Dan Nivea pun membelalakkan matanya mendengar hal itu. "Ah, tentu nyonya. Kami akan selalu berwaspada dengan orang-orang yang mencurigakan di sekitar kami. Terima kasih Anda telah mengingatkanku."
Wanita yang tampak datang dari kalangan menengah itu, beranjak pergi dari sana setelah menutup perbincangannya dengan Nivea.
"Seri!"
"Ya nona." gadis yang selalu tampil dengan gaya rambut ekor kuda itu menghampiri nonanya secepat kilat.
"Kita akan pergi sekitar jam tiga sore dan langsung kembali ke rumah. Jadi sekarang, kerjakan apapun yang bisa meringankan pekerjaan Clara dan David!"
"Baik nona. Saya mengerti."
Mendadak Nivea merasa kesal, dirinya jadi tidak leluasa. Hatinya jadi tak tenang, karena lelaki itu tampak terus berusaha ingin menemui dirinya. Apakah yang dikatakan selama ini oleh Seri adalah hal yang benar? Bahwa kakak kelasnya di perguruan ketiga itu menyukai dirinya. Nivea pikir, dirinya harus segera menghentikan hal itu. Dia harus mencegah Matias kembali mengunjungi toko rotinya.
"Sebenarnya, kita mau kemana nona?" tanya Seri penasaran. Kini keduanya sudah berada dalam kereta kudanya hendak mencapai suatu tempat.
"Ikut saja Seri! Tolong jangan bertanya apapun." kalimat bernada datar itu sudah cukup membungkam mulut Seri.
Beberapa menit kemudian, kereta mereka akhirnya berhenti di depan sebuah pintu gerbang kediaman yang tampak asing bagi Seri dan Nivea sendiri. Beruntung sang kusir, tuan Willy tahu persis dimana letak tempat yang menjadi tujuan nonanya kali ini.
Untuk sesaat beliau mengatakan niat kedatangan mereka kepada seorang penjaga pintu gerbang disana. Namun volume suara kedua lelaki yang berbincang itu tak dapat ditangkap oleh telinga Seri, sehingga dirinya semakin penasaran.