Dyah Puspita mengangkat mukanya. Â Berniat membalikkan badan dan pergi dari situ untuk mencari Arya Dahana. Â Namun sebuah suara keras menahan langkahnya.
"Wah wah...cucuku. Â rupanya kita menampung tokoh Sayap Sima di sini tadi malam. Â Tahu begitu dari tadi sudah kupanggang dia di pucuk pohon angsana besar di hutan itu!" Â Nyi Genduk Roban berteriak marah kepada Dyah Puspita.
"Nyai, jangan salah paham dulu. Â Saya sudah lama tidak lagi mencampuri urusan kerajaan Majapahit. Â Saya tidak sudi lagi berurusan dengan kerajaan manapun. Â Saya punya urusan sendiri yang harus saya selesaikan. Â Termasuk satu urusan sedikit dengan Nyai..." Dyah Puspita menjawab dengan lugas.
Nyi Genduk Roban mengendorkan pelototan matanya kepada Dyah Puspita setelah mendengar jawaban itu. Â Dia merengkuh bahu Ayu Wulan dan berkata kepada Laksamana Utara,
"Nah sekarang pergilah Huntara. Â Aku akan mempersiapkan cucuku dulu sebelum aku tinggal ke Blambangan dalam waktu yang cukup lama."
Laksamana Utara mengangguk mengerti. Â Digamitnya lengan Putri Anjani yang terlihat masih ngotot mempermasalahkan keberadaan Dyah Puspita di sini. Â Putri Anjani dengan alis berkerut berkelebat mengikuti ayahnya pergi.
Dyah Puspita menghela nafas lega. Â Dia sudah terlalu lelah untuk berdebat dengan orang orang itu. Â Dia menoleh kepada Nyi Genduk Roban.
"Nyai yang baik. Â Sebenarnya urusan saya ingin bertemu Nyai adalah memohon bantuan untuk menyembuhkan pemuda teman saya. Â Dia mendapatkan kutukan sihir Ratu Laut Selatan. Â Dalam sehari setiap minggunya dia pasti mengalami kambuh penyakit yang disebut 'ketakutan terhadap yang paling menakutkan'...pada saat dia kambuh, tidak ada yang bisa menolongnya melewati rasa takutnya yang teramat sangat terhadap suatu hal...dengan segala kerendahan hati, saya mohon bantuan Nyai untuk bisa menyembuhkannya.."
Nyai Genduk Roban terbelalak mendengar nama Ratu Laut Selatan disebut. Â Namun wajahnya kembali biasa lagi mendengar jenis kutukan itu;
"Aku rasa aku bisa menyembuhkannya. Â Tapi aku minta bayaran untuk ini nduk...itu bukan kutukan sembarangan. Â Meski bukan juga kutukan terkuat dari ratu gaib itu."
Ayu Wulan seperti tersengat lebah mendengar kata kata neneknya. Â Dipeluknya sang nenek dengan penuh kasih,