"Ada sedikit kekacauan pada pengelolaan perkebunan, Ayah."
"Benarkah?" sahut Martha.
Lelaki itu mengangguk pasti, "Ya! Tuan Carlos mencurigai laporan keuangan yang janggal, terkait pajak hasil perkebunan. Beliau mengeluhkan hal itu padaku, dan beliau... juga merasa perlu menyelidikinya."
"Apa tuan Carlos berencana menjadikanmu mata-mata, Kakak?"
"Jangan Matias! Itu cukup berbahaya. Kau akan berhadapan dengan orang-orang licik."
"Tidak Ayah. Beliau tidak memintaku memata-matai apapun. Beliau hanya sebatas mengeluhkan saja. Tentunya beliau merasa heran, beliau tak mengerti bagaimana kejanggalan itu bisa sampai terjadi."
"Tapi aku rasa, kakak cukup handal untuk memata-matai seseorang."
"Apa katamu, Martha?" tanya countess Victoria kepada anak gadisnya. Sedang Matias yang tersentak mendengar kalimat adiknya itu, membulatkan matanya kepada Martha agar dia tidak mengatakan apapun tentang Nivea di hadapan kedua orang tua mereka.
"Ah, itu.. Tidak Ibu! Aku hanya asal bicara saja. Hahaha.. Maafkan aku." jawabnya kemudian terdiam, menyabet segelas air putih dan meminumnya.
Setelah selesai dengan sarapannya, mereka pun berhamburan satu persatu dari kursinya. Dan mulai melakukan kesibukannya masing-masing.
Matias telah memutuskan untuk berhenti mendatangi toko roti milik gadis yang disukainya itu. Untuk sementara ini, dia akan membuat Nivea merasa berhasil telah mencegah dirinya datang kesana, dengan cara menyampaikannya pada Martha. Lagi pula, Matias sendiri tidak ingin kedatangannya sampai membuat Nivea merasa tidak nyaman.