Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

18 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 18 Desember 2018   11:23 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangan keluarganya yang mati sia sia dihukum mati oleh Majapahit membuat Nyi Genduk Roban mengangkat kepalanya,

"Apa yang harus aku lakukan untuk membantu kalian membumihanguskan Majapahit?" suaranya lirih namun berapi api penuh dendam yang menyala nyala. 

Putri Anjani tersenyum,

"Nyai tidak perlu khawatir.  Majapahit sedang terkepung oleh banyak pemberontakan dan perlawanan di sana sini.  Apa yang perlu Nyai lakukan hanya membantu Ki Hangkara yang sedang menyusun kekuatan sekarang di perbatasan Blambangan.  Ki Hangkara memerlukan bantuan sihir hebat untuk melawan Ki Bledug Awu Awu.  Hanya Nyai lah yang sanggup melawan sihir kuat Ki Bledug Awu Awu."

Nyi Genduk Roban mengangguk anggukkan kepalanya.  Namun kemudian matanya bertemu dengan mata Ayu Wulan yang memandangnya tidak mengerti.  Dia berpikir sejenak lalu berkata,

"Baiklah.  Aku akan pergi ke Blambangan.  Tapi tidak sekarang.  Aku akan tiba di sana sebelum purnama ini datang."

Dyah Puspita sedari tadi hanya diam dan tidak mau ikut campur urusan ini.  Urusan Sayap Sima Majapahit adalah masa lalunya.  Dia tidak mau ikut terseret lagi gejolak intrik politik dan kekuasaan kerajaan.  Hidupnya sudah bahagia sekarang.  Dia menjalani hidup sederhana bersama orang yang peduli kepadanya.  Dia mempunyai tujuan dan cita cita yang tidak boleh terganggu oleh hal hal lainnya,  apapun itu.  Menyembuhkan orang yang dicintainya adalah misi utamanya.

Rupanya mata Laksamana Utara yang jeli bisa melihat bahwa Dyah Puspita sama sekali tidak ambil pusing dengan urusan ini.  Oleh sebab itu dia tidak ingin membangunkan macan tidur.  Tapi rupanya Putri Anjani berpikir berbeda.

"Ayah..kita berbicara begini terbuka tapi di depan kita berdiri orang penting Sayap Sima.  Aku takut rencana ini akan bocor ayah...bagaimana kalau kita bungkam saja dia ayah.."

Laksamana Utara menyahuti putrinya,

"Tenang putriku.  Gadis ini tidak akan mencampuri lagi urusan Majapahit.  Dia sudah dicap sebagai pemberontak sejak peristiwa Ranu Kumbolo dulu.  Bahkan dia ini juga dicari cari oleh Majapahit untuk diadili dan dihukum.  Apalagi dia kemana mana pergi dengan anak seorang pemberontak pula.."

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun