Henry mengangguk, "Hmm...."
Aku terdiam sejenak sambil mengunyah potongan-potongan kecil bakso dalam mulutku. Seraya sedikit menimbang-nimbang tawaran dari Henry. Aku pikir, kalau itu memang kemauan Henry sendiri yang ingin mengantarku, kenapa aku harus menolak niat baiknya. Lagi pula walaupun harus menunggunya satu jam, perjalanan nanti akan lebih singkat dan nyaman jika menggunakan motor.
"Oke lah.. Nanti aku tunggu sampe kamu selesai. Kabarin aja kalau sudah keluar, kita ketemu di parkiran motor."
"Emang kamu tahu, aku parkir dimana?"
Aku menggeleng dan tertawa, "Haha, ngga tahu. Emang parkir sebelah mana ?"
"Parkiran motor samping. Yang tadi kita lewatin lho."
Wah.. Sepertinya Henry memarkirkan motornya masih satu area dengan mobil putih yang tadi ku lihat, mobil Mba Lidya. Semoga saja nanti, kami tidak terlihat pulang bersama.
Meskipun kini aku tidak canggung lagi berbincang-bincang dengan Henry, namun di setiap awal pertemuan kami aku masih selalu merasa nervous. Kalau Henry sudah mulai mengajakku bicara, perlahan rasa nervous itu hilang sendirinya. Lantas kami dapat mengobrol dengan santai.
Bakso kami telah tandas, gelas teh juga sudah kosong. Aku rasa, makanan kami juga sudah selesai berproses menuju ke dalam perut. Waktu istirahat kami tersisa sepuluh menit. Pas sekali waktunya digunakan untuk berjalan kaki santai kembali ke tempat kerja kami masing-masing. Aku dan Henry berpisah di dua blok pertama dari arah belakang ruko "kedai kopi Rindu", aku berniat kembali ke kedai lewat pintu samping.
Aku belok lebih dulu ke kiri, sedangkan Henry masih berjalan lurus terus hingga ke pojok deretan ruko. Sambil menapaki jalan menuju pintu samping kedai, aku hanya berpikir apakah hari-hari esok yang akan datang kelak aku dan Henry akan selalu makan siang bersama seperti hari ini? Apa kami akan punya banyak waktu untuk mengobrol lagi seperti tadi? Ah.. Buat apa aku berpikir sejauh ini. Memikirkan hari-hari yang belum terjadi.
Ketika Henry datang malam-malam ke rumahku, aku juga tidak menyangka sebelumnya kalau dia benar-benar akan datang. Aku pernah sempat mengira kalau dia hanya berbasa-basi menanyakan alamat lengkapku. Mungkin, juga masih banyak hal yang tidak terduga yang akan terjadi di hari-hari mendatang.