Ratu Indraloka       :"Raja yang arif, suamiku. Aku ingat sesuatu, tetapi sesuatu ini adalah sesuatu yang kurang baik. Ketika calon raja dan ratu, pangeran Maulana dan putri Rembulan  menghadiri  pesta pernikahan kakak-kakaknya. Aku sempat berbincang dengan seorang alim. Dia mengatakan bahwa aku harus siap dengan kebahagiaan dan kesedihan. Saat itu dia melihat Rembulan bersama Raja dan Ratu Makassar, yang juga turut hadir"
Raja indraloka       :"Aku juga merasa ada yang tidak beres dengan keputusan Maulana untuk melaut dengan temannya."
 Â
""""
      Nakhoda suatu hari melihat sebuah kapal. Hasratnya ingin mendapat harta muncul. Lantas dicegah oleh pangeran Maulana, "Aku menurutimu karena ingin mendapat banyak pengetahuan. Bukan untuk berbuat yang tidak-tidak. Aku bisa berubah pikiran, kalau kau masih berkeinginan merampas harta orang lain."  Nakhoda terdiam dan mengurungkan niatnya.
     "Beberapa minggu lagi kita akan sampai di Cina. Aku sudah pernah mengunjungi Cina. Aku ingin kita menyeberang dan tiba di Mongolia. Aku ingin melihat cara mereka mengembala sambil bercerita dengan pengembalanya. "
      "Sungguh pengalaman yang sangat kau impikan," dengan nada sedikit menyindir, tetapi diakhiri dengan rasa ingin tahu pangeran.
       "Maaf kawan. Jika aku yang memulai perjalanan ini. Padahal aku yakin kau bisa melakukannya. Namun, hasratku lebih kuat, sehingga membuatmu lebih cepat melaut kembali. Mungkin kalau kau menunggu izin istrimu, butuh beberapa tahun lagi. Mungkin 10 tahun lagi."
       "Mungkin benar." Pendekar melihat kembali sinyal yang diberikan istrinya.
       "Sinar indah itu terlihat kembali. Aku tidak tahu berasal dari mana. Suatu saat aku akan mencari tahu."
                                   Â