"Ya! Tentu Martha. Apa yang dikatakan Martha itu benar, Gabriela. Aku berteman dekat dengan Matias. Dan Matias pernah mengatakan padaku, bahwa adiknya ini begitu perhatian pada tumbuh-tumbuhan di sekitar rumah mereka."
"Ah, jadi begitu ya!" tukas Gabriela.
"Baiklah! Sudah waktunya aku harus mulai bekerja. Aku permisi." seraya sedikit membungkuk ke hadapan kedua gadis itu. "Dan kau Martha, kau tidak perlu khawatir karena aku akan bekerja dengan mengenakan apron pekerja kebun." tambahnya sebelum berbalik badan meninggalkan Martha dan Gabriela.
***
Jika hari ini begitu cerah bagi Martha, lain halnya dengan Nivea. Hari yang harus dilewatinya ini berwarna sama dengan gaun yang dikenakan Martha di kejauhan sana. Hari Nivea sungguh terasa abu-abu. Sejak tiba di toko rotinya, rasanya Nivea ingin terus marah-marah tanpa alasan yang jelas.
"Clara, aku sudah berkali-kali mengatakan pada kalian. Jangan meletakkan pembuka botol di sembarang tempat! Kenapa kau meletakkannya disini? Kau harus selalu mengembalikan alat itu ke tempat semula. Cepat kembalikan alat ini ke lemari limun!"
"Maafkan Saya nona." ucapnya lemah seraya menghampiri nonanya untuk mengambil alat pembuka botol itu dari tangan Nivea.
"Nona, bukankah tadi Anda sendiri yang membawa alat itu ke atas meja dapur? Anda kembali ke dalam setelah membukakan limun di hadapan nyonya bergaun biru tadi." tukas Seri.
"Benarkah? Bagaimana mungkin aku melupakan hal itu? Dan kau Seri, kenapa belakangan ini kau begitu sering membantahku?"
"Maafkan Saya nona."
Semua terdiam. Nivea menghela nafas kemudian berlalu sambil berkacak pinggang. Di depan sana, di balik meja pemesanan dirinya harus bekerja keras melawan emosinya yang tampak sedang tidak stabil. Nivea harus tetap tampil ramah menyambut dan melayani setiap pelanggan yang datang kesana.