Dengan langkah yang berat, Rindu meninggalkan kafe itu, menuju masa depan yang penuh ketidakpastian. Ia tahu bahwa apapun yang terjadi, ia harus siap menghadapi konsekuensinya. Hatinya masih penuh dengan cinta untuk Rasha, dan ia akan mengikuti jalan yang sudah dipilihnya.
Bab 10: Dua Pilihan
Rindu menatap kosong ke luar jendela mobil yang melaju cepat. Kota Bandung tampak sibuk di pagi hari, dengan hiruk-pikuk kendaraan dan aktivitas manusia yang tak henti-hentinya. Namun, meskipun dunia di luar begitu hidup, hatinya terasa kosong. Keputusan yang baru saja ia ambil masih menggantung di pikirannya, membuatnya merasa terombang-ambing. Setiap detik terasa seperti beban yang berat, dan perasaan cemas semakin menguasainya.
Setelah percakapan dengan Gazi di kafe tadi, Rindu kembali ke rumah dengan langkah yang berat. Gazi menerima keputusan itu dengan tenang, meskipun jelas ada rasa kesedihan di matanya. Namun, ia tahu apa yang harus dilakukan. Jika Rindu benar-benar merasa bahwa itu adalah yang terbaik untuk dirinya, ia tak bisa menahannya lagi. Meski hatinya hancur, ia berusaha untuk memberi ruang bagi Rindu untuk mengejar kebahagiaannya.
Di rumah, Rindu segera mengambil tas dan barang-barang penting. Ia memutuskan untuk pergi ke tempat yang sudah ia rencanakan, ke rumah Rasha. Sesuatu di dalam dirinya mendesaknya untuk segera bertemu dengan pria itu, yang selalu ada di hatinya meskipun selama bertahun-tahun ia mencoba menyingkirkannya.
Namun, sebelum ia sempat meninggalkan rumah, anak-anaknya pulang dari sekolah. Rea dan Gio berlari ke dalam rumah dengan riang, melontarkan tawa ceria yang mengisi ruang tamu. Begitu melihat ibunya berdiri di sana, mereka menghampiri dan memeluknya.
"Bu, ayo kita main!" Gio berkata dengan senyum ceria, mengangkat mainan yang dibawanya pulang dari sekolah.
Rindu menatap kedua anaknya dengan tatapan lembut. Rea yang berusia sepuluh tahun, dengan kecerdasan yang luar biasa, memandangnya dengan perhatian. Anak perempuan itu sudah cukup mengerti jika ibunya sedang menghadapi masalah. Wajah Rea menunjukkan kecemasan, namun ia tidak mengatakan apapun.
Rindu tersenyum tipis, meskipun hatinya terasa perih. Ia membelai kepala Rea dan Gio, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang ada di dalam dirinya. "Kalian bermain dulu, ya. Ibu harus beres-beres sedikit," jawabnya, berusaha terdengar santai meski ia merasa hancur di dalam.
Setelah anak-anaknya bermain di luar, Rindu duduk di ruang tamu, menatap foto keluarga yang terpajang di dinding. Gazi, Rea, Gio, dan dirinya. Semua terlihat bahagia. Tapi hatinya merasa begitu kosong. Ia tahu keputusan yang ia ambil adalah sesuatu yang tak mudah, namun perasaan untuk Rasha tetap membara.
Lalu, ponselnya berbunyi. Pesan dari Rasha masuk lagi.