Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

18 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 18 Desember 2018   11:23 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melakukan perjalanan berbulan bulan dengan Arya Dahana membuat Dyah Puspita semakin sayang kepada pemuda itu.  Di balik tingkahnya yang kadang menjengkelkan, Arya Dahana pada saat tidak kambuh, sangat memperhatikan kebutuhan Dyah Puspita.  Setiap hari ada saja yang dilakukan pemuda itu agar membuat Dyah Puspita senang dan tertawa.  

Buah buahan, ikan, binatang buruan, bahkan sayur sayuran yang enak dimakan selalu diusahakan ada.  Bahkan pernah saking inginnya membuat Dyah Puspita merasa bahagia, Arya Dahana diam diam membuatkan sebuah seruling cantik dan indah yang terbuat dari bambu langka yang mereka temui di sebuah pinggiran sungai pegunungan Meru Betiri.  

Seruling itu dibuat dengan begitu hati hati dan penuh perhitungan.  Arya Dahana hanya akan membuat seruling itu kala sedang tidak bersama sang gadis.  Terang saja, butuh waktu hingga hampir sebulan untuk menyelesaikan seruling itu. 

Arya Dahana menyerahkan hadiah seruling itu saat pagi hari di pinggir sebuah danau indah.  Seperti biasa jika menjumpai danau atau sungai, pagi pagi buta Arya Dahana selalu mencari ikan untuk santapan mereka.  Tugas Dyah Puspita adalah membersihkan dan memasak ikan ikan itu.  Arya Dahana sengaja menyelipkan seruling itu di dalam keranjang ikan disertai sebuah rangkaian kata-kata indah yang dia tuliskan di daun lontar. 

Saat Dyah Puspita hampir selesai membersihkan ikan, gadis itu terkejut ketika dilihatnya ada sebuah seruling indah di antara ikan ikan itu.  Bahkan di gagangnya yang cantik, tergantung sehelai daun lontar yang digulung rapi.  Penasaran dengan isinya, Dyah Puspita tidak sabar untuk membuka hingga habis semua ikan dibersihkan. Gadis cantik itu terperangah dan terpesona membaca apa yang tertulis di situ;

Mengarungi perjalanan bersamamu
Ibarat membaca birunya langit 
Begitu sejuk dan tenang di mata.
Ibarat bercermin di lautan tanpa gelombang
Sangat damai dan membelai hati.
Ibarat mendaki gunung tanpa licin dan ngarai 
Menakjubkan seperti meniti tangga ke surga.
Seruling ini bukan cuma benda, 
Tapi pertanda, 
Bahwa banyak nada yang akan tercipta dalam perjalanan kita

Untuk Dyah Puspita dari Arya Dahana

Mata Dyah Puspita berkaca kaca.  Digulungnya kembali daun lontar itu.  Dimasukkan dalam saku bajunya. Ditimangnya seruling indah itu dengan hati hati.  Pemuda yang baik hati, lembut, penuh kehangatan meskipun sedikit mata keranjang. Dia tersenyum dalam keharuannya yang sangat dalam.  

Sanghyang Widhi membuatnya jatuh cinta pada orang yang tepat tapi tidak pada waktu yang tepat.  Usianya terpaut lebih dari sepuluh tahun dengan pemuda itu. Apa kata ayahnya jika mengetahui hal ini.  Apa dengung bisik bisik yang akan membahana di istana Majapahit saat mengetahui salah satu tokoh Sayap Sima yang perkasa, jatuh cinta dan menikah dengan pemuda ingusan dan dekil seperti ini.  

Menikah? Pikiran Dyah Puspita semakin menerawang jauh ke depan. 

Ditepiskannya semua angan angan seketika saat Arya Dahana dengan bersiul siul datang mendekatinya.  Nampak sekali dia sangat bahagia, pikir Dyah Puspita ikut tersenyum.  Tanpa disadarinya dia memegang tangan Arya Dahana saat pemuda itu tiba di sampingnya,

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun