Mentari      : (Masih dengan tersenyum manis menyembunyikan kesedihan)Orang -- orang seperti kami memang sudah biasa didiskriminasi, kami tidak punya jabatan apa -- apa, dan kami juga tidak kaya. Tidak seperti...
Jovian        : (Memotong pembicaraan)Maafkan aku.
Mentari      : (Menengok)Kenapa kamu meminta maaf? Ini bukan salahmu bukan? (Tersenyum)
Jovian        : Aku percaya padamu Mentari (Beradu pandang)Aku yakin kamu bisa melewati semuanya, aku yakin kalau kamu tidak serapuh itu, dan aku juga yakin kalau kamu berbeda dari ayahmu, ibumu, ataupun kakekmu. Kamu bukan Mentari yang seperti itu. Aku tau kamu. Mentari yang ceria dan berwarna -- warni.
Seketika tirai ditutup perlahan dan cahaya meredup.
Â
Babak 5
Pada babak ini panggunghanya akan diatur layaknya ruangan interogasi. Sebuah meja dan dua kursi berdiri tepat di tengah. Seorang laki -- laki dengan pakaian serba putih duduk bersila di kursi sebelah kiri sedang memainkan kuku -- kuku tangannya. Di satu kursi lainnya duduklah seorang siswi dengan seragam SMA rapi. Tirai dibuka, lampu fokus menyorot ke keduanya. Dialog pun dimulai.
Kakek      : Hahahaha... Mentari... Mentari... Cucuku... Cucu kecilku... Hahaha...
Mentari     : Kakek, menurutmu aku harus bagaimana? Jawablah pertanyaanku!
Kakek      : Hahahaha... Bagaimana? Bagaimana? Hahaha... Bagaimana ya?