Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Penderitaan sebagai Inti Eksistensi

18 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 18 Desember 2024   19:00 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buddhisme memandang penderitaan bukan sebagai hukuman, melainkan sebagai pengingat akan sifat sementara kehidupan dan kesempatan untuk mencapai pencerahan. Dengan memahami akar penderitaan, Buddhisme menawarkan jalan menuju pembebasan melalui transformasi batin yang mendalam.

Dalam perspektif Buddhisme, penderitaan adalah guru yang membimbing manusia untuk melepaskan keterikatan, mengembangkan kesadaran, dan menemukan kebahagiaan sejati yang melampaui dunia material. Panduan yang terstruktur, seperti Jalan Berunsur Delapan, menjadikan Buddhisme sebagai sistem yang tidak hanya filosofis tetapi juga praktis dalam membantu manusia memahami, menghadapi, dan melampaui penderitaan.

Perspektif Atheisme tentang Penderitaan

Atheisme, sebagai pendekatan yang menolak keberadaan entitas transendental atau ilahi, memandang penderitaan dalam kerangka naturalistik dan materialistik. Penderitaan dalam pandangan ini bukanlah bagian dari rencana kosmis, ujian ilahi, atau hasil dari karma, melainkan konsekuensi logis dari hukum alam dan proses evolusi. Atheisme cenderung mengarahkan manusia untuk memahami penderitaan secara rasional dan ilmiah, sekaligus menekankan pentingnya tanggung jawab manusia dalam menghadapi dan mengatasi penderitaan.

1. Penderitaan dalam Perspektif Evolusioner

Atheisme sering memanfaatkan penjelasan evolusioner untuk memahami asal-usul penderitaan. Dalam pandangan ini:

Penderitaan adalah hasil sampingan dari mekanisme evolusi yang mendukung kelangsungan hidup spesies.

Rasa sakit fisik, misalnya, berfungsi sebagai peringatan biologis terhadap ancaman yang dapat merusak tubuh, sementara penderitaan emosional, seperti kesedihan atau kecemasan, dapat mendorong manusia untuk memperbaiki hubungan sosial atau menghindari situasi berbahaya.

Namun, evolusi juga menciptakan situasi di mana penderitaan menjadi tidak proporsional atau tidak relevan dalam konteks modern, seperti gangguan kecemasan kronis atau rasa kehilangan yang mendalam akibat perubahan sosial.

Dari perspektif atheis, memahami mekanisme biologis dan neurologis yang mendasari penderitaan dapat membantu manusia mencari solusi ilmiah untuk menguranginya.

2. Penderitaan sebagai Realitas Netral

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun