Nih Ci polos apa o’on sih sebenarnya? Atuh kalo yang begitu mah jangan dijeblakin ngapa...! Malu, tauuu.... batin Ben sambil melengos ke samping menghindari tatapan Sa yang ribet ngeledek.
“Eh, ngomong-ngomong namamu koq unik banget, Sa, bagaimana ceritanya?” tanya Ben tiba-tiba dengan tak sabar, sebab memang sudah lama sekali Ben penasaran tentang hal itu.
Tapi entah kenapa pertanyaan itu justru membuat Ci langsung seperti orang yang salah tingkah atau terkena efek obat yang tidak tepat dengan penyakit. Eh, ada apa yah?
“Ooh... Nama itu pembelian dari seseorang...” jawab Sa dengan raut wajah yang amat jelas menunjukan perasaan senang luar biasa.
Sekali lagi Ben lihat Ci bersikap agak aneh. Bahkan Ben juga kembali melihat merah dadu ayun-ayunan di pipinya yang agak tertunduk itu. Halaaah...! Nih bocah kenapa jadi girly banget begini, sih? Ada-ada aja Si Ci nih...
“Lho? Koq teman yang ngasih, Sa, biasanya nama diberikan oleh orang-orang khusus, kan...? Apa teman Sa itu dari kalangan sesepuh yang dihormati? Ah, mestinya teman Sa itu dah nenek-nenek, yah... :-D Guru Sa, mungkin? Atau... jangan-jangan pasangan hidupmu yah, Sa...?” tanya Ben lagi dengan riuh seperti gerimis yang terbanting-banting di atap genting dari seng, yang lagi-lagi secara aneh membuat Ci menjadi tidak tenang duduknya dan seakan tengah mati-matian berusaha menempelkan ujung dagu hingga sedekat mungkin ke arah dada.
Tapi Ben tak memberi Sa kesempatan untuk menjawab, karena Ben tiba-tiba saja teringat kepada sesuatu yang lain.
“Ngomong-ngomong, Yang istrimu kemana, Sa? Koq ga kelihatan dari tadi... Terus sekolahan kalian yang keren itu dimana sih, kenapa Ben malah tersasar ke tempat ini?”
Tiba-tiba saja Sa terdiam. Wajahnya memucat amat cepat, dengan sorot mata yang dipenuhi berlaksa kesedihan. Ah, ada apa lagi, sih? Adakah yang terlewat oleh Ben?
Dengan agak bingung Ben menengok ke arah Ci, dan bertanya lewat sorot mata, apakah tulisan ini masih butuh dilanjutkan lagi...?
*************************************************************************