"Ya ampun," sambar Delia. "Kamu ke sini buat ambil uang terus pergi lagi?"
"Iya, nggak papa, sekalian."
"Beneran?" timpal Kemala.
"Iya. Mau beli apa, sih?"
Malam itu, mereka memberikan sejumlah uang untuk dibelikan sekotak susu stoberi dan sebotol vitamin. Sebenarnya, yang butuh hanya Delia. Dia butuh vitamin karena merasa tidak sehat, sedangkan Kemala ikut-ikut saja.
Di dua pekan terakhir, mereka menjadi makin sibuk. Selain kegiatan harian, mereka juga harus membantu karang taruna melangsungkan lomba-lomba peringatan hari kemerdekaan. Mereka pun sambil mengerjakan PAR; membangun taman di lahan pos terbengkalai dan membuat produk klepon dari daun katuk.
Setelah repot menyelesaikan PAR selama hampir 10 hari, kini mereka hanya memiliki satu kegiatan tersisa, yaitu karnaval. Mereka hanya panitia tambaban, tetapi mendapatkan tugas yang cukup banyak.
Di tengah teriknya matahari, setelah membantu menjuri maskot-maskot, Kemala memilih duduk di stan es kelapa bersama yang lain, menyimak nomor kupon yang dibacakan oleh si MC, Delia.
Di tengah itu, terdengar suara dari depan. Itu adalah Sultan dan Satria yang berada di stan mi ayam bakso. Mereka berdua sedang mengobrol membelakangi para perempuan.
"Ya, ngoten niku lah, Mas," kata Sultan. "Dulu aku udah pernah dijodohin sama kyaiku. Tapi, karena keadaan nggak memungkinkan, dan ada yang lebih siap menikahi si dia, ya udah. Nggak ada yang tau tentang jodoh. Ya, dijodohin emang paling tenang. Tapi, cari sendiri juga nggak masalah."
Satria mengangguk-angguk. "Tapi, apa yang bikin sampean merasa nggak memungkinkan?"