Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

18 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 18 Desember 2018   11:23 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mata yang sekarang terpejam ini jugalah yang dulu sempat menatapnya dengan lembut ucapkan terimakasih yang dalam.  Mata yang sempat membuatnya terpesona, merinding dan ngeri.  Mata yang terluka sekaligus penuh dengan nafas dan semangat kehidupan.  Dia ingin melihat mata itu lagi.  Ada sesuatu di sana yang menarik hatinya.  Seandainya mata ini terbuka sekarang. 

Ahhhhh...kenapa dia berpikir yang aneh aneh? Jelas sekali gadis gagah, lihai dan cantik jelita tadi begitu mengkhawatirkan si pemuda.  Dan dulu, si pemuda yang kelihatan sekali takut kehilangan si gadis.  Pastilah mereka mempunyai hubungan khusus.  Siapa tadi namanya?  Arya Dahana, ya.  Nama yang bagus. Sebagus orangnya.  

Waduuuhh...kenapa dia lagi lagi berkhayal tidak karuan?  Wajahnya tanpa sengaja memerah jengah.  Melintas sejenak wajah tampan Pangeran Andika Sinatria namun bayangan itu tertutup kembali dengan cepat.

Hari itu Dewi Mulia Ratri mencoba mencari tahu bagaimana cara merawat Arya Dahana.  Dyah Puspita tidak memberikan pesan khusus apa yang harus dilakukan.  Dewi Mulia Ratri hanya melakukan sebisanya.  Secara rutin memeriksa denyut nadi, pernafasannya, meneteskan air ke mulut, membersihkan muka, lengan dan kakinya.  Dia tidak khawatir kelaparan.  

Sima Lodra selalu membawakan binatang binatang buruan untuk mereka bersantap.  Sima Lodra rupanya memilih untuk tetap tinggal menemani Arya Dahana.  Selain itu sebelum pergi tadi Dyah Puspita memberikan isyarat kepadanya agar tetap tinggal.

Begitu pula keesokan harinya.  Dyah Puspita tetap merawat Arya Dahana dengan telaten.  Arya Dahana sendiri belum sadar.  Wajahnya masih pucat pasi.  Kadang kadang pemuda itu menggigil kedinginan, kadang kadang gelisah kepanasan. Jika sedang kedinginan, Dewi Mulia Ratri menyelimutinya dengan selimut yang diperolehnya dari rumah Ayu Wulan.  Jika sedang kepanasan, Dewi Mulia Ratri  membuat api unggun yang besar untuk mengurangi penderitaan pemuda itu.

Begitulah, selama beberapa hari Dewi Mulia Ratri merawat Arya Dahana.  Beberapa hari yang cukup melelahkan.  Beberapa hari yang menyita waktu dan perhatiannya. Beberapa hari yang membuat gadis cantik itu seperti telah mengenal Arya Dahana selama bertahun tahun. 

Hari keempat, Arya Dahana tersadar dari pingsannya.  Tubuhnya terasa ngilu teramat sangat.  Tulang tulangnya seperti habis ditimbun batu batu sebesar gunung.  Menggerakkan tubuh rasanya seperti menggeser batu karang.  Rupanya kemarahan yang meluap luap ditambah kondisi tubuh yang baru saja menjalani ritual berat, membuat pukulan balik tenaganya menjadi berlipat lipat.  Yang bisa dilakukannya sekarang hanyalah duduk dengan susah payah, membuka mata dan menggerakkan kepala saja.

Saat menoleh ke kiri, matanya  bersirobok dengan sepasang mata indah yang sedang menatapnya.  Mata secantik mata bianglala.  Bersinar sinar penuh semangat dan keberanian.  Ada setitik hawa magis terpancar keluar dari mata itu.  Tanda seorang yang menguasai sihir tingkat tinggi.

Rupanya aku lagi demam tinggi, pikir Arya Dahana menggeleng gelengkan kepalanya.  Mencoba mengusir mata indah itu dari pelupuk matanya. Namun sekarang yang nampak malah seraut wajah yang luar biasa jelita.  Sedang memandangnya terheran heran. 

Arya Dahana semakin pusing.  Kali ini kedua tangannya dipakai menggetok getok kepalanya.  Siapa tahu wajah dan mata itu muncul dari khayalan semata.  Sampai kepalanya sakit, mata dan wajah itu tetap di situ, bahkan semakin nampak jelas.  Dua tangan halus menahan tangannya yang masih berusaha memukul mukul kepalanya sendiri. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun