Siapa sangka pada 3 Maret 1980, Bung Hatta masuk RS Cipto Mangunkusumo untuk menjalani serangkaian perawatan. Itulah untuk terakhir kalinya Bung Hatta pergi meninggalkan rumah.
Pada 13 Maret 1980, kondisi fisik suami Rahmi Rachim itu kian merosot sehingga harus menjalani tindakan medis di ruang ICU. Pada pukul 18.56 WIB, hari Jumat, 14 Maret 1980, ia menghembuskan nafas terakhir. Bung Hatta wafat dengan tenang didampingi sejumlah anggota keluarga tercinta. Bangsa ini pun kehilangan salah seorang putra terbaiknya.
 Keesokan harinya, ribuan orang berbondong-bondong menuju rumah duka di Jalan Diponegoro 57, Jakarta. Jalan-jalan menuju kompleks makam Bung Hatta telah dipenuhi lautan manusia. Mereka ingin melepas kepergian Bung Hatta yang untuk terakhir kalinya. Pernyataan duka juga disampaikan para pemimpin dunia, khususnya negara-negara sahabat. Mereka mengenang Bung Hatta sebagai pejuang demokrasi yang gigih.
  Gema tahlil mengiringi jasad Bung Hatta sampai ke liang lahat. Pemakaman berlangsung dengan upacara kenegaraan yang dipimpin wakil presiden Adam Malik. Dalam keterangan persnya, Presiden Soeharto meminta masyarakat untuk meneruskan cita-cita Bung Hatta. Banyak para pelayat yang menangis seakan kehilangan orang tua sendiri. Dalam sanubari mereka, Bung Hatta telah menjadi penjaga nurani bangsa. Ia merupakan pemimpin yang dicintai, bukan ditakuti, rakyat seluruhnya.
Dalam wasiatnya, Bung Hatta menyebutkan, bila kelak meninggal dunia, ia ingin dimakamkan di kompleks permakaman biasa. Maknanya ia enggan berpisah dengan rakyat Indonesia yang dicintainya. TPU Tanah Kusir menjadi tempat peristirahatan terakhirnya. Betapapun jasad Bung Hatta amat pantas berada di taman makam pahlawan nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H