“Saya tak pernah ingin apa-apa, Ben... Ci...” ucap Ajo masih dengan suara yang amat perlahan, yang terus menjadi perlahan dan semakin sayup bersamaan dengan sosoknya yang bertambah samar sebelum akhirnya menghilang. Tapi ada senyum di sana. Di wajah kerasnya. Di wajah anehnya. Di wajah... yang terlihat masih saja menggenggam bahagia.
“Ajo udah pergi, Ben…” ucap Ci menyadarkan Ben dari hening yang lugu.
“Ajo memang cuma milik masa lalunya, Ci…” ucap Ben penuh rahasia dan mendalam.
Hening datang lagi. Sunyi lagi. Sepi lagi.
Sebait tulisan luruh perlahan dari langit ke tujuh, dan menari bersama ribuan sunyi yang menggelembung di diri Ben, atau pada jejak yang terpancar dari sorot mata lembut milik Ci. Sebait tulisan, yang sekali lagi membuat Ben dan Ci saling berpandangan. Dalam diam yang amat deja vu.
dan
jika cinta adalah tuhan, maka
kitalah sang sufi tersebut
yang melulu: coba mencari cinta, mencari Tuhan
dalam cinta yang ber-Tuhan...