"Oh, nggak papa. Habisin aja. Nggak ada yang makan juga."
"Ya nggak aku habisin. Nanti pean makan apa?"
Kemala seketika meringis. "Oh, iya."
Sultan tersenyum lucu melihat Kemala, lalu beranjak meninggalkan dapur lebih dulu. Setelah itu, Kemala pun mengambil oseng-oseng kerang di wajan, lalu makan cukup jauh dari laki-laki itu.
Tentang kerang, tentu kelompok ini tidak membelinya. Kerang, ikan-ikan sebelah, dan kepiting yang sampai di rumah mereka adalah pemberian Pak Hasbullah, pemilik jasa bekam langganan Sultan dan Satria selama KKN. Dia memiliki kapal besar, tetapi hanya mengambil beberapa jenis ikan.
Sejak itu, Kemala mulai berani berinteraksi sedikit lebih banyak dengan Sultan. Dia selalu berjaga di malam hari karena tahu Sultan akan mengetuk pintu. Dia juga meminjamkan gunting kuku beberapa kali pada laki-laki itu. Sampai akhirnya, tidak hanya Delia, tetapi seluruh anggota tahu tentang perasaannya.
Hari-hari mulai berjalan dengan ledekan. Semua perempuan di sini seolah setuju. Kemala juga tak begitu meladeni. Dia malah malu-malu dan salah tingkah, apalagi ketika dia dan Sultan berada di satu tempat.
"Eh, eh, Mas Sultan! Mau ke mana? Jangan balik dulu, dong. Ini, loh, masih ada Mbak Kemala," celoteh Kiya ketika Sultan sudah berada di ambang pintu.
"Apa, sih, Mbak Kiya? Aku belum mandi, loh."
"Loh? Udah malem belum mandi?"
"Belum. Makanya. Mandiin aku, dong!" Sultan tiba-tiba bersikap bak anak kecil yang manja.