Mengintegrasikan praktik seperti mindfulness sekuler, terapi kognitif, dan program kesejahteraan masyarakat sebagai panduan praktis dalam menghadapi penderitaan.
Sistem yang tertulis, terstruktur, dan terkodifikasi bukan hanya kebutuhan praktis, tetapi juga sarana untuk memastikan keberlanjutan solusi atas penderitaan lintas generasi. Islam dan Buddhisme telah memberikan kerangka yang sangat terorganisasi, meskipun dengan fokus dan pendekatan yang berbeda. Sementara itu, atheisme menghadapi tantangan besar dalam menyediakan sistem serupa, tetapi memiliki peluang besar untuk membangun solusi baru yang relevan dengan dunia modern.
Kolaborasi lintas ideologi dan agama dapat menjadi langkah strategis untuk mengatasi penderitaan dalam skala global, dengan saling melengkapi kekuatan masing-masing sistem untuk memenuhi kebutuhan spiritual, sosial, dan material umat manusia.
Potensi Sintesis antara Islam, Buddhisme, dan Atheisme dalam Memahami dan Mengatasi Penderitaan
Di tengah perbedaan doktrinal, Islam, Buddhisme, dan atheisme memiliki peluang besar untuk menghasilkan sintesis pemikiran yang dapat membawa umat manusia pada pemahaman yang lebih mendalam tentang penderitaan, cara mengatasinya, dan mencapai utilitas tertinggi. Potensi ini didasarkan pada tiga pilar utama:
Pengakuan terhadap Universalisme Penderitaan:
Semua tradisi ini sepakat bahwa penderitaan adalah bagian inheren dari pengalaman manusia, terlepas dari kepercayaan atau pandangan metafisik. Hal ini menjadi dasar untuk membangun pemahaman lintas ideologi.
Fokus pada Praktik Transformasi:
Ketiganya memiliki pendekatan transformatif:
Islam menekankan ketundukan kepada Tuhan, sabar, dan usaha kolektif.
Buddhisme mengajarkan pelepasan keterikatan dan pengembangan kebijaksanaan melalui meditasi dan disiplin etika.