‘Mungkin Loka udah capek berusaha,’ batin Milea dengan kecewa dan mencoba melupakan.
***
Semakin hari, Milea makin merindukan kartu ucapan yang biasanya kirim Loka. Salahkah dia kini berharap? Milea terkadang membaca kembali kartu-kartu tersebut. Tidak ada yang memahami cinta seorang gadis kuper dan minder seperti Milea.
Meskipun Milea sadar jika dirinya bukan satu-satunya manusia yang terlahir dengan cara memalukan, tapi dia tidak pernah merasa cukup baik untuk menjalin hubungan.
Rasa enggan karena reaksi Mansy yang akan menerornya juga menjadi pertimbangan Milea untuk berkata tidak pada uluran tangan Loka.
Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Milea butuh seseorang yang menunjukkan kesungguhan untuk mencintai dirinya. Setelah mengetahui siapa pengirim bunga selama ini, Melia merasa jika Loka telah membuktikan itu.Â
Setahun sejak jumpa pertamanya, dia menjadi tergoda untuk membalas perasaan yang sama.
Tapi apa gunanya sekarang? Mungkin Loka sudah menyerah dan tidak lagi berharap. Milea menyesal dengan sangat.
Kesempatannya untuk bahagia telah hilang. Kenapa sulit bangkit dari kisah pilu yang mencengkeram hidupnya? Mungkinkah dia masih bisa memperbaiki?Â
Sebuah kartu terjatuh dan Milea memungut dari lantai. Untaian kata yang tertuang memberi harapan yang begitu besar.
‘Aku tidak akan pernah berhenti mengagumimu, Milea. Jika suatu saat kau sudah memiliki keputusan, sepahit apa pun itu, aku berharap mendengar sendiri darimu.’