"Pa.. ini mau pamit. Mama mana?"
"Mama sudah tidur." papa menjawab pertanyaanku seraya bangkit dari posisinya yang sedang asyik selonjoran di karpet. Papa menghampiri tempatku dan Henry berdiri di ambang pintu. Tadinya Henry mau masuk menghampiri papa, tapi gelagat papa sudah mau beranjak duluan. Maka aku urung mengajak Henry ke dalam.
Henry berpamitan seraya mencium tangan papa. Papa pun menyambutnya dengan ramah serta mengucapkan hati-hati di jalan pada Henry. Oh iya, papa juga sempat berbasa-basi menanyakan pada Henry di mana rumahnya. Seusai perbincangan singkat antara papa dan Henry, Henry langsung tancap gas meninggalkan pekarangan rumah kami. Dan papa menggembok pintu pagar.
"Duluan ya pa.." aku beranjak masuk lebih dulu membiarkan papa sendirian menggembok pintu pagar.
"Heh.. Anak nakal! Habis pacaran, papanya disuruh nutup pintu."
Saat ini hanya tertawa yang menjadi jawaban paling aman dari ucapan papa barusan. "Haha haha.." aku buru-buru masuk ke kamar dan mengunci pintu kamarku. Tidak lupa aku membasuh wajahku dulu sebelum tidur. Ku rebahkan diriku di atas tempat tidur berseprai warna pink polkadot putih. Mataku belum begitu ngantuk, ku pandangi langit-langit kamarku. Wah.. Ada bayangan wajah Henry sedang tersenyum padaku.
"Huss!" aku segera menepis bayangan itu jauh-jauh dari halusinasiku. Aku memiringkan tubuh ke arah kanan. Memeluk guling, mulutku berkomat kamit membaca doa sebelum tidur sambil memejamkan kedua mata. Tidak butuh waktu lama, aku pun terlelap dalam dunia mimpi.
Sepertinya aku belum lama tertidur, belum sempat bermimpi apa-apa. Kenapa alarm ponselku sudah bersuara? Hmm.. Setelah ku amati dengan seksama dan penuh konsentrasi, ternyata memang sudah waktunya alarmku mengeluarkan suaranya yang heboh. Hari ini aku kebagian shift pagi lagi. Baguslah.. Kalau hari ini kebagian shift siang, mungkin malam nanti papa harus menjemputku lagi karena sepertinya Pak Iwan masih berada di kampung.
Rutinitas hari ini tidak akan jauh berbeda dari hari kemarin dan hari-hari sebelumnya. Aku harus bersemangat kembali hari ini. Setibanya aku pagi ini di kedai, bersama Rena dan Eka, kami bertiga mempersiapkan segala sesuatunya sebelum kedai siap dibuka untuk pelanggan.
Setengah jam kami membuka kedai, pelanggan pertama kami sudah tersenyum-senyum padaku dari jauh. Dari luar dia melangkahkan kakinya menuju pintu kedai seraya menatap dan tersenyum padaku.
Henry mulai datang pagi-pagi lagi ke sini. Ya, sekarang aku bisa menebak sebabnya. Mungkin dia memilih datang pagi-pagi kesini karena berpikir Mba Lidya tidak mungkin sepagi ini sudah ada di kedai. Meskipun semalam kami sama sekali tidak membahas soal Mba Lidya, tapi sepertinya tebakanku ini yang paling tepat.