"Tidak ada, nyonya. Saya hanya mempelajarinya dari buku resep. Dan tentu... Saya giat mempraktikkannya."
"Ah, itu menarik nona! Aku.. ingin bertanya tentang... Apakah duke Eduardo memiliki kabar lain tentang... perang di wilayah perbatasan?"
Nivea tersentak, dalam sekejap bayangan Matias terlintas di benaknya.
"Perbatasan? Tidak, nyonya! Aku rasa... Kabar yang diterima ayahku dari yang mulia baginda raja, sama saja dengan berita yang diterima oleh duke Sergio. "
"Ah, begitu ya. Aku menduga siapa tahu... ayahmu mengetahui kabar dari sumber lain. Kau tahu? Aku sangat merindukan putraku. Aku berharap secepatnya Daniel kembali."
Nivea hanya menunduk, menggigit bibirnya sendiri.
Melihat ekspresi wajah itu, duchess Valerie melanjutkan kalimatnya, "Begitupun dengan Matias. Aku harap mereka kembali bersama. Aku mengerti apa yang... kau rasakan, nona."
Duchess Valerie tampaknya merasa bersalah, beliau menyesal telah membahas hal tersebut kepada Nivea. Setelah menghabiskan kuenya dan mengucapkan permintaan maaf, beliau pun beranjak pergi dari sana.
Namun gadis itu masih termenung, bertopang dagu di atas meja pemesanan. Membayangkan jika Matias datang tiba-tiba, dari balik pintu di hadapannya. Nivea menghela nafas. Dia tersadar dan bergerak ke lemari sana, mengambil sebotol limunnya dan sebuah gelas.
Dia pun menuang limun itu ke gelasnya, untuk kemudian diminumnya.
Tak lama, Nivea telah kembali pada fokusnya melayani pelanggan yang datang silih berganti.