"Jadi dia  dijadikan tumbal bagi keluarga itu, ... mmm, apa benar ibu ?" tanyaku lagi kurang percaya.
"Semua bilang gitu. Gak tahu juga, setiap keluarga yang mau bertandang kerumahnya, selalu rumahnya kosong, jadi kita semua tidak mengerti yang sebenarnya terjadi, telpon juga mereka matikan, sehingga tidak bisa di hubungi, ..."
Kita hening , dan bu Harso menyuguhkan dawet di sebuah mangkok besar yang baru dikeluarkan dari kulkas, tampak mengepul, karena dinginnya.
Kennis menyedunya kedalam gelas besar, diberinya gula jawa cair dan santan kental
"Eh, jangan banyak-banyak santannya, aku pengin ditambahi es aja, asyik..." Â aku memang kurang suka santan, rasanya jadi neg, kurang segar.
Bu Harso mengiris macaroni schotelnya, ditaruh dipiring kue, diberi garpu dan diserahkan padaku :" Terima kasih bu,..." Â aku mulai mencicip kudapan kesukaanku itu.
Kemudian mereka hanya mendengar jika keluarga Probo itu mulai jatuh melarat, sopirnya dikeluarkan dan minta pekerjaan pada pak Harso.
Untungnya ada teman pak Haso yang membutuhkan sopir, sehingga dia bisa dipekerjakan lagi.
Kemudian kita mendengar bahwa rumah mereka yang mewah itu terbakar hingga ludes, dan keluarga itu seolah lenyap menghilang dari peredaran kabar kerabat keluarga besar mereka.
Tidak ada yang mengerti keluarga pak Probo pindah kemana dan apa yang terjadi, mereka rupanya sengaja menjauh menghindar dari semua keluarga.
"Lha ya  itu, saya penasaran ketika kemarin Kennis cerita, bersama mbak Puteri  mencari rumahnya Arum, ... ceritanya kok serem ya mbak Puteri, apa beneran itu ?" aku mengangguk