Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Penderitaan sebagai Inti Eksistensi

18 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 18 Desember 2024   19:00 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiganya mengakui penderitaan sebagai realitas tak terelakkan.

Ketiganya menawarkan solusi praktis untuk mengurangi penderitaan, baik secara individu maupun kolektif.

Ketiganya menghargai nilai upaya manusia dalam mengatasi penderitaan, meskipun dengan pendekatan yang berbeda.

Upaya kolaboratif dapat diarahkan untuk:

Mengembangkan etika universal: Menemukan prinsip-prinsip yang dapat diterima bersama untuk memandu manusia menghadapi penderitaan.

Memanfaatkan sains dan teknologi: Mencari solusi ilmiah sambil tetap menghormati dimensi spiritual dan moral penderitaan.

Meningkatkan kesejahteraan global: Melalui kerja sama antaragama dan lintas ideologi untuk mengurangi kemiskinan, ketidakadilan, dan konflik.

Studi ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam pandangan dunia tidak harus menjadi hambatan, melainkan peluang untuk saling melengkapi demi tujuan bersama: membantu manusia memahami penderitaan, mengatasinya, dan mencapai makna hidup tertinggi.

Urgensi Pijakan Tertulis, Terstruktur, dan Terkodifikasi untuk Memahami dan Mengatasi Penderitaan

Penderitaan adalah fenomena universal yang memengaruhi setiap individu tanpa memandang latar belakang agama, budaya, atau ideologi. Keberadaan penderitaan menuntut manusia untuk memiliki kerangka pemahaman yang jelas dan solusi yang dapat diterapkan secara praktis. Dalam konteks ini, pijakan tertulis, terstruktur, dan terkodifikasi menjadi penting karena alasan berikut:

Standarisasi Pemahaman:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun