"Astaga. Itu juga iseng. Lagian kalo Ratna mah bukan cuma Sultan doang yang godain. Semua cowok kelompok kita juga gitu, 'kan? Biasa, lah, cowok. Itu juga cuma karena Ratna ketua kartar di sini. Ratna mana mau sama cowok kelompok kita. Buluk semua gitu."
Kemala mengangguk-angguk mendengar pendapat Delia. Masuk akal juga, pikirnya. Delia memang pintar. Mungkin karena gadis itu lebih tua tiga tahun darinya.
"Dia juga dari Rembang, loh," ujar Kemala sedikit mengubah topik.
"Ck! Udah tau!"
"Oh, ya?"
"Ya gimana aku nggak tau? Kamu aja kadang tiba-tiba ngomong pake logat yang mirip-mirip sama dia. Kebawa, 'kan?"
"Hehe. Ya, walaupun hampir seumur hidup tinggal di sini dan cuma pulkam pas lebaran, aku kan tetep orang sana."
"Jadi, logat Rembang itu gitu, ya?"
Kemala mengangguk cepat. "Ehm."
"Lucu juga. Ya udah. Tidur sana. Aku mau ngedit."
Sejak malam itu, Kemala kembali mengizinkan dirinya untuk menyukai Sultan, si laki-laki manis yang membuatnya seperti berada di kampung halaman. Dia juga mulai memperhtikan Sultan lagi, meski masih sembunyi-sembunyi.