Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

18 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 18 Desember 2018   11:23 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dyah Puspita dan Arya Dahana bahu membahu menghadapi tiga tokoh sakti Sayap Sima.  Puluhan pasukan Sayap Sima hanya berdiri mengelilingi gelanggang pertempuran sambil tetap bersiaga penuh.  Mereka tidak akan ikut bertempur jika tidak ada perintah dari pimpinannya. 

Jika melihat dari keseimbangan pertarungan, maka pertarungan antara Bledug Awu Awu melawan Nyai Genduk Roban sangat seimbang.  Belum ada satupun yang bisa mendesak yang lain.  Buaya dan hiu raksasa tetap bertarung dengan hebatnya.

Pertarungan yang terjadi antara Dyah Puspita dan Arya Dahana melawan tiga tokoh Sayap Sima perlahan mulai terlihat siapa yang terdesak.  Dua muda mudi itu sedang terdesak mundur oleh gempuran hebat para tokoh itu.  Bukankah tadi di awal pertarungan saat Arya Dahana datang sepertinya tiga tokoh itu terdesak?  Ternyata jawabannya terletak pada semakin melemahnya Arya Dahana.

Kemarahannya yang meluap luap tadi memang membanjirkan pukulan pukulan mengerikan Arya Dahana.  Tiga tokoh hebat itu bahkan tadi terdesak begitu hebatnya.  Namun seiring dengan berjalannya waktu.  Penyakit yang sudah bertahun tahun mengendap di tubuh Arya Dahana kembali menampakkan akibatnya.  Kemarahan itu kembali membalikkan hawa murni pemuda itu memukul balik dirinya sendiri.  Tentu saja kian lama tenaganya kian habis dan luka dalam di dalam tubuhnya kembali meradang.

Dyah Puspita menyadari hal ini.  Namun dia sendiri sedang sibuk melindungi dirinya dan juga Arya Dahana dari pukulan pukulan deras lawan lawan mereka.  Dyah Puspita bersuit ke arah Sima Lodra.  Harimau itu bangkit dengan cepat menerjang ke tengah tengah pertempuran.  Sehebat hebatnya Sima Lodra, tetap saja keseimbangan pertarungan tidak berubah banyak.  Dyah Puspita yang setengah mati bertarung sambil melindungi Arya Dahana yang sekarang mulai terhuyung huyung seperti orang mabuk, tidak mampu lagi berbuat banyak melawan Dua Siluman Lembah Muria.  Sedangkan Sima Lodra juga terlihat tidak sanggup mengimbangi kehebatan Maesa Amuk.

Keadaan menjadi sangat berbahaya.  Tidak satupun di situ yang bisa membantu mereka lagi.  Ayu Wulan tidak mungkin membantu.  Dia baru belajar dasar dasar ilmu kanuragan.  Sihirnya juga belum terlalu kuat untuk mempengaruhi ketiga tokoh sakti itu. 

Dyah Puspita mulai mendapatkan satu dua pukulan di tubuhnya.  Arya Dahana malah sudah berkali kali.  Benar benar genting sekali keadaan muda mudi itu.  Tetapi tiba-tiba berkelebat bayangan putih ke tengah tengah pertarungan.  Bayangan putih itu bergerak luar biasa cepat sembari mengeluarkan pukulan dan serangan terhadap tiga tokoh sakti Majapahit itu dengan luar biasa dahsyat.

Maesa Amuk dan Dua Siluman Lembah Muria melompat mundur ke belakang sambil berseru untuk menghentikan pertarungan karena mereka sadar jurus dan pukulan pendatang baru ini sangatlah berbahaya.  Tokoh tokoh ini memperhatikan ketika bayangan putih itu berjalan membelakangi mereka dan menghampiri Dyah Puspita serta memeluknya.

"kakak cantik doaku terkabulkan.  Ternyata dirimu bisa tersembuhkan dari luka parah yang kau derita di Ranu Kumbolo."

Dyah Puspita tersenyum di antara kelelahan yang memburunya,

"Terimakasih adik yang baik dan jelita.  Kau selalu datang di saat yang tepat menolong kami....eehhhh...."

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun