“Ho-oh, Ci.”
“Tapi itu bukan salah Ci, Ben…”
Ben diam. Sebab Ci memang benar.
“Tak ada yang salah dalam bersikap polos, Ben... namun barangkali sudah saatnya bagi kita untuk lebih bijak dalam mensikapi semua,” ucap Ajo tenang. Adem.
“Ben hanya mencoba berpikir jernih, sebab dari kata-kata yang Sa ucapkan, Ben hanya menangkap bahwa masalahnya tak jauh dari uang,” ucap Ben coba membela diri.
“Kau melupakan satu hal penting, Ben,” ucap Ajo lagi.
“Apa itu, Ajo…?” kali ini Ci yang bertanya.
“Latar belakang sebab dan terjadinya semua. Apakah Ben tak mengenal Sa dengan baik?”
Ben diam lagi. Apakah Ben mengenal Sa dengan baik? Mengenal diri sendiri? Ah, betapa amat jarang orang lain mengenal kita dengan baik. Bahkan kita sendiripun seringkali tak bisa mengenal lagi diri sendiri. Alangkah beruntungnya, seseorang, jika memang benar-benar ada yang mengenalnya dengan amat baik...
“Pasca ‘insiden biru’, saya menulis sesuatu,” ucap Ajo sambil memberikan secarik kertas pada Ben dan Ci. Tapi goresan singkat di carik itu membuat Ben dan Ci kembali saling berpandangan. Deja vu.