Mohon tunggu...
MIRANDA NASUTION
MIRANDA NASUTION Mohon Tunggu... Konsultan - Saya perempuan yang hobi menari. Saya anak ragil dari pasangan Alm. Aswan Nst dan Almh Tati Said. Saya punya impian menjadi orang sukses. Motto hidup saya adalah hargai hidup agar hidup menghargai Anda.

Tamatan FISIP USU Departemen Ilmu Komunikasi tahun 2007, pengalaman sebagai adm di collection suatu bank, dan agen asuransi PT. Asuransi Cigna, Tbk di Medan. Finalis Bintang TV 2011 oleh Youngth's management. Pimpinan Redaksi Cilik tahun 2002-2003 (Tabloid Laskar Smunsa Medan).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Putri Rembulan (Novel Klasik Keluarga)

26 Agustus 2018   16:44 Diperbarui: 3 September 2019   17:01 1998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            "Sayangku aku harus pergi berlayar. Aku merasa. Harus menyelamatkan banyak orang. Aku sedang membicarakan pesan yang dikirim oleh merpati tadi pagi." Putri Rembulan terdiam dan menahan tangis. Putri Rembulan tidak ikhlas. Putri Rembulan berlari ke kamar dan melihat putrinya sedang tertidur. Putri menyeka air matanya.

      "Mengapa ini harus terjadi? Entah mengapa aku merasa tidak rela. Aku merasa sangat membutuhkan dirimu untuk melihat anak kita tumbuh besar." Putri menutup mulutnya, tersadar mengapa berpikir sejauh itu. Bukankah suaminya hanya permisi untuk menolong orang lain. Bukan untuk pergi merantau dan tidak pulang-pulang.

      "Istriku kamu salah. Aku hanya pergi sebentar. Tidak lama. Mengapa kau sedih  

seperti seolah-olah aku akan pergi lama sekali. Oh, ya aku tahu itu karena kau masih meragukan kemampuanku. Benar kan? Ayo mana ada sih yang lebih hebat," kata pendekar Andi ketika ada di kamar. Pendekar Andi langsung menyusul istrinya karena melihat tambatan hatinya itu menangis. "Tsst. Tidak boleh takabur, sayang . Aku semakin takut." Putri meletakkan telunjuknya di mulut suaminya. Mereka duduk di pinggir tempat tidur.

        " Tapi apa kamu tidak mau membantu orang lain?"tanya pendekar tak percaya.

         "Baiklah sayang. Aku mencintaimu. Aku mau mendukung yang menjadi cita citamu. "


         "Terima kasih sayang. Aku juga sangat mencintaimu."  

        Keesokkan harinya, putri Rembulan memakaikan pakaian berlayar sang suami tercinta, sebelumnya pendekar sudah meminta izin kepada sang ayahanda dan ibunda. Pada saat itu putri Rembulan kembali menangis. Sementara pendekar Andi Maulana bersemangat sekali. Putri menyadari semangat sang suami yang begitu terlihat.

        "Ya Allah lindungi suami hamba. Lindungi dia ya Allah."  

        "Sayang, sayangku kau jangan menangis lagi. Merpati akan menjadi penghubung kita."

      Selesai berbenah putri mengantar Andi Maulana ke halaman depan istana. Sebelum berangkat putri dicium oleh suami di keningnya. Tidak lupa putri mereka, putri Permata.  Sekuat apapun putri meredam gejolak hatinya. Rasanya semakin pahit. Dia merasa khawatir sekali dengan suaminya. Tiba tiba cahaya silau muncul mengiringi kepergian suami. Cahaya berwarna merah muda yang sangat indah. Cahaya itu berasal dari tubuh putri Rembulan. Putri Rembulan dan permata melambai-lambaikan tangannya. Putri masuk kembali ke istana. Cahaya merah muda masih terlihat. Perlahan-lahan menghilang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun