Mohon tunggu...
MIRANDA NASUTION
MIRANDA NASUTION Mohon Tunggu... Konsultan - Saya perempuan yang hobi menari. Saya anak ragil dari pasangan Alm. Aswan Nst dan Almh Tati Said. Saya punya impian menjadi orang sukses. Motto hidup saya adalah hargai hidup agar hidup menghargai Anda.

Tamatan FISIP USU Departemen Ilmu Komunikasi tahun 2007, pengalaman sebagai adm di collection suatu bank, dan agen asuransi PT. Asuransi Cigna, Tbk di Medan. Finalis Bintang TV 2011 oleh Youngth's management. Pimpinan Redaksi Cilik tahun 2002-2003 (Tabloid Laskar Smunsa Medan).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Putri Rembulan (Novel Klasik Keluarga)

26 Agustus 2018   16:44 Diperbarui: 3 September 2019   17:01 1998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

PUTRI REMBULAN DAN PENDEKAR MAULANA

            Perjalanan pun berlanjut, tetapi kali ini pangeran dan dayang binggung dengan perubahan perilaku putri Rembulan. Para pangeran pun berusaha membuat cerita lucu, tetapi putri tetap saja enggan untuk tersenyum. "Hewan apa  kalau jalan matanya mendelik?" Naga Swarna mencoba memecahkan suasana, tetapi belum berhasil jua. "Hewan apa yang makannya segentong?" Naga Buana mencoba menambahi. Naga Swarna dan Naga Swara mengulum senyum karena senang melihat pangeran pertama bisa juga melucu. Namun, ketiganya belum bisa senang, karena putri Rembulan hanya menatap mereka satu per satu dengan wajah sendu.

Para pangeran pun mulai meredakan keinginannya untuk menghilangkan kesuntukkan di wajah putri, adik mereka. Mereka pun mulai mengalihkan perhatiannya kepada hal lain, bisa juga mengingat-ingat kejadian yang lalu untuk mengisi kekosongan waktu. Ada yang sedikit menahan senyum. Ada yang mengubah-ubah mimik wajahnya. Hal ini membuat kantuk pun datang. Namun, tanpa disangka tibalah mereka di dekat sungai, mereka berhenti sejenak untuk mengambil wudhu. Mereka pun mengerjakan sholat di dalam kereta kuda. Setelah selesai sholat dan berdoa, pangeran melihat wajah putri Rembulan semakin sendu. "Hati Cuma satu. Dua mata tak mampu melihat sang jawara. Sang jawara baik hati, tidak tahu dari negeri mana asalnya. Sepertinya...," putri Rembulan menghentikan kata-katanya. "Abangda akan segera mencari tahu tentang jawara tersebut,          tetapi tersenyumlah dulu," sambung pangeran Naga Swara. "Benarkah?" tanya putri Rembulan cepat. "Benar," jawab ketiga abangnya kompak.

            Perjalanan berlangsung damai. Semua mereka yang akan menyeberang lautan tidak lupa berdoa dan bersabar, serta selalu menjaga kesehatan. Jalan setapak, jalan bebatu, jalan becek, semua medan terasa sudah dijalanin. Berjenis-jenis pohon sudah bersua dengan para putra dan putri raja. Berbagai paras manusia telah disaksikan. Berbagai kota dengan segala keindahannya telah dipandang penuh kekaguman. "Pengawal berapa hari lagi kita sampai di tempat tujuan?" tanya Naga Buana kepada orang kepercayaannya. "Kurang lebih tiga hari lagi Pangeran," jawab pengawal itu pula.

            Tiga hari pun berlalu. Hari-hari yang melelahkan. Apalagi  buat putri Rembulan yang sedang jatuh cinta. Pangeran dan putri dijemput oleh kapal layar milik saudara jauh mereka.  Di atas kapal layar tersebut abang beradik ini menghirup udara dalam-dalam, tetapi anehnya seperti orang yang baru melihat hantu putri Rembulan mencari-cari ke sekeliling kapal. "Mari kita masuk dan makan jamuan yang telah disajikan," tawar pengawal dengan santun. Putri Rembulan menyantap makanan dengan lahap, membuat para pangeran senang dan mengucapkan syukur, terlebih lagi karena mereka masih diberi kesehatan selama perjalanan. Mata putri berbinar-binar sepertinya ada kabar gembira akan datang. Setelah bercengkerama cukup lama seusai makan bersama, putri Rembulan merasa lelah dan mengantuk.  Pangeran sulung maklum dan menyuruh dayang mengajak putri Rembulan masuk.

            "Permisi kepada abangda dan pengawal karena putri harus permisi terlebih dahulu. Mohon maaf putri tidak bisa menemanin lebih lama untuk mendengar lebih banyak cerita penuh makna dari tanah Jawa," tutur putri Rembulan lembut. "Ah tidak perlu sungkan putri. Saya tahu putri sedang tidak enak badan dan hati. Silakan putri beristirahat segera," jawab orang kepercayaan paman mereka. Putri Rembulan pun bangkit dan keluar dari ruangan tersebut bersama dayangnya. Sesampainya di kamar, putri merasa senang kamarnya ditata dengan apik. "Dayang, kau bisa beristirahat juga."


            "Baik putri Rembulan. Ada yang dapat saya bantu sebelum putri berangkat tidur?" "Tidak, biar aku melakukannya sendiri," putri pun menganti pakaiannya. Putri berdoa dulu sebelum tidur. Tak lama putri pun sudah tertidur pulas.

            "Rembulaan, aku di sini."

            "Di mana?"

            "Aku di sini. Coba balikkan wajahmu," Andi memanggil tidak sabar.

            "Andi...., kau kemana saja? Aku rindu."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun