Tapi memang tak akan pernah ada situasi yang benar-benar sempurna!
***
“Jika endingnya telah Sa ketahui, kenapa Sa masih berkeras melakukan semuanya untuk Yang…?” kembali Ci mencuri start, walau kali ini dengan pertanyaan yang lebih hangat.
“Karena Sa nyaman bersama Iin,” jawab Sa masih dengan kata yang itu-itu juga.
“Benarkah cuma karena itu, Sa?” kembali Ci mengejar dengan pertanyaan.
“Mmmh... Karena Sa pernah merasa pada suatu titik Yang menyerupa embun yang menyejukan bagi jiwa Sa yang gosong dan koyak di sana-sini,” jawab Sa lagi, masih dengan warna kata yang sama.
“Lantas kenapa tak kau nikahi Yang saja langsung, Sa?” kali ini Ben yang bertanya.
“Just you look at me, Ben... ” Sa menjawab, dan sorot mata itu kembali penuh luka.
“I’m jobless one... homeless... friendless, and... : lifeless! And in the other side of my life, i think that i’m not a human! I felt like a thing, Ben...! Just ‘it’...!!!”
“What’s the matter with you, Guy...? It’s all about what? About the money? Or... Barangkali Sa takut di anggap ‘numpang hidup’ kepada istri...?” tanya Ben lagi dengan polos dan tak sengaja, yang... benar saja, langsung membuat suasana menjadi lebih panas dari pilkada.
“D*MN YOU, BEN...!!!” bentak Sa keras sambil mencengkeram kerah baju Ben dengan amat kuat, yang membuat Ben gelagapan dengan tubuh sedikit terangkat ke atas, serta pekik kecil yang keluar dari bibir Ci.