"Oh.. Kalau umur kamu sekarang berapa Mel?"
"Mau dua satu, tahun depan.. Kalau Mas Henry..?"
"Ya.. Lima tahun lah di atas kamu.. Dua enam."
Dari kejauhan aku melihat motor matic milik papa mengarah masuk ke pekarangan rumah. Haduh, Henry datang di waktu yang tidak tepat. Orang paling jahil di rumah ini sudah tiba. Habislah aku nanti dijadikan bahan ledekan. Aku bangkit dari kursi dan menghampiri papa di ujung teras. Setelah beliau letakkan helmnya menggantung di spion, beliau tersenyum dan melangkah ke arahku. Aku pun tersenyum menyapa papa seraya cium tangan padanya.
Di belakangku, rupanya Henry juga sudah berdiri menyambut kedatangan papa. Dia pun menyodorkan tangannya dan bersalaman dengan papa seraya tersenyum malu-malu.
"Ini Henry pa.. Teman aku."
"Halo Om.."
"Oh.. Iya iya.. Sudah lama?"
"Lumayan Om.."
"Saya tinggal ke dalem ya.. Teruskan ngobrolnya.. Silahkan.." papa memberikan senyum yang sangaaatt ramah kepada Henry. Apa tujuannya? Apa papa ingin memikat Henry lewat senyumannya? Hahaha.. Sudahlah..
Tanpa terasa obrolan kami sudah cukup memakan waktu malam ini. Kini sudah pukul sembilan lewat sepuluh malam. Henry berpamitan untuk pulang, namun ketika dirinya hendak pamit kepada Mama, yang terlihat hanyalah papa di pojok ruang televisi.