"Kau seorang pangeran. Kau putraku. Calon penerusku di masa depan. Kenapa kau melakukan semuanya sesuka hatimu?"
Pangeran Edmund hanya menjawab dengan helaan nafasnya.
"Katakan padaku! Apa yang kau urus tanpa sepengetahuanku?"
"Baiklah Ayah! Aku akan mengatakannya. Aku datang ke permukiman janda-janda, Ayah. Aku hanya membantu seorang janda yang tanahnya akan segera direbut oleh pihak swasta."
"Kau yakin, Edmund? Jika aku tahu kau berani membohongiku, aku tidak akan pernah mengampunimu. Pergilah! Rasanya percuma saja menyuruhmu untuk bicara jujur."
Untuk ke sekian kalinya baginda raja bertengkar dengan putranya itu. Sifat dasar mereka benar-benar bertentangan. Rasanya seperti bukan anak kandung saja.
Melihat sang kakak keluar dari ruang kerja ayahnya, putri Nicole tanpa rasa takut sedikit pun justru menghampiri pangeran Edmund. Bahkan gadis itu menyiramkan bensin pada api yang masih berkobar dalam dada kakaknya.
"Seseorang akan merebut Nivea darimu, Kakak!"
Lelaki itu mengernyitkan dahi, "Jadi kau menyuruhku untuk bersaing dengan sampah itu?"
"Apa? Kau menyebut pemuda yang ku sukai sebagai sampah?"
"Hahaha.." pangeran pun tertawa jahat mendengarnya. "Dugaanku benar, ternyata orang itu yang membuatmu jatuh hati."