, 2007:216) burnout merupakan kondisi emosional

dimana seseorang merasa lelah dan jenuh secara fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat.

burnoutmerupakan respon terhadap situasi yang menuntut secara emosional. (Indonesia, K. R., 2011).

Namun secara singkat mereka mendefinisikan burnout sebagai bentuk kelelahan secara fisik dan

emosional meskipun intensitas, durasi, frekuansi serta konsekuensi beragam. Burnout is a syndrome of

emotional exhaustion and cynicism that occurs frequently among individuals who do 'people-work' of some

kind. (Maslach, C., & Jackson, S. E., 1981). Burnout represents a particular type of job stress, in which a

pattern of emotional exhaustion, depersonalization, and diminished personal accomplishment (strains)

result.(Cordes, C. L., & Dougherty, T. W., 1993). Hal ini senada dengan pendapat Gold dan Roth (1993:31- 32) yang menjelaskan: "burnout is, 'someone in a state of fatigue or frustration brought about by devotion to a cause, way of

life, or relationship hat failed to produce the expected reward'. Or stated another way: 'Whenever

the expectation level is dramatically opposed to reality and the person persists in trying to reach that

expectation, trouble is on the way".

Seseorang dalam keadaan kelelahan atau frustrasi yang disebabkan oleh pengabdian kepada sesuatu, cara

hidup, atau hubungan yang gagal untuk menghasilkan sesuatu yang diharapkan atau dengan kata lain setiap

kali tingkat harapan secara dramatis bertentangan dengan realitas dan orang tetap mencoba untuk mencapai

harapan itu, hal itu akan menjadikan sebuah masalah. Maslach dan Laiter (1997:1) juga menjelaskan

burnout merupakan kelelahan secara emosional, fisik, dan mental yang disebabkan oleh suasana tempat

kerja yang kaku, keras sangat menutut baik secara ekonomi maupun psikologis. Akibatnya tuntutan harian

pekerjaan, keluarga dan segala sesuatu lainnya mengikis energi antusiasme. Sukacita kesuksesan dan sensasi prestasi semakin sulit untuk dicapai. Dedikasi dan komitmen untuk pekerjaan memudar. Orang-orang

menjadi sinis, menjaga jarak, berusaha untuk tidak membiarkan diri terlalu terlibat.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan burnout adalah kondisi emosional dimana seseorang merasa

lelah dan jenuh secara fisik dan emosional yang disebabkan oleh intensitas pekerjaan yang terlalu keras

namun kaku. Pekerjaan tersebut menuntut pencapaian hasil sesuai dengan harapan meskipun secara

dramatis bertentangan dengan realitas.

DIMENSI BURNOUT

1) Exhaustion (Kelelahan)

Maslach dan Laiter (1997:17) menjelaskan bahwa Exhaustion menyebabkan seseorang merasakan

hal-hal lain secara berlebihan, baik secara emosional dan fisik. Perasaan yang timbul itu seperti:

merasa kering, dimanfaatkan, dan tidak dapat bersantai dan kembali fit. Ketika bangun pagi, merasa

lelah seperti ketika pergi ke tempat tidur. Kelelahan akan membuat individu merasa

kekurangan energi untuk menghadapi pekerjaan atau orang lain. Exhaustion adalah reaksi pertama

terhadap stres dari tuntutan pekerjaan atau perubahan besar. Kelelahan emosional yang dijelaskan

oleh Namora (2009: 58) "merupakan perasaan seluruh energi habis digunakan". Dalam hal ini,

ketika seseorang mengalami kelelahan mereka akan mencoba mengurangi stres emosional terhadap

orang lain dengan cara memisahkan diri.

2) Cynicism (Sinisme)

Maslach dan Laiter (1997:18) menjelaskan perasaan sinis akan membuat orang mengambil sikap

yang dingin dan berjarak terhadap pekerjaan dan orang-orang disekitarnya. Perasaan tersebut

meminimalisir keterlibatan mereka di tempat kerja dan bahkan melupakan cita-cita mereka. Disatu

sisi, sinisme merupakan upaya untuk melindungi diri dari kelelahan dan kekecewaan. Merasa lebih

aman untuk menjadi acuh tak acuh, terutama ketika masa depan tidak pasti atau menganggap hal- hal tidak akan berhasil. Tapi berpadangan negatif dapat menghancurkan kesejahteraan dan kapasitas

seseorang untuk bekerja secara efektif. Sedangkan menurut Namora (2009:58) menjelaskan bahwa

"seseorang dengan burnout melihat orang lain sebagai objek atau nomor. Mereka memperlakukan

orang lain dengan kasar dan kritis".

3) Ineffectiveness (Ketidakefektifan)

Maslach dan Laiter (1997:18) menjelaskan ketidakefektifan meruapakan perasaan tidak efektif

sama halnya dengan merasa semakin tidak mampu. Setiap pekerjaan baru tampaknya terlalu besar.

Dunia dirasa bersekongkol melawan setiap upaya untuk membuat kemajuan, menyepelekan apa

yang ingin dicapai. Kehilangan kepercayaan dalam kemampuan untuk membuat perbedaan. Dan

karena kehilangan kepercayaan pada diri sendiri hal ini berdampak pada orang lain yang kehilangan

kepercayaan padanya. Namora (2009:58) juga menjelaskan bahwa seseorang dengan burnout

mencoba mengurangi beban kerjanya dengan menghindari kerja, absen, mengerjakan sesedikit

mungkin, tidak mengerjakan tugas tertentu yang dianggap lebih berat dan memakan waktu lebih

lama. Hasilnya adalah menurunnya kualitas serta kuantitas pekerjaannya.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAN BUROUT

a. Lack of Social Support (Kurangnya dukungan sosial)

Gold dan Roth (1993:35) menjelaskan bahwa kurangnya dukungan sosial telah ditemukan dapat

meningkatkan burnout pada beberapa penelitian. Enam fungsi dukungan sosial, yaitu:

mendengarkan, dukungan profesional, tantangan profesional, dukungan emosional, tantangan

emosional, dan berbagi realitas sosial. Mendengarkan dalam artian memberikan saran atau membuat

penilaian. Dukungan emosional dimaknai dengan adanya seseorang yang selalu mendampingi dan

menghargai apa yang di lakukan. Hal tersebut merupakan fungsi yang paling penting untuk

mengurangi burnout. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pentingnya dukungan

sosial dan dukungan emosional sehingga dapat meminimalkan burnout yang dialami.

b. Demographic Factors (Foktor demografis)

Penelitian telah secara konsisten melaporkan bahwa burnout lebih mungkin terjadi pada pria

daripada wanita dan individu yang masih lajang. Melihat temuan dari penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa laki-laki lebih rentan terhadap burnout daripada wanita. Laki-laki lebih

membutuhkan dukungan dan bantuan sosial. Kurangnya dukungan sosial terhadap laki-laki dapat

menyebabkan perasaan terasing dan kekecewaan, yang mengarah keburnout jika tidak diidentifikasi

dan langkah-langkah pencegahan yang diambil. Seseorang yang masih singel juga mengalami

tingkat burnout yang lebih tinggi. Orang-orang yang masih sendiri sering kekurangan dukungan

sosial di rumah dan menghabiskan berjam-jam dengan aktivitas diluar ruamah. Ketika imbalan

diharapkan tidak konsisten dengan upaya yang dilakukan, perasaan kekecewaan, kesepian dan

bahkan kemarahan bisa menjadi konsekuensinya. Imbalan tidak dianggap sebagai sepadan dengan

usaha, maka hasilnya adalah rasa ketidakpuasan yang ekstrim. Perlunya dukungan sosial dan

interaksi dengan orang lain sangat penting bagi mereka yang masih singel (Gold dan Roth, 1993:35).

c. Self-Concep (Konsep diri)

Studi tentang burnout menunjukkan bahwa individu dengan konsep diri yang tinggi lebih terhadap

stres dan lebih mungkin untuk mempertahankan rasa prestasi pribadi saat belajar di bawah tekanan.

Seseorang sering merasa bahwa rasa harga diri dan rasa memiliki terpengaruh ketika mereka

menjadi kecewa dan putus asa. (Gold dan Roth, 1993:35).

d. Role Conflict and Role Ambiguity (Peran Konflik dan peran Ambiguitas)

Individu memiliki rasa konflik ketika peran dan tuntutan yang tidak pantas, tidak kompatibel, dan

tidak konsisten dibebankan pada mereka. Ketika dua atau lebih perilaku peran yang tidak konsisten

ini dialami oleh seorang individu, maka akibatnya adalah konflik peran. Ketika individu tersebut

tidak dapat mendamaikan inkonsistensi antara perilaku peran yang diharapkan, mereka mengalami

konflik. Sedangkan ambiguitas peran adalah ketika Seseorang tidak memiliki informasi yang

konsisten mengenai tujuan mereka, tanggung jawab, hak, dan kewajiban dan bagaimana mereka

dapat melaksanakannya dengan baik (Gold dan Roth, 1993:35).

e. Isolation (Isolasi)

Saat dimana individu sebagai pemula disuatu profesi dengan keyakinan mereka sekarang akan

menjadi milik kelompok tersebut. Namun kenyataannya kondisi tersebut membuat individu rentan

mendapatkan kritik. Sehingga kurangnya dukungan sosial menghasilkan perasaan kesepian dan

isolasi. Dimana individu merasa perasaan tidak ditangani, kekecewaan adalah perkembangan alami

yang akhirnya mengarah ke burnout (Gold dan Roth, 1993:35).

Selanjutnya, Maslach dan Leiter (1997:10-17) mengungkapkan bahwa sumber atau penyebab

terjadinya burnout dapat ditelusuri ke dalam enam macam bentuk ketidaksesuaian antara orang

dengan pekerjaannya yaitu:

a. Kelebihan beban kerja

Dalam prspektif organisasi beban kerja berarti produktivitas, sedangkan dalam perspektif individu

beban kerja berarti beban waktu dan tenaga. Setiap orang dituntut untuk melakukan banyak hal

dengan waktu dan biaya yang terbatas. Akibatnya setiap pekerja mendapat beban yang seringkali

melebihi kapasitas kemampuannya. Kondisi seperti ini menghabiskan banyak energi yang akhirnya

menimbulkan keletihan baik secara fisik maupun mental.

b. Kurangnya kontrol

Banyaknya tugas yang harus dilakukan membuat seseorang sulit menentukan prioritas, mana tugas

yang dilaksanakan lebih dahulu karena seringkali banyak tugas yang harus menjadi prioritas karena

tingkat kepentingan yang sama tingginya atau karena sama tingkat urgensinya. Ketika seseorang

tidak dapat melakukan kontrol terhadap beberapa aspek penting dalam pekerjaan maka semakin

kecil peluang untuk dapat mengidentifikasikan ataupun mengantisipasi masalah-masalah yang akan

timbul. Akibatnya orang menjadi lebih mudah mengalami exhaustion dan cynicism.

c. Sistem imbalan yang tidak memadai

Kurangnya keseimbangan antara sistem imbalan yang bersifat ekstrinsik dan sistem instrinsik akan

melemahkan semangat untuk menyukai pekerjaan dan akhirnya membuat seseorang merasa

terbelenggu dengan hal-hal rutin yang mengakibatkan turunnya komitmen dan motivasi kerja. Hal

ini menandakan kejenuhan mulai menggejala.

d. Terganggunya sistem komunitas dalam pekerjaan

Iklim kerja yang bersifat kompetitif, individual, dan mengutamakan prestasi dapat menimbulkan

perasaan tidak nyaman karena hubungan sosial menjadi paragmental dan keterpisahan dari

lingkungan sosial sebenarnya menimbulkan suatu perasaan tidak aman bagi seseorang yang pada

akhirnya mudah memicu konflik. Penyelesaian konflik sering kali menguras banyak energi dan

mudah menggiring seseorang kearah kejenuhan.

e. Hilangnya keadilan

Salah satu kondisi dari sistem manajemen yang dapat menimbulkan ketidakadilan adalah penerapan

aturan yang tidak konsisten dan komunikasi yang tidak lancar. Ketika seseorang merasakan

ketidakadilan akan timbul berbagai reaksi dan sebagian orang dapat bereaksi dengan cara menarik

diri dan mengurangi keterlibatannya dalam pekerjaan. Selanjutanya gejala-gejala kejenuhan kerja

mulai tampak.

f. Konflik nilai

Sistem nilai akan mempengaruhi interaksi seseorang dengan pekerjaannya. Namun seringkali pihak

manajemen melupakan kebutuhan pekerjanya. Sehingga menimbulkan konflik atau pertentangan

bagi pekerja. Tidak ada penyaluran keluhan bagi karyawan, akhirnya terjadi proses exhaustion

karena mereka merasa harus menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan organisasi.

KARAKTERISTIK BURNOUT

Karakteristik burnout menurut Baron dan Greenberg (dalam Rahman, 2007:218) ,yaitu: a) Kelelahan fisik

yang ditandai dengan serangan sakit kepala, mual, susah tidur, dan kurangnya nafsu makan. b) Kelelahan

emosional, ditandai dengan depresi, perasaan tidak berdaya, merasa terperangkap dalam pekerjaannya,

mudah marah serta cepat tersinggung. c) Kelelahan mental, ditandai dengan bersikap sinis terhadap orang

lain, bersikap negatif terhadap orang lain, cenderung merugikan diri sendiri, pekerjaan, organisasi dan

kehidupan pada umumnya. d) Rendahnya pengharhagaan terhadap diri sendiri, ditandai dengan tidak pernah

puas terhadap hasil kerja sendiri, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang memuaskan.

Menurut Ayala Pines dan Elliot Aronso (dalam Rahman, 2007:218) Penderita merasa tidak tertarik lagi

akan kegiatan yang dikerjakannya, yaitu: a) Kelelahan fisik dicirikan seperti sakit kepala, demam, sakit

punggung, tegang pada otot leher dan bahu, sering flu, susah tidur, rasa letih yang kronis. b) Kelehan emosi

dicirikan seperti rasa bosan, mudah tersinggung, sinisme, suka marah, gelisah, putus asa, sedih, tertekan,

tidak berdaya. c) Kelelahan mental dicirikan seperti acuh tak acuh pada lingkungan, sikap negatif terhadap

orang lain, konsep diri yang rendah, putus asa dengan jalan hidup, merasa tidak berharga

GEJALA YANG TERLIHAT PADA PENDERITA BURNOUT

Terdapat suatu kenyataan yang mengejutkan bahwa semua penderitaburnout awalnya orang-orang yang

bersemangat. Penderita burnout adalah orang-orang yang bersemangat, energik, ambisius, dan memiliki

prinsip yang kuat untuk tidak menjadi gagal dan merupakan figur pekerja keras (Freudenberger dan

Richelson, dalam Gold dan Roth, 1993:41). Ada 11 gejala yang terlihat pada penderita burnout , yaitu : a)

Kelelahan yang merupakan proses kehilangan energi disertai keletihan. b) Lari dari kenyataan, merupakan

alat untuk menyangkal penderitaan yang dialami. c) Kebosanan dan sinisme. Penderita merasa tidak tertarik

lagi akan kegiatan yang dikerjakannya, bahkan timbul rasa bosan dan pesimis akan bidang pekerjaan tersebut

. d) Emosional. hal ini dikarenakan karena selama ini individu mampu mengerjakan pekerjaannya dengan

cepat. dengan menurunnya kemampuan mengerjakan pekerjaan secara cepat, akan menimbulkan gelombang

emosional pada diri individu. e) Merasa yakin akan kemampuan dirinya, selalu menganggap dirinya sebagai

yang terbaik. f) Merasa tidak dihargai. g) Disorientasi. h) Masalah pikosomatis. i) Curiga tanpa alasan yang

jelas. j) Depresi. k) Penyangkalan kenyataan akan keadaan dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun