Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

18 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 18 Desember 2018   11:23 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara Arya Dahana luar biasa cemas sekarang.  Dia meloncat untuk menyiapkan baju dan bekal.  Namun terhuyung huyung jatuh.  Rupanya semangatnya tidak didukung oleh kondisi tubuhnya yang masih sangat lemah.  Dewi Mulia Ratri melompat cepat seperti kilat menahan tubuh pemuda itu.

Arya Dahana tertahan dari terjatuh karena Dewi Mulia Ratri sempat memeluk pinggangnya sebelum benar benar terjatuh.  Dua muda mudi ini seperti sedang dalam keadaan berpelukan mesra.  Sima Lodra yang melihat itu mengaum ngaum seolah olah ikut gembira. 

Arya Dahana yang dipeluk sedemikian eratnya oleh Dewi Mulia Ratri menjadi merinding bukan main.  Tubuhnya yang memang masih lemas menjadi semakin lemas.  Dewi Mulia Ratri sendiri terkejut mendapati dirinya gemetar.  Jantungnya berdegup kencang.  Aliran darahnya seolah mengalir semua ke kepala.  Dia tidak tahu harus berbuat apa.  Jika menuruti kemauannya dia akan tetap memeluk pemuda itu.  Namun rasa malunya menutupi kemauannya, dan.....bruukkkk!  Tubuh Arya Dahana berdebum jatuh ke tanah setelah dilepaskan oleh Dewi Mulia Ratri dari pelukannya.

Pemuda itu meringis kesakitan.  Pantat dan punggungnya menimpa tanah dengan keras.  Sial! Hari ini sudah bisa dipastikan adalah hari pengapesan dia.  Dia harus lebih hati hati sekarang, pikir Arya Dahana sedikit geli.

Dewi Mulia Ratri menjadi kasihan melihat pemuda itu meringis ringis menahan sakit.  Tapi diurungkannya niatnya membantu karena pemuda itu berusaha bangkit berdiri sendiri.  Untuk mengalihkan hal yang membuatnya kembali merasa bersalah itu, Dewi Mulia Ratri kemudian berkata,

"Aku akan menemanimu ke ibukota kerajaan Majapahit, Dahana.  Tapi aku harus menyamar sebagai laki laki agar tidak dikenali orang di sana.  Banyak telik sandi dan tokoh Sayap Sima yang hafal dengan wajahku.  Nah...Dahana kau tunggulah di sini.  Aku akan menyiapkan perbekalan. Dan...ehh apakah harimau besar itu ikut dengan kita?"

Sima Lodra mengaum sekali.  Arya Dahana tersenyum mengerti.

"Ratri, Sima Lodra akan ikut dengan kita.  Saat nanti kita mendekati ibukota Majapahit.  Kita akan tinggalkan dia di hutan sekitar kota.  Seperti itulah selama ini yang aku dan Puspa lakukan dalam pengembaraan selama ini.  Tentu saja kita tidak boleh melewati kampung atau desa.  Kita akan melalui jalanan yang tidak biasa dilalui oleh orang biasa."

Dewi Mulia mengangguk.  Dia segera menyiapkan perbekalan secukupnya untuk perjalanan yang sebenarnya tidak terlalu jauh itu.  Arya Dahana sudah mulai pulih.  Pasti dia mampu menempuh perjalanan ini. Yang penting tidak terlalu terburu buru, apalagi mereka tidak perlu berlari mengerahkan ilmu meringankan tubuh.  Setelah semuanya siap.  Sepasang muda mudi dan harimau raksasa itu memulai perjalanan penuh resiko menuju ibukota Kerajaan Majapahit.

**************
Bersambung Bab XV

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun